Pengamat: Putusan MK Cerminkan Praktik Nepotisme, Contoh Kasus Nepotisme yang Pernah Terjadi

Kamis, 26 Oktober 2023 - 14:53 WIB
loading...
Pengamat: Putusan MK...
Isu nepotisme sedang ramai setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai calon presiden (capres) dan cawapres. Foto/Ilustrasi/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Isu nepotisme sedang ramai setelah putusan Mahkamah Konstitusi ( MK ) soal seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah bisa maju sebagai calon presiden (capres) dan cawapres. Menurut calon presiden yang didukung Partai Perindo Ganjar Pranowo, putusan MK tersebut sudah final dan ia mengimbau agar kita semua menghormati keputusan yang telah sah ini.

"Semua putusan MK harus kita hormati karena tidak ada lembaga banding ya, final and binding, Terima saja," ucap Ganjar ketika menghadiri acara bersama seniman di kawasan M Block Space, Jakarta Selatan pada Senin (23/10/2023).

Sementara itu, pengamat politik Saiful Mujani menilai putusan MK mengenai persyaratan calon presiden dan wakil presiden mencerminkan praktik nepotisme dalam arena politik. Saiful Mujani menegaskan bahwa putusan MK ini tampaknya didesain untuk memberikan keuntungan kepada Gibran Rakabuming Raka, yang sekarang secara resmi diusung sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto.

"Saya lebih melihat itu unsur politisnya sangat kental dan politiknya bukan yang kita harapkan, tapi itu politik nepotisme. Politik yang mengorbankan kepentingan publik untuk hubungan keluarga dan seterusnya," ucap Saiful Mujani saat diwawancarai Najwa Shihab, pada Jumat (20/10/2023).

Contoh Kasus Praktik Nepotisme


Nepotisme adalah tindakan penyelenggara negara yang bertentangan dengan hukum dan bertujuan untuk menguntungkan anggota keluarga atau rekan-rekannya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Nepotisme, dalam berbagai konteksnya, adalah perbuatan yang sangat dilarang sejak awal kelahiran reformasi lebih dari sepuluh tahun lalu.

Namun, sayangnya kita sering melihat bahwa praktik nepotisme kembali menjadi hal yang umum dalam lingkaran kekuasaan di negara ini. Hal yang ironis adalah, berbeda dengan tindakan kolusi dan korupsi, praktik nepotisme tidak pernah diberantas dengan tegas, dan terus berkembang dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Praktik nepotisme telah ada dalam sejarah selama berabad-abad. Istilah "nepotisme" berasal dari bahasa Latin, "nepos," yang berarti "keponakan" atau "cucu." Dalam catatan sejarah, praktik nepotisme mulai berkembang sejak abad pertengahan.

Praktik nepotisme bisa kita temukan dalam sejarah dunia. Salah satu pemimpin terkenal yang mempunyai histori karena melakukan praktik nepotisme adalah Napoleon Bonaparte. Sang pemimpin militer terkenal asal Prancis itu dahulu berhasil menduduki beberapa negara Eropa, ia seringkali menunjuk anggota keluarganya untuk memegang jabatan pemerintahan.

Sebagai contoh, Napoleon menunjuk adiknya, Louis Napoleon, sebagai pemimpin di Belanda dan adiknya, Champoleon, sebagai pemimpin Mesir. Dalam sejarah Indonesia, perbincangan tentang nepotisme menjadi marak pada masa pemerintahan Soeharto atau era Orde Baru.

Praktik nepotisme di Indonesia juga tumbuh subur dalam lingkaran kekuasaan. Keluarga Cendana, misalnya, menjadi lambang praktik nepotisme pada masa Orde Baru. Bahkan, beberapa sejarawan berpendapat bahwa dominasi praktik nepotisme di kalangan keluarga presiden adalah salah satu faktor yang menyebabkan kejatuhan rezim Orde Baru.

Praktik nepotisme di masa Orde Baru juga mencakup pengangkatan perwira militer ke berbagai jabatan sipil. Soeharto, sebagai pemimpinnya, seringkali menunjuk rekan-rekan militer dalam berbagai jabatan, dari wakil presiden hingga wali kota.

Praktik nepotisme banyak dilakukan selama kepemimpinan Presiden Soeharto, yang memberikan sejumlah keuntungan kepada keluarganya dan rekan-rekan sesama pejabat pemerintah.

Akibatnya, pemerintahan Orde Baru menjadi ciri khas dengan represi terhadap lawan-lawan politik di berbagai tingkatan. Karena praktik nepotisme ini, pemerintahan Orde Baru mampu mempertahankan stabilitasnya selama lebih dari tiga dasawarsa.

Pencegahan praktik nepotisme memerlukan komitmen dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk memastikan bahwa proses penunjukan dan promosi didasarkan pada keadilan, kepentingan masyarakat, dan hukum yang berlaku.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1073 seconds (0.1#10.140)