Jaksa KPK Ungkap Peran Adik Ipar Jokowi

Rabu, 21 Juni 2017 - 20:16 WIB
Jaksa KPK Ungkap Peran Adik Ipar Jokowi
Jaksa KPK Ungkap Peran Adik Ipar Jokowi
A A A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno dihukum 15 tahun penjara.

Surat tuntutan dibacakan secara bergantian oleh Jaksa yang dipimpin Ali Fikri dengan anggota Moch Takdir Suhan, Muh Asri Irwan, dan Zainal Abidin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (21/6/2017).

Jaksa menyatakan Handang terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam delik penerimaan suap bersandi "cetakan undangan".

Menurut jaksa, suap yang diterima Handang sebesar USD148.500 (setara lebih Rp1,998 miliar) dari terpidana Country Director PT EK Prima Ekspor (EKP) Indonesia sekaligus President Director and Director Far East Operations Lulu Group Retail Ramapanicker Rajamohanan Nair‎ alias Rajesh Rajamohanan Nair‎.‎

Suap diterima untuk pengurusan penyelesaian beberapa permasalahan pajak PT EKP Indonesia di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Jakarta Khusus.‎

Di antaranya, percepatan pembatalan Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) masa pajak 2014 dan 2015 dengan nilai lebih dari Rp78,804 miliar, penyelesaian masalah pelaksanaan bukti permulaan (bukper), dan pengajuan pengampunan pajak atau tax amnesty yang ditolak.

Tidak hanya dituntut hukuman 15 tahun penjara, Handang dituntut membayar denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa Moch Takdir Suhan melanjutkan, Handang terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tentang 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

Jaksa Zainal Abidin memastikan perbuatan pidana Handang Soekarno terjadi karena ada peran dan bantuan dari sejumlah pihak selain Rajamohanan. Mereka antara lain Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv, ajudan Ken bernama Andreas Setiawan alias Gondres, adik ipar Presiden Joko Widodo yang juga Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera (Rakabu Furniture) Arif Budi Sulistyo, mantan Direktur Utama PT Bangun Bejana Baja Rudi Priambodo Musdiono, dan Kepala Bidang Keberatan dan Banding Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus Hilman Flobianto.

Bahkan, kata jaksa, Arif Budi Sulistyo bersama Rudi Priambodo Musdiono didampingi Handang bertemu dengan Dirjen Pajak Ken di lantai 5 Gedung Ditjen Pajak. Pertemuan tersebut difasilitasi Handang atas perintah Haniv.

Zainal menyatakan terlalu berlebihan jika Arif dan Ken hanya membicarakan tax amnesty pribadi Arif dan Rudi. Keterangan tersebut harus dikesampingkan karena tidak logis menurut hukum. (Baca juga: Jokowi Persilakan KPK Usut Keterlibatan Adik Iparnya )

Jaksa meyakini pertemuan antara Arif dan Rudi dengan Dirjen Pajak Ken tidak hanya membicarakan tax amnesty pribadi Arif dan Rudi semata, tapi juga terkait dengan pembicaraan mengenai persoalan perpajakan PT EKP Indonesia.

Persoalan yang dimaksud, yakni PT EKP Indonesia tidak bisa mengikuti TA karena adanya tunggakan STP PPN. TA bisa diikuti kalau keputusan STP PPN dicabut.

"Kesimpulan penuntut umum diperoleh berdasarkan alat bukti petunjuk berupa pesan WhatsApp yang dikirim Arif ke terdakwa Handang pada 3 Oktober 2016," kata Zainal.

Jaksa Ali Fikri membeberkan, berdasarkan fakta persidangan terungkap bahwa yang suap tersebut adalah hasil komitmen Rp6 miliar antara Handang dengan Rajamohanan.

Dari pengakuan Handang di persidangan terungkap uang Rp6 miliar yang dijanjikan Rajamohanan rencananya akan dipakai Handang untuk empat kepentingan.

"Satu, guna membantu operasional uji materil terhadap UU Tax Amensty yang sedang disidangkan di Mahkamah Konstitusi, sebagaimana perintah saksi Ken Dwijugiasteadi kepada terdakwa Handang agar bisa membantu penanganan uji materil UU Tax Amnesty tersebut," tegas JPU Ali.

Kedua, uang akan diberikan ke Gondres selaku ajudan Ken. Ketiga, uang akan dipergunakan untuk kebutuhan pribadi Handang. Terakhir, akan diberikan kepada saksi Hilman Flobianto dan saksi Muhammad Haniv terkait dengan selesainya pembatalan STP PPN PT EKP Indonesia.

Atas tuntutan JPU, Handang Soekarno dan tim penasihat hukumnya mengaku akan mengajukan nota pembelaan (pleidoi).

Seusai persidangan, Handang Soekarno mengatakan, dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan fakta-fakta persidangan sebenarnya JPU sudah bersikap profesional.

Handang mempertanyakan alasan jaksa menuntutnya 15 tahun penjara. Handang merasa tuntutan tersebut terlalu berat.

"Saya bukan pelaku yang menggerakkan dan melakukan. Saya hanya sebagai orang yang tidak memiliki kewenangan ke arah situ. Kenapa saya bisa maksimal 15 (dituntut 15 tahun penjara). Sedangkan orang yang melakukan, menyuruh melakukan itu 10 (10 tahun di kasus lain). Maksudnya saya, saya kan ini tidak menyuruh melakukan apa-apa," kata Handang.

Menurut dia, berdasarkan fakta persidangan dan tuntutan Jaksa sebenarnya jelas sekali terpidana Rajamohanan sudah lebih dahuku melobi Kepala Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv.

Handang yakin pihak yang menggerakkan sebenarnya adalah adik ipar Presiden Joko Widodo yang juga Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera (Rakabu Furniture) Arif Budi Sulistyo.

"Iya yang menggerakkan. Kita eselon tiga, di atasnya eselon dua. Kalau ada adik pembesar merekomendasi mana kita berani Pak (menolak-red), tidak bisa kita Pak (menolak-red)," katanya.

Handang juga yakin yang ada perintah Muhammad Haniv dalam pengurusan penyelesaian permasalahan pajak hingga terbitnya pembatalan STP PPN untuk PT EKP Indonesia.

Haniv merupakan eselon dua. Posisi Handang berada di Ditjen Pajak Pusat tapi tidak bisa memerintahkan Haniv selaku eselon dua. Di sisi lain, Rajamohanan sudah menyetujui uang Rp6 miliar yang rencana disediakan juga untuk Haniv.

"Ya seharusnya dia (Haniv) yang ikut bertanggung jawab dan dia yang memutuskan. Sebelum Pak Mohan bertemu saya, Pak Mohan sudah bertemu Pak Haniv," tuturnya.

Dia mengungkapkan, akan banyak yang diungkap dalam pleidoi-nya nanti. Salah satunya banyak sadapan dan fakta persidangan terpotong atau tidak lengkap.

"Tugas saya banyak, saya di kantor pusat harus keliling daerah. Kalau itu bukan atas rekomendasi dari adik iparnya Presiden, saya tidak akan rekomendasi. Yang menyetujui permohonannya Pak Haniv yang STP yang dibatalkan," ucapnya
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4835 seconds (0.1#10.140)