BP2MI Dorong Korsel Beri Pelatihan bagi Pekerja Migran Indonesia di Sektor Perikanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mendorong agar PMI di sektor Perikanan yang bekerja di Korea Selatan (Korsel) mendapat pelatihan. Hal itu penting untuk meningkatkan kompetensi dan keahlian para pekerja migran khususnya disektor perikanan.
Hal itu disampaikan Kepala BP2MI Benny Rhamdani saat melakukan kunjungan kerja di Kota Ulsan, Korea Selatan. Dalam kunjungan tersebut, sekitar 60 Pekerja Migran Indonesia berkumpul di sekitaran Pelabuhan Jeongja-Dong, Ulsan, untuk menyampaikan berbagai permasalahan selama bekerja di sektor perikanan di Korea Selatan.
Mereka menyampaikan, perbedaan penghasilan antara sektor manufaktur dan perikanan menjadi salah satu pemicu banyaknya Pekerja Migran Indonesia kaburan di Korea Selatan. Untuk gaji hampir sama, bedanya sektor perikanan tidak mendapatkan tunjangan lembur, padahal jam kerjanya panjang.
Mereka juga menilai, Pekerja Migran Indonesia sektor perikanan yang bekerja di Korea Selatan ini minim kompetensi dan keahlian dalam melaut. Mereka juga tidak ditunjang dengan kesiapan mental dan kemampuan fisik untuk melaut.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, mengatakan, bagaimana pekerja migran sektor perikanan memiliki kompetensi yang mumpuni, saat proses penempatan saja mereka hanya diuji secara bahasa saja. “HRD Korea menilai kompetensi Pekerja Migran Indonesia telah diwakili dengan adanya persyaratan sertifikat Basic Safety Training (BST),” jelas Benny, Selasa (10/10/2023).
Benny menegaskan, isu ini akan dibawa dalam pertemuan dengan HRD Korea hari ini. Benny akan menawarkan kepada HRD Korea agar Pekerja Migran Indonesia dapat dilatih kompetensi dan keahliannya selama satu bulan setelah ujian EPS-Topik.
“Tidak perlu khawatir, pelatihan ini kami usulkan untuk dibiayai oleh negara. Karena Pekerja Migran Indonesia tidak boleh dibebani biaya pelatihan ini. Di sisi lain juga tidak mungkin dibiayai oleh pemberi kerja,” papar Benny.
Selain itu, Pekerja Migran Indonesia sektor perikanan juga mengeluhkan terkait fasilitas tempat tinggal yang kurang layak, di mana seringkali tempat tinggal tersebut tidak memiliki kamar mandi dan mereka harus tinggal di kontener. Di samping itu, mereka juga menginginkan agar dilindungi oleh empat asuransi yang sama dengan sektor manufaktur, yaitu asuransi kesehatan, asuransi pesangon masa tua, asuransi kecelakaan kerja, dan asuransi di luar jam kerja. "Asuransi ini yang seringkali tidak ditepati oleh pemberi kerja, sehingga dapat merugikan pekerja migran,” jelasnya.
Menampung segala permasalahan yang disampaikan oleh para Pekerja Migran Indonesia, Benny berjanji akan membawa isu-isu tersebut saat bertemu dengan pihak HRD Korea dan akan memperjuangkan keluhan para pekerja migran tersebut.
“Kami sangat bersyukur Pak Benny dan rombongan bisa tiba di Korea Selatan untuk mengunjungi kami. Sudah lama kami menantikan momen ini untuk bisa menyampaikan berbagai permasalahan di sektor perikanan ini,” ujar salah seorang pekerja migran.
Hal itu disampaikan Kepala BP2MI Benny Rhamdani saat melakukan kunjungan kerja di Kota Ulsan, Korea Selatan. Dalam kunjungan tersebut, sekitar 60 Pekerja Migran Indonesia berkumpul di sekitaran Pelabuhan Jeongja-Dong, Ulsan, untuk menyampaikan berbagai permasalahan selama bekerja di sektor perikanan di Korea Selatan.
Mereka menyampaikan, perbedaan penghasilan antara sektor manufaktur dan perikanan menjadi salah satu pemicu banyaknya Pekerja Migran Indonesia kaburan di Korea Selatan. Untuk gaji hampir sama, bedanya sektor perikanan tidak mendapatkan tunjangan lembur, padahal jam kerjanya panjang.
Mereka juga menilai, Pekerja Migran Indonesia sektor perikanan yang bekerja di Korea Selatan ini minim kompetensi dan keahlian dalam melaut. Mereka juga tidak ditunjang dengan kesiapan mental dan kemampuan fisik untuk melaut.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BP2MI, Benny Rhamdani, mengatakan, bagaimana pekerja migran sektor perikanan memiliki kompetensi yang mumpuni, saat proses penempatan saja mereka hanya diuji secara bahasa saja. “HRD Korea menilai kompetensi Pekerja Migran Indonesia telah diwakili dengan adanya persyaratan sertifikat Basic Safety Training (BST),” jelas Benny, Selasa (10/10/2023).
Benny menegaskan, isu ini akan dibawa dalam pertemuan dengan HRD Korea hari ini. Benny akan menawarkan kepada HRD Korea agar Pekerja Migran Indonesia dapat dilatih kompetensi dan keahliannya selama satu bulan setelah ujian EPS-Topik.
“Tidak perlu khawatir, pelatihan ini kami usulkan untuk dibiayai oleh negara. Karena Pekerja Migran Indonesia tidak boleh dibebani biaya pelatihan ini. Di sisi lain juga tidak mungkin dibiayai oleh pemberi kerja,” papar Benny.
Selain itu, Pekerja Migran Indonesia sektor perikanan juga mengeluhkan terkait fasilitas tempat tinggal yang kurang layak, di mana seringkali tempat tinggal tersebut tidak memiliki kamar mandi dan mereka harus tinggal di kontener. Di samping itu, mereka juga menginginkan agar dilindungi oleh empat asuransi yang sama dengan sektor manufaktur, yaitu asuransi kesehatan, asuransi pesangon masa tua, asuransi kecelakaan kerja, dan asuransi di luar jam kerja. "Asuransi ini yang seringkali tidak ditepati oleh pemberi kerja, sehingga dapat merugikan pekerja migran,” jelasnya.
Menampung segala permasalahan yang disampaikan oleh para Pekerja Migran Indonesia, Benny berjanji akan membawa isu-isu tersebut saat bertemu dengan pihak HRD Korea dan akan memperjuangkan keluhan para pekerja migran tersebut.
“Kami sangat bersyukur Pak Benny dan rombongan bisa tiba di Korea Selatan untuk mengunjungi kami. Sudah lama kami menantikan momen ini untuk bisa menyampaikan berbagai permasalahan di sektor perikanan ini,” ujar salah seorang pekerja migran.
(cip)