Apa Plus Minus Perpanjangan Masa Jabatan Panglima TNI?

Selasa, 19 September 2023 - 13:19 WIB
loading...
Apa Plus Minus Perpanjangan Masa Jabatan Panglima TNI?
Wacana perpanjangan masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengemuka belakangan ini. Foto/Dok MPI
A A A
JAKARTA - Wacana perpanjangan masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengemuka belakangan ini. Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menyebut terbuka opsi perpanjangan masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.

Opsi perpanjangan masa jabatan terbuka karena perlu menghadapi Pemilu 2024. "Ya itu opsi, ada opsi perpanjangan, ada opsi pergantian dalam waktu dekat, kedua posisi secara bersamaan ya karena Panglima TNI dan Kasad," kata Meutya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/9/2023).

Kendati demikian, Meutya menyerahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kepala negara apakah akan memperpanjang jabatan Panglima TNI atau mencari penerusnya. "Tapi ini silakan pemerintah godok, khususnya Presiden melihat mana opsi-opsi yang terbaik dari sini, saat ini opsi-opsi masih terbuka, semua opsi masih terbuka," ujarnya.



Legislator Partai Golkar itu menyampaikan bahwa Komisi I DPR belum menerima surat permintaan pergantian Panglima TNI. Komisi I menunggu Presiden Jokowi mengirimkan surat apabila menginginkan ada pergantian.

"Tentu nanti yang kita tunggu adalah nama yang dikirimkan oleh Presiden. Tapi sampai saat ini kita belum ada surat masuk maupun belum mendengar rencana kapan akan dilakukan pergantian," tuturnya.

Laksamana TNI Yudo Margono juga berbicara mengenai peluang perpanjangan jabatan Panglima TNI yang saat ini diembannya. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) itu menyerahkan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi, apakah akan memperpanjang jabatannya hingga Pemilu 2024 atau mencari sosok lain.



"Ya kan hak prerogatif presiden. Yang jelas saya pensiun, 26 November, sesuai umur saya. Kalau diperpanjang dan tidak, ya tentunya sesuai UU maupun hak prerogatif presiden," kata Yudo kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2023).

Laksamana Yudo mengaku siap menerima perintah apa pun dari Presiden Jokowi. Terutama terkait dengan jabatannya sebagai Panglima TNI saat ini.

"Tentara diperintahkan selalu siap. Saya kira semuanya tahulah tentara diperintahkan apa pun ya siap, bukan siap atau tidak, harus siap," katanya. Untuk diketahui, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono akan segera pensiun. Ia akan genap berusia 58 tahun pada 26 November 2023.



Sementara itu, Presiden Jokowi menjawab singkat mengenai wacana perpanjangan masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. Usai meninjau harga sejumlah komoditas pangan di Pasar Bali Mester, Jatinegara, Jakarta Timur, Jokowi diwawancarai awak media, salah satunya mengenai wacana tersebut.

"Masih dalam proses," kata Jokowi di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023).

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Wahyudi Djafar menilai tidak ada sisi positif dari perpanjangan masa jabatan Panglima TNI. “Kalau dari saya sih melihatnya begitu,” kata Wahyudi dihubungi SINDOnews, Selasa (19/9/2023).



Artinya, kata dia, ketika mengusulkan Yudo Margono menggantikan Andika Perkasa sebagai Panglima TNI, seharusnya sudah dihitung kapan masa jabatan Mantan KSAL tersebut akan berakhir sebagai pucuk pimpinan militer Indonesia.
“Artinya kan mestinya sudah antisipatif dari awal sehingga kemudian tidak menggunakan kontestasi politik elektoral yang tentu tidak cukup jadi alasan melakukan perpanjangan terhadap jabatan Panglima TNI,” tuturnya.

