Kasus Korupsi SYL, Tama Langkun: Kolaborasi KPK dan PPATK Bisa Ungkap Tersangka Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPP Partai Perindo Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Tama Satrya Langkun menyoroti mengenai temuan uang hasil korupsi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo ( SYL ) yang diduga mengalir ke pihak lain dari hasil penyelidikan dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurutnya, temuan tersebut merupakan konsekuensi dari penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "Kita ingat, KPK pernah menyampaikan bahwa ada 3 klaster dalam kasus ini. Terkait pencucian uang adalah klaster yang ke 3,” kata Tama kepada wartawan, Sabtu (14/10/2023).
“Sepanjang penyidik meyakini bahwa aliran dana tersebut berasal dari hasil kejahatan, maka siapa pun yang mengaburkan, menyimpan, dan menyembunyikan asal usul aliran dana bisa dijerat juga pencucian uang," sambungnya.
Bahkan, lanjut Tama, bagi mereka yang hanya menerima, bisa juga terjerat sepanjang orang tersebut diduga mengetahui pemberian tersebut dari hasil kejahatan korupsi. Tama mengatakan, kemungkinan adanya tersangka baru semakin besar karena tindak pidana pencucian uang menerapkan prinsip follow the money.
Dia menuturkan, tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian tidak hanya perorangan, tetapi juga korporasi. "Mungkin yang menjadi perdebatan, apakah partai politik merupakan korporasi? Menurut UU TPPU, korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum," jelasnya.
Karena itu, Tama meminta agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dilibatkan dalam pengungkapan perkara ini. Hal itu agar menjaga prinsip kenetralan dalam pengungkapan perkara.
"Saya rasa kolaborasi antara KPK dan PPATK sangat menentukan pontensial tersangka selanjutnya," pungkasnya.
Sebelumnya, KPK menemukan uang hasil korupsi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo diduga mengalir ke Partai Nasdem. Jumlah uang yang mengalir senilai miliaran rupiah.
Menurutnya, temuan tersebut merupakan konsekuensi dari penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). "Kita ingat, KPK pernah menyampaikan bahwa ada 3 klaster dalam kasus ini. Terkait pencucian uang adalah klaster yang ke 3,” kata Tama kepada wartawan, Sabtu (14/10/2023).
“Sepanjang penyidik meyakini bahwa aliran dana tersebut berasal dari hasil kejahatan, maka siapa pun yang mengaburkan, menyimpan, dan menyembunyikan asal usul aliran dana bisa dijerat juga pencucian uang," sambungnya.
Bahkan, lanjut Tama, bagi mereka yang hanya menerima, bisa juga terjerat sepanjang orang tersebut diduga mengetahui pemberian tersebut dari hasil kejahatan korupsi. Tama mengatakan, kemungkinan adanya tersangka baru semakin besar karena tindak pidana pencucian uang menerapkan prinsip follow the money.
Dia menuturkan, tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian tidak hanya perorangan, tetapi juga korporasi. "Mungkin yang menjadi perdebatan, apakah partai politik merupakan korporasi? Menurut UU TPPU, korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum," jelasnya.
Karena itu, Tama meminta agar Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dilibatkan dalam pengungkapan perkara ini. Hal itu agar menjaga prinsip kenetralan dalam pengungkapan perkara.
"Saya rasa kolaborasi antara KPK dan PPATK sangat menentukan pontensial tersangka selanjutnya," pungkasnya.
Sebelumnya, KPK menemukan uang hasil korupsi eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo diduga mengalir ke Partai Nasdem. Jumlah uang yang mengalir senilai miliaran rupiah.