Pengamat Militer Yakin MK Tolak Gugatan Usia Pensiun TNI, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Permohonan uji materi Pasal 53 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang mengatur batas usia pensiun prajurit TNI diprediksi ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini menjadi bagian dari analisis yang dilakukan pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi.
Fahmi menyampaikan bahwa, permohonan uji materi ini sebenarnya bukan baru pertama kalinya dilakukan. Permohonan sebelumnya menyodorkan sejumlah masalah terkait perbedaan ketentuan batas usia pensiun TNI dengan batas usia pensiun ASN dan Polri yang lebih rinci, kategoris, dan memiliki opsi perpanjangan bagi personel dengan keahlian khusus dan jabatan pimpinan tinggi pratama ke atas.
"Pada uji materi sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak seluruh permohonan yang diajukan. Alasannya, ketentuan batas usia pensiun merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang," katanya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (18/9/2023).
Dia menjelaskan, ketentuan itu sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dinamika, tuntutan kebutuhan perkembangan dan sesuai dengan jenis serta spesifikasi dan kualifikasi jabatan tersebut atau dapat melalui upaya legislative review.
Dari putusan majelis hakim MK itu, menurut Fahmi, jelas bahwa ketentuan mengenai batas usia pensiun prajurit TNI bukanlah hal yang memang diatur secara detail oleh konstitusi. Artinya, review terhadap petitum yang diajukan pemohon akan lebih tepat jika disampaikan kepada pembentuk undang-undang, dalam hal ini DPR dan pemerintah, ketimbang ditentukan atau diputuskan oleh MK.
"Mengacu pada putusan MK sebelumnya, saya kira uji materi yang dimohonkan oleh Laksda Kresno