Terbitkan Perppu Ormas, Pemerintah Rawan Lakukan Abuse of Power

Minggu, 16 Juli 2017 - 15:24 WIB
Terbitkan Perppu Ormas,...
Terbitkan Perppu Ormas, Pemerintah Rawan Lakukan Abuse of Power
A A A
JAKARTA - Tim Advokasi Gerakan Nasional Pembela Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kapitra Ampera mengkritisi penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 pengganti UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Salah satu poin yang dikritisi adalah peniadaan proses hukum dalam membubarkan suatu Ormas sebagaimana diatur dalam UU Ormas.

Kapitra mengatakan, UU Ormas mengamanatkan adanya proses, tahapan, dan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan ormas, dan mengharuskan adanya putusan pengadilan untuk menilai pelanggaran ormas sebagai tahapan membubarkan ormas.

Sementara itu, lanjut Kapitra, pada Perppu Nomor 2 Tahun 2017, ketentuan pasal mengenai sanksi yaitu Pasal 63 sampai dengan Pasal 80 UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas dihapus.

Peniadaan proses hukum pada proses pembubaran ormas ini, dinilai Kapitra, sangat sewenang-wenang. Pengadilan merupakan institusi yang bertujuan menilai dan memutuskan penegakan konstitusi dan undang-undang.

"Hal ini merupakan pembangkangan terhadap asas kepastian hukum, yang merupakan bentuk arogansi pemerintah yang lebih otoriter dari pada zaman Orde Baru," ujar Kapitra melalui keterangan tertulis, Minggu (16/7/2017).

Poin lainnya, lanjut Kapitra, terkait Pasal yang membatasi hak-hak masyarakat. Pasal 82A Perppu Ormas memberikan sanksi pidana terhadap setiap orang baik pengurus ataupun anggota ormas yang melakukan perbuatan yang dilarang. Poin tersebut, kata Kapitra, akan mengebiri hak masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan ikut serta dalam ormas.

Menurut Kapitra, pemidanaan anggota ormas terlarang tidak bisa dilakukan. Pasalnya, pertanggungjawaban dalam suatu lembaga atau organisasi pada prinsipnya adalah Responsibility Commander, dimana penguruslah yang bertanggung jawab atas kegiatan organisasinya. Apabila berkaitan dengan pelanggaran pidana, maka dapat dikenakan dengan KUHP.

"Tafsir tunggal yang dilakukan oleh pemerintah akan mengarah pada abuse of power, sehingga nantinya organisasi masyarakat tidak dapat lagi bebas untuk mengemukakan pendapat, mengkritisi pemerintah atau penegakan hukum aparat. Karena penafsiran benar dan salah, boleh dan tidak boleh ada di tangan penguasa bukan di tangan hukum," kata Kapitra.
(kri)
Berita Terkait
Antisipasi Bentrokan,...
Antisipasi Bentrokan, Pos Ormas di Tangerang Dibongkar Paksa
Mendagri Tito Buka Peluang...
Mendagri Tito Buka Peluang Revisi UU Ormas, Evaluasi Transparansi Keuangan
Mendagri Tito Buka Peluang...
Mendagri Tito Buka Peluang Revisi UU Ormas, DPR Terbuka: Kalau Urgen
Dodi Reza Alex Noerdin...
Dodi Reza Alex Noerdin Hadiri Silaturahmi dengan Ketum Ormas MKGR
Partai Perindo Minta...
Partai Perindo Minta Aparat Penegakan Hukum Berantas Premanisme Berkedok Ormas
Syarat Mendirikan Ormas...
Syarat Mendirikan Ormas yang Harus Dipenuhi Anies Baswedan
Berita Terkini
Wacana Kirim Anak Nakal...
Wacana Kirim Anak Nakal ke Barak Militer Jadi Kebijakan Nasional, JPPI: Ciptakan Generasi Patuh Buta
42 menit yang lalu
Siapa Jenderal Agus...
Siapa Jenderal Agus Subiyanto? Panglima TNI yang Disorot karena Anulir Mutasi 7 Perwira Tinggi
1 jam yang lalu
Polemik Pembinaan Siswa...
Polemik Pembinaan Siswa di Barak, Komisi X DPR: Harus Dikawal Agar Tetap Edukatif
1 jam yang lalu
Dedi Mulyadi Bina Siswa...
Dedi Mulyadi Bina Siswa Nakal di Barak Militer, Maarif Institute: Berpotensi Merusak Sistem Pendidikan
2 jam yang lalu
Penyidik KPK Rossa Purbo...
Penyidik KPK Rossa Purbo Sebut Hasto Talangi Rp400 Juta PAW Harun Masiku
2 jam yang lalu
Revitalisasi Paradigma...
Revitalisasi Paradigma Trilogi Kerukunan untuk Kebutuhan Umat Saat ini
2 jam yang lalu
Infografis
Militer Iran Siap Kirim...
Militer Iran Siap Kirim Pasukan untuk Bantu Pemerintah Suriah
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved