Saat Kuasa Hukum Penggugat Batas Usia Capres 70 Tahun Interupsi Anwar Usman dan Sebut Nama Gibran

Senin, 23 Oktober 2023 - 13:26 WIB
loading...
Saat Kuasa Hukum Penggugat Batas Usia Capres 70 Tahun Interupsi Anwar Usman dan Sebut Nama Gibran
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. Foto/Tangkapan layar
A A A
JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman diinterupsi oleh kuasa hukum salah satu penggugat batas usia capres-cawapres 70 tahun, Naswindro. Hal itu terjadi saat Anwar akan membacakan putusan perkara tersebut.

Naswindro merupakan kuasa hukum dari Wiwit cs pada perkara perkara Nomor 102/PUU-XXI/2023. Mulanya, Naswindro memperkenalkan diri sebagai kuasa hukum Wiwit cs. Dia meminta izin kepada Anwar Usman untuk berbicara sebelum putusan perkara itu dibacakan.

"Mohon izin bicara sebentar sebelum dibacakan perkara 102, Yang Mulia," kata Naswindro dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).

"Ya, silakan," ucap Anwar Usman.

Dia mengatakan bahwa Anwar merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka. Naswindro khawatir akan terjadi konflik kepentingan. Diketahui, Gibran dideklarasikan sebagai cawapres Prabowo Subianto.



"Terkait dengan permohonan yang kita ajukan ini adalah permohonan persyaratan capres cawapres yang kita sama-sama tahu bahwa keponakan Yang Mulia MK, Mas Gibran Rakabuming Raka. Bisa berbenturan kepentingan, Yang Mulia," tuturnya.

Kendati begitu, Anwar Usman meminta agar kuasa hukum untuk mendengarkan terlebih dahulu pembacaan putusannya. Namun, Naswindro tetap meminta agar mahkamah mendengarkan dulu interupsinya. Meski begitu, sidang tetap dilanjutkan tanpa mendengarkan interupsi Naswindro.

"Tunggu pembacaan putusan. Dengarkan dulu," ucap Anwar.

"Baik, Yang Mulia," kata Naswindro.

Pada sidang putusannya, MK menolak menolak permohonan uji materi uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) soal batas usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres Cawapres) yang diajukan oleh Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro.

Pada perkara Nomor 102/PUU-XXI/2023 itu, Wiwit cs meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi maksimal 70 tahun. Mereka juga meminta capres-cawapres tidak pernah terlibat dalam pelanggaran HAM masa lalu, korupsi dan tidak pidana lainnya.

"Menyatakan permohonan para Pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tidak dapat diterima. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya," jelas Anwar Usman.

Dalam Konklusinya, Anwar mengatakan Mahkamah berwenang mengadili permohonan para Pemohon. Para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.

"Pokok permohonan para Pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf d UU 7/2017 adalah tidak beralasan menurut hukum. Pokok permohonan para Pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 Pasal 169 huruf d UU 7/2017 adalah kehilangan objek," tegasnya.

Dalam petitumnya, Wiwit cs meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf d UU Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak pernah mengkhianati negara, tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi, tidak memiliki rekam jejak melakukan pelanggaran HAM yang berat masa lalu, bukan orang yang terlibat dan/atau menjadi bagian peristiwa penculikan aktivis pada tahun 1998, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku penghilangan orang secara paksa, tidak pernah melakukan tindak pidana genosida, bukan orang yang terlibat dan/atau pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan dan tindakan yang anti demokrasi, serta tindak pidana berat lainnya'.

Kemudian, meminta MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 70 tahun pada proses pemilihan'.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1090 seconds (0.1#10.140)