Orasi Ilmiah di UTAR Malaysia, Megawati Paparkan Transformasi Sosial Bangsa Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menerima gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa/HC) di bidang transformasi sosial dari Universitas Tunku Abdul Rahman (UTAR) Malaysia.
Sebelum penganugerahan, Megawati menyampaikan orasi ilmiah mengenai transformasi sosial Indonesia. Dalam orasinya, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) ini menyampaikan tentang arti penting transformasi sosial sebagai sebuah jalan di mana Indonesia tak hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi juga memikirkan dunia.
Menurutnya, transformasi sosial suatu bangsa tak bisa dilepaskan dari keseluruhan pemahaman terhadap sejarah, budaya, dan juga kondisi geografis Indonesia. Untuk Indonesia sendiri, Megawati menilai, bermuara pada Pancasila yang bukan sekadar falsafah, ideologi, the way of life, dasar dan tujuan bernegara.
"Tapi Pancasila juga merupakan ideologi geopolitik atas cara pandang Indonesia terhadap dunia. Dengan cara pandang ini, Indonesia berperan aktif dalam memperjuangkan tata dunia baru yang bebas dari kolonialisme dan imperialisme,” kata Megawati, Senin (2/10/2023).
Pandangan itu dibuktikan melalui penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika Tahun 1955 di Bandung; Gerakan Non-Blok 1961 di Beograd, juga Pidato Bung Karno di PBB pada 1960 yang dikenal dengan “To Build the World Anew”.
“Keseluruhan dokumen yang berkaitan dengan tiga momen bersejarah tersebut kini telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Memory of the World,” katanya.
Peristiwa itu, kata Mega, menggambarkan transformasi sosial bangsa Indonesia juga memiliki dimensi eksternal berupa tanggung jawab terhadap masa depan dunia yang lebih damai, makmur, berkeadilan, dan berkelanjutan.
"Artinya, Bangsa Indonesia pun menjadi Taman Sari Dunia dengan politik luar negeri bebas aktif. Namun dimensi eksternal ini tidak akan optimum selama dimensi internalnya belum sempurna dilakukan," ucap Megawati.
Dengan begitu, lanjut Megawati, transformasi sosial bangsa Indonesia tak hanya memikirkan diri sendiri. Bangsa Indonesia, sambungnya, tidak hanya sekedar melakukan social engineering untuk melepaskan berbagai hambatan kemajuan.
Mega menambahkan, dengan adanya prinsip kemanusiaan dan internasionalisme sebagai makna filosofis sila kedua Pancasila, Bangsa Indonesia diajarkan untuk memahami posisi sebagai warga bangsa Indonesia, sekaligus sebagai warga dunia yang baik.
“Dalam perspektif ini, pembangunan suatu bangsa tidak bisa hanya bersifat egosentris atas kepentingan nasionalnya semata, namun harus juga memahami global needs ataupun global concerns,” urai Megawati.
Oleh karena itu, selain berpikir bagaimana untuk maju dalam pembangunan, bangsa Indonesia juga harus memikirkan isu-isu dunia sekaligus. Misalnya, tuntutan agar dunia harus lebih progresif di dalam mengatasi global warming, pencemaran lingkungan, dan biodiversity loss, serta tantangan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi (economic inequality), digitalisasi, dan transisi energi.
“Karena itulah transformasi sosial juga berorientasi pada bumi yang lebih hijau, ramah lingkungan, berorientasi pada green economy, dan beroperasi secara circular dengan meminimalkan dampak dan hasil samping seperti limbah dan emisi Gas Rumah Kaca,” beber Mega.
Lihat Juga: Ciptakan Alat Pembayaran TransJakarta Berbasis Gantungan Kunci, 3 Siswa Ini Raih Emas di KLESF Malaysia
Sebelum penganugerahan, Megawati menyampaikan orasi ilmiah mengenai transformasi sosial Indonesia. Dalam orasinya, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) ini menyampaikan tentang arti penting transformasi sosial sebagai sebuah jalan di mana Indonesia tak hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi juga memikirkan dunia.
Menurutnya, transformasi sosial suatu bangsa tak bisa dilepaskan dari keseluruhan pemahaman terhadap sejarah, budaya, dan juga kondisi geografis Indonesia. Untuk Indonesia sendiri, Megawati menilai, bermuara pada Pancasila yang bukan sekadar falsafah, ideologi, the way of life, dasar dan tujuan bernegara.
"Tapi Pancasila juga merupakan ideologi geopolitik atas cara pandang Indonesia terhadap dunia. Dengan cara pandang ini, Indonesia berperan aktif dalam memperjuangkan tata dunia baru yang bebas dari kolonialisme dan imperialisme,” kata Megawati, Senin (2/10/2023).
Pandangan itu dibuktikan melalui penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika Tahun 1955 di Bandung; Gerakan Non-Blok 1961 di Beograd, juga Pidato Bung Karno di PBB pada 1960 yang dikenal dengan “To Build the World Anew”.
“Keseluruhan dokumen yang berkaitan dengan tiga momen bersejarah tersebut kini telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Memory of the World,” katanya.
Peristiwa itu, kata Mega, menggambarkan transformasi sosial bangsa Indonesia juga memiliki dimensi eksternal berupa tanggung jawab terhadap masa depan dunia yang lebih damai, makmur, berkeadilan, dan berkelanjutan.
"Artinya, Bangsa Indonesia pun menjadi Taman Sari Dunia dengan politik luar negeri bebas aktif. Namun dimensi eksternal ini tidak akan optimum selama dimensi internalnya belum sempurna dilakukan," ucap Megawati.
Dengan begitu, lanjut Megawati, transformasi sosial bangsa Indonesia tak hanya memikirkan diri sendiri. Bangsa Indonesia, sambungnya, tidak hanya sekedar melakukan social engineering untuk melepaskan berbagai hambatan kemajuan.
Mega menambahkan, dengan adanya prinsip kemanusiaan dan internasionalisme sebagai makna filosofis sila kedua Pancasila, Bangsa Indonesia diajarkan untuk memahami posisi sebagai warga bangsa Indonesia, sekaligus sebagai warga dunia yang baik.
“Dalam perspektif ini, pembangunan suatu bangsa tidak bisa hanya bersifat egosentris atas kepentingan nasionalnya semata, namun harus juga memahami global needs ataupun global concerns,” urai Megawati.
Oleh karena itu, selain berpikir bagaimana untuk maju dalam pembangunan, bangsa Indonesia juga harus memikirkan isu-isu dunia sekaligus. Misalnya, tuntutan agar dunia harus lebih progresif di dalam mengatasi global warming, pencemaran lingkungan, dan biodiversity loss, serta tantangan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi (economic inequality), digitalisasi, dan transisi energi.
“Karena itulah transformasi sosial juga berorientasi pada bumi yang lebih hijau, ramah lingkungan, berorientasi pada green economy, dan beroperasi secara circular dengan meminimalkan dampak dan hasil samping seperti limbah dan emisi Gas Rumah Kaca,” beber Mega.
Lihat Juga: Ciptakan Alat Pembayaran TransJakarta Berbasis Gantungan Kunci, 3 Siswa Ini Raih Emas di KLESF Malaysia
(cip)