UMKM Menjadi Solusi Persoalan Ketenagakerjaan dan Permintaan (Bagian Pertama)
loading...
A
A
A
Sulis Usdoko
Pegiat Entrepreneurship Pemula dan SME Expert, Direktur PT Jamkrindo
DALAM beberapa kali periode penurunan perekonomian, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), selalu menjadi motor penggerak proses pemulihannya. Pun dalam masa kritis akibat pandemi Covid-19 ini, kolaborasi berbagai pemangku kepentingan diharapkan bisa tetap menjaga konsistensi UMKM untuk menjadi solusi persoalan ketenagakerjaan dan permintaan.
Pemerintah sudah mengambil langkah yang tepat dengan membatasi kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar sebagai strategi menjaga keamanan dan kesehatan masyarakat (people protection). Maka, dampaknya kepada penurunan kegiatan ekonomi atau permintaan harus segera dikompensasi untuk mengembalikan bottom line perekonomian nasional.
Kita punya modal bagus karena sesungguhnya penurunan permintaan itu bukan terutama disebabkan oleh tidak adanya daya beli dari masyarakat, tetapi karena masyarakat menahan belanja dan investasi. Ini hanya soal momentum. Maka, ketika tingkat permintaan itu terkonfirmasi dari tetap tingginya volume pemesanan makanan melalui ojek online saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan ramainya tempat wisata pasca pelonggaran PSBB secara lokal di berbagai tempat, saatnya masyarakat difasilitasi.
Protokol kesehatan tentu bukan lagi isu, harus menjadi kebiasaan baru yang tidak perlu diingatkan lagi untuk mengurangi potensi penularan. Semestinya. Untuk itu, langkah berikutnya adalah menjalankan kegiatan ekonomi yang aman dari sisi kesehatan agar permintaan yang perlahan mulai tumbuh itu bertemu dengan grafik penawaran yang berkualitas, yakni kegiatan produksi yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan.
Sektor UMKM sangat ulet dan bisa menyesuaikan dengan kondisi apa pun. Strukturnya yang liat bisa menjadi modal untuk menarik gerbong perekonomian. Sebagai contoh, sektor kuliner dan pariwisata yang secara terbatas sudah mendapat porsi pengeluaran masyarakat, bisa diandalkan untuk memperluas kegiatan ekonomi. Dan, ini bisa menjadi formula yang baik untuk memperkecil potensi pemutusan hubungan kerja atau menyerap pasar tenaga kerja yang melimpah selama pandemi Covid-19.
Setelah memperkuat fondasi dan struktur pada tahap I, yakni people protection, pemerintah juga sudah mengambil langkah tepat dengan menggulirkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program ini sangat dibutuhkan untuk mendorong perekonomian, terutama di sektor UMKM yang hampir kehabisan napas selama masa pandemi. Agar program ini bisa berjalan baik, khususnya dalam kredit modal kerja (KMK) dari perbankan kepada nasabah, pemerintah menunjuk PT Jamkrindo menjadi salah satu penjaminnya. Ini adalah model kolaborasi yang sebelumnya terbukti bisa menopang UMKM, yakni pada program kredit usaha rakyat (KUR) di mana Jamkrindo juga ditunjuk menjadi salah satu penjaminnya.
Lalu, kenapa pemerintah bersikukuh melindungi dan mendorong sektor UMKM dalam program PEN? Salah satu latar belakangnya adalah UMKM memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, sebagaimana juga terjadi pada perekonomian di Asia Tenggara dan Asia secara umum. Sektor ini menjadi tulang punggung penyediaan lapangan kerja karena secara konsisten menyerap sekitar 97% tenaga kerja Indonesia.
Tulang Punggung Perekonomian
Data Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan, pada 2017 jumlah UMKM di Indonesia mencapai 62,928 juta unit dengan menyerap 120,26 juta tenaga kerja. Jika merujuk pada Sensus Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, usaha mikro menyerap tenaga kerja paling banyak, yakni mencapai 87% dari seluruh angkatan kerja. Hal ini juga terkonfirmasi dari survei yang dilakukan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada 2016 yang menunjukkan bahwa UMKM di Indonesia yang memiliki tenaga kerja kurang dari 20 orang mencapai 76,3%.
Sejalan dengan tingginya penyerapan tenaga kerja, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) juga relatif tinggi. UMKM menyumbang 60,34% PDB Indonesia berdasarkan sensus ekonomi 2016 di mana sektor UMKM menyumbang 58,18% terhadap total investasi dan 14,17% terhadap total ekspor. Walaupun demikian, dalam 25 tahun terakhir kontribusi UMKM kepada PDB stagnan pada kisaran 60% saja.
Pegiat Entrepreneurship Pemula dan SME Expert, Direktur PT Jamkrindo
DALAM beberapa kali periode penurunan perekonomian, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), selalu menjadi motor penggerak proses pemulihannya. Pun dalam masa kritis akibat pandemi Covid-19 ini, kolaborasi berbagai pemangku kepentingan diharapkan bisa tetap menjaga konsistensi UMKM untuk menjadi solusi persoalan ketenagakerjaan dan permintaan.
Pemerintah sudah mengambil langkah yang tepat dengan membatasi kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar sebagai strategi menjaga keamanan dan kesehatan masyarakat (people protection). Maka, dampaknya kepada penurunan kegiatan ekonomi atau permintaan harus segera dikompensasi untuk mengembalikan bottom line perekonomian nasional.
Kita punya modal bagus karena sesungguhnya penurunan permintaan itu bukan terutama disebabkan oleh tidak adanya daya beli dari masyarakat, tetapi karena masyarakat menahan belanja dan investasi. Ini hanya soal momentum. Maka, ketika tingkat permintaan itu terkonfirmasi dari tetap tingginya volume pemesanan makanan melalui ojek online saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan ramainya tempat wisata pasca pelonggaran PSBB secara lokal di berbagai tempat, saatnya masyarakat difasilitasi.
Protokol kesehatan tentu bukan lagi isu, harus menjadi kebiasaan baru yang tidak perlu diingatkan lagi untuk mengurangi potensi penularan. Semestinya. Untuk itu, langkah berikutnya adalah menjalankan kegiatan ekonomi yang aman dari sisi kesehatan agar permintaan yang perlahan mulai tumbuh itu bertemu dengan grafik penawaran yang berkualitas, yakni kegiatan produksi yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan.
Sektor UMKM sangat ulet dan bisa menyesuaikan dengan kondisi apa pun. Strukturnya yang liat bisa menjadi modal untuk menarik gerbong perekonomian. Sebagai contoh, sektor kuliner dan pariwisata yang secara terbatas sudah mendapat porsi pengeluaran masyarakat, bisa diandalkan untuk memperluas kegiatan ekonomi. Dan, ini bisa menjadi formula yang baik untuk memperkecil potensi pemutusan hubungan kerja atau menyerap pasar tenaga kerja yang melimpah selama pandemi Covid-19.
Setelah memperkuat fondasi dan struktur pada tahap I, yakni people protection, pemerintah juga sudah mengambil langkah tepat dengan menggulirkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program ini sangat dibutuhkan untuk mendorong perekonomian, terutama di sektor UMKM yang hampir kehabisan napas selama masa pandemi. Agar program ini bisa berjalan baik, khususnya dalam kredit modal kerja (KMK) dari perbankan kepada nasabah, pemerintah menunjuk PT Jamkrindo menjadi salah satu penjaminnya. Ini adalah model kolaborasi yang sebelumnya terbukti bisa menopang UMKM, yakni pada program kredit usaha rakyat (KUR) di mana Jamkrindo juga ditunjuk menjadi salah satu penjaminnya.
Lalu, kenapa pemerintah bersikukuh melindungi dan mendorong sektor UMKM dalam program PEN? Salah satu latar belakangnya adalah UMKM memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, sebagaimana juga terjadi pada perekonomian di Asia Tenggara dan Asia secara umum. Sektor ini menjadi tulang punggung penyediaan lapangan kerja karena secara konsisten menyerap sekitar 97% tenaga kerja Indonesia.
Tulang Punggung Perekonomian
Data Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan, pada 2017 jumlah UMKM di Indonesia mencapai 62,928 juta unit dengan menyerap 120,26 juta tenaga kerja. Jika merujuk pada Sensus Ekonomi Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2016, usaha mikro menyerap tenaga kerja paling banyak, yakni mencapai 87% dari seluruh angkatan kerja. Hal ini juga terkonfirmasi dari survei yang dilakukan oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada 2016 yang menunjukkan bahwa UMKM di Indonesia yang memiliki tenaga kerja kurang dari 20 orang mencapai 76,3%.
Sejalan dengan tingginya penyerapan tenaga kerja, kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) juga relatif tinggi. UMKM menyumbang 60,34% PDB Indonesia berdasarkan sensus ekonomi 2016 di mana sektor UMKM menyumbang 58,18% terhadap total investasi dan 14,17% terhadap total ekspor. Walaupun demikian, dalam 25 tahun terakhir kontribusi UMKM kepada PDB stagnan pada kisaran 60% saja.