Menurut Wahyudi, dalam konteks usulan atau wacana perpanjangan masa jabatan Panglima TNI itu tidak bisa semata-mata hanya terkait dengan proses politik elektoral menjelang Pemilu 2024. “Karena tentu dampaknya yang begitu luas ketika pilihan untuk melakukan perpanjangan terhadap masa jabatan Panglima TNI,” imbuhnya.

Pertama, kata dia, perpanjangan masa jabatan Panglima TNI itu akan mengganggu keseluruhan siklus struktur dari TNI itu sendiri di seluruh matra. “Karena dalam konteks pemilihan Panglima TNI itu dilakukan secara bergilir tiap-tiap angkatan, artinya ketika pilihan perpanjangan itu dilakukan akan mempengaruhi dan berdampak kepada keseluruhan jenjang karier dan jabatan di dalam TNI itu sendiri,” jelasnya.

Kedua, dia mengingatkan bahwa Panglima TNI diberikan tugas dan fungsi yang cukup besar berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI. “Ketika muncul wacana perpanjangan tentu ada risiko bahwa akan ada misalnya penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang dan sebagainya,” ujarnya.

“Karena kan tentu perpanjangan ini kan juga tidak lepas dari proses nego politik, karena kan pemilihan Panglima TNI meskipun hanya melalui mekanisme persetujuan dari DPR, termasuk perpanjangannya, itu kan juga ada proses politik di dalamnya gitu kan,” sambungnya.

Maka itu, menurut dia, justru dikhawatirkan ketika pilihannya adalah memperpanjang masa jabatan Panglima TNI. “Karena menjelang pemilu tentu risiko politiknya juga akan lebih besar ketika muncul wacana perpanjangan itu,” ungkapnya.

Ketiga, dia menuturkan bahwa saat ini ada proses uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait usia pensiun prajurit TNI. “Nah ini kan satu aspek yang tentu mempengaruhi pilihan-pilihan yang dilakukan pemerintah dalam hal ini presiden bersama DPR menentukan berapa sih batasan pensiun dari Panglima TNI, oleh karenanya dalam proses ini tentu penting untuk tetap konsisten pada aturan yang berlaku di UU, ketika di UU diatur usia 58 maka kemudian yang dipakai 58 itu sendiri,” kata dia.

Lebih lanjut dia mengatakan, masa persidangan DPR juga tidak mengalami kendala sampai dengan akhir tahun ini. “Kalau pun kemudian misalnya harus dilakukan pergantian Panglima TNI baru itu juga mestinya tidak ada kendala, karena masih cukup waktu sampai dengan masa pensiun Panglima TNI yang sekarang, tinggal bagaimana presiden mencari calon yang terbaik untuk diproses di DPR, itu satu aspek,” ujarnya.

Menurut dia, pergantian Panglima TNI itu juga akan menata kembali struktur dan sebagainya di semua matra, sehingga kemudian ada penyegaran struktur. “Kemudian bisa lebih antisipatif dalam konteks persiapan Pemilu 2024, karena pergantian ini kan dilakukan sebelum Pemilu 2024,” ujar Wahyudi.

Jika pergantian Panglima TNI itu dilakukan, dia menuturkan sudah ada struktur baru ketika pelaksanaan Pemilu 2024. “Dan yang harus diingat pula bahwa TNI ini kan bukan bagian dari proses kontestasi politik elektoral, itu yang harus dipisahkan,” tuturnya.

Dia mengatakan, jangan kemudian menggunakan alasan kontestasi politik elektoral untuk mempengaruhi bagaimana proses restrukturisasi termasuk pergantian jabatan Panglima TNI misalnya. Karena, lanjut dia, TNI harus dilepaskan dari hiruk pikuk kontestasi politik elektoral.

“Karena TNI kan jelas dia berdiri netral, dia profesional, dia bukan bagian dari proses kontestasi elektoral yang melibatkan partai-partai politik yang kebetulan terlibat di dalam proses pemilihan Panglima TNI kemudian kandidat-kandidat calon presiden misalnya, itu juga harus diperhatikan, mestinya tidak menggunakan alasan kontestasi politik elektoral untuk kemudian memperpanjang atau tidak memperpanjang jabatan Panglima TNI,” pungkasnya.

