Meluruskan Konsep Kekerasan di Sekolah
loading...
A
A
A
Hendarman
Analis Kebijakan Ahli Utama Kemendikbudristek, Dosen Pascasarjana Universitas Pakuan
Kasus kekerasan yang cenderung brutal oleh peserta didik, mulai bermunculan kembali di beberapa tempat. Kasus-kasus tersebut mungkin hanya sebagian diberitakan, dari yang jauh lebih banyak luput dari pemberitaan.
Yang menarik, kasus-kasus yang terjadi umumnya diselesaikan melalui jalur hukum. Sementara di masa lalu, kasus-kasus biasanya diselesaikan secara damai dengan permintaan maaf pelaku, dan diterima pihak korban. Penyelesaian kasus melalui jalur hukum, tampaknya akan menimbulkan efek jera. Para (calon) pelaku akan berpikir dua tiga kali karena perbuatannya akan berdampak sanksi berat.
Apakah masyarakat benar sudah memahami konsep kekerasan? Apakah keputusan memilih jalur hukum untuk menyelesaikan kasus sebagai dampak adanya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, yang merupakan episode 25 Merdeka Belajar?
Konsep Kekerasan
Kata kekerasan diartikan sebuah tindakan akibat adanya paksaan. Paksaan dapat berasal dari satu (atau lebih pihak) terhadap pihak lain dalam suatu perbuatan dengan tujuan memiliki kuasa atas pihak yang dipaksa.
Tipologi kekerasan dikemukakan Krug, E. G., Mercy, J. A., Dahlberg, L. L, & Zwi, A. B. (2002) dalam laporan berjudul the world report on violence and health, yang diterbitkan dalam The Lancet, 360(9339), 1083-1088. Tipologi ini membagi penyebab kekerasan dan bentuk kekerasan.
Penyebab kekerasan bisa diri sendiri, antar individu, atau kelompok. Bentuk kekerasan berupa fisik, seksual, psikologis, dan pengabaian/penelantaran. Kekerasan dikelompokkan atas perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi.
Perundungan atau bullying, yakni perilaku agresif yang dilakukan seseorang atau kelompok ke orang atau kelompok lain. Dua ciri utama, pertama, pelaku menggunakan kekuatan/kekuasaan mereka untuk mengontrol, merendahkan, menyakiti, atau mengucilkan orang lain. Kedua, aksi terjadi lebih dari sekali atau cenderung diulangi lebih dari sekali oleh orang-orang yang sama.
Aksi perundungan ada 4 bentuk utama. Verbal, yaitu menghina atau mengejek siswa lain di sekolah dengan kata-kata negatif. Fisik, yaitu memukul dan menendang siswa lain di sekolah. Sosial atau relasional, yaitu menyebarkan aib atau rumor siswa lain di lingkungan sekolah. Daring (cyberbullying), yakni memberikan komentar atau pesan negatif di media sosial
Kekerasan seksual memiliki efek paling besar, namun paling sulit dibuktikan. Korban kekerasan seksual seringkali dipersalahkan karena tidak melawan, berteriak atau lari saat mengalami kekerasan, atau enggan melaporkan karena dianggap melakukan tuduhan palsu. Banyak korban dilaporkan balik dengan pasal pencemaran nama baik, karena dianggap tidak memiliki bukti yang cukup kuat.
Analis Kebijakan Ahli Utama Kemendikbudristek, Dosen Pascasarjana Universitas Pakuan
Kasus kekerasan yang cenderung brutal oleh peserta didik, mulai bermunculan kembali di beberapa tempat. Kasus-kasus tersebut mungkin hanya sebagian diberitakan, dari yang jauh lebih banyak luput dari pemberitaan.
Yang menarik, kasus-kasus yang terjadi umumnya diselesaikan melalui jalur hukum. Sementara di masa lalu, kasus-kasus biasanya diselesaikan secara damai dengan permintaan maaf pelaku, dan diterima pihak korban. Penyelesaian kasus melalui jalur hukum, tampaknya akan menimbulkan efek jera. Para (calon) pelaku akan berpikir dua tiga kali karena perbuatannya akan berdampak sanksi berat.
Apakah masyarakat benar sudah memahami konsep kekerasan? Apakah keputusan memilih jalur hukum untuk menyelesaikan kasus sebagai dampak adanya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, yang merupakan episode 25 Merdeka Belajar?
Konsep Kekerasan
Kata kekerasan diartikan sebuah tindakan akibat adanya paksaan. Paksaan dapat berasal dari satu (atau lebih pihak) terhadap pihak lain dalam suatu perbuatan dengan tujuan memiliki kuasa atas pihak yang dipaksa.
Tipologi kekerasan dikemukakan Krug, E. G., Mercy, J. A., Dahlberg, L. L, & Zwi, A. B. (2002) dalam laporan berjudul the world report on violence and health, yang diterbitkan dalam The Lancet, 360(9339), 1083-1088. Tipologi ini membagi penyebab kekerasan dan bentuk kekerasan.
Penyebab kekerasan bisa diri sendiri, antar individu, atau kelompok. Bentuk kekerasan berupa fisik, seksual, psikologis, dan pengabaian/penelantaran. Kekerasan dikelompokkan atas perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi.
Perundungan atau bullying, yakni perilaku agresif yang dilakukan seseorang atau kelompok ke orang atau kelompok lain. Dua ciri utama, pertama, pelaku menggunakan kekuatan/kekuasaan mereka untuk mengontrol, merendahkan, menyakiti, atau mengucilkan orang lain. Kedua, aksi terjadi lebih dari sekali atau cenderung diulangi lebih dari sekali oleh orang-orang yang sama.
Aksi perundungan ada 4 bentuk utama. Verbal, yaitu menghina atau mengejek siswa lain di sekolah dengan kata-kata negatif. Fisik, yaitu memukul dan menendang siswa lain di sekolah. Sosial atau relasional, yaitu menyebarkan aib atau rumor siswa lain di lingkungan sekolah. Daring (cyberbullying), yakni memberikan komentar atau pesan negatif di media sosial
Kekerasan seksual memiliki efek paling besar, namun paling sulit dibuktikan. Korban kekerasan seksual seringkali dipersalahkan karena tidak melawan, berteriak atau lari saat mengalami kekerasan, atau enggan melaporkan karena dianggap melakukan tuduhan palsu. Banyak korban dilaporkan balik dengan pasal pencemaran nama baik, karena dianggap tidak memiliki bukti yang cukup kuat.