Hal senada juga dikatakan oleh Direktur Imparsial Ghufron Mabruri. Ghufron menilai tidak ada urgensinya memperpanjang masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.

“Menurut saya, tidak urgensi baik internal maupun eksternal yang mendukung perpanjangan masa jabatan panglima TNI. Selain itu, masa dinas perwira TNI sudah diatur dengan jelas di dalam UU TNI yaitu sampai 58 tahun dan setelah itu harus pensiun,” kata Ghufron kepada SINDOnews, Selasa (19/9/2023).

Dalam konteks tersebut, kata dia, baik Presiden maupun DPR harus tetap mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI. “Jangan memaksakan kebijakan yang tidak ada dasarnya dan justru berdampak negatif terutama terhadap dinamika internal TNI,” tuturnya.

Dia mengakui Indonesia saat ini tengah memasuki tahun politik. “Tapi dinamika politik tersebut bukan alasan yang tepat dan tidak menunjukkan adanya urgensi untuk memperpanjang masa jabatan Panglima TNI,” katanya.

Dengan demikian, lanjut Ghufron, pergantian Panglima TNI harus dilihat sebagai proses yang biasa. Dia menuturkan, mekanismenya sudah dibentuk, dan secara internal TNI sendiri telah memiliki sistem yang baku dan telah dijalankan selama ini.

“Yang dikhawatirkan dari perpanjangan masa jabatan Panglima TNI saat ini akan berdampak terhadap pengelolaan jenjang karier dan kepangkatan di level perwira TNI,” pungkasnya.

Pengamat Militer dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Sidratahta Mukhtar pun merespons pernyataan Ketua Komisi I Meutya Hafid yang mengungkap ada opsi perpanjangan masa jabatan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman.

“Berdasarkan opsi yang diajukan Komisi I DPR tersebut, maka menurut saya, pertama-tama harus mengacu kepada pertimbangan Presiden Jokowi. Mengingat landasan awal keterlibatan DPR (legislatif) dalam penentuan pengangkatan dan atau perpanjangan masa jabatan Panglima dan KSAD adalah agar format seleksi Panglima TNI memiliki legitimasi, akuntabilitas, dan demokratis,” ujarnya dihubungi terpisah.

Jadi, kata dia, Komisi I DPR perlu terlebih dahulu mendengarkan asesmen pertahanan dan keamanan jelang Pemilu 2024 dari Presiden Jokowi. “Kita realistis aja menilainya, Pemilu 2024 sudah di depan mata, awal Oktober 2023 sudah mulai masuk ke tahap-tahap krusial dari pilpres, masa iya, di saat yang sama, DPR dan pemerintah sibuk ngurus fit and proper test yang biasanya mengundang perdebatan dan power interplay antarkekuatan-kekuatan politik yang ada baik DPR, publik, dan TNI sendiri,” kata Sidratahta.

Menurut dia, hal tersebut merupakan satu risiko. “Pemilihan Panglima TNI yang terlalu kompromis dan akomodatif untuk mengganti panglima yang menjabat hanya setahun. Kapolri juga pernah menjabat cuma 13 bulan,” ujarnya yang juga penulis buku militer dan demokrasi dan alumni studi APCSS, IndoPacific Command, Amerika Serikat ini.

“Padahal sebagai institusi keamanan nasional, peran TNI sebagai penjaga kedaulatan negara dan menjaga agar demokratisasi dan pilpres berjalan dengan baik tetap diperlukan. Sesuai doktrin TNI, bahwa TNI mengurusi ancaman internal, tidak ofensif seperti militer kawasan Barat,” pungkasnya.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1975 seconds (0.1#10.140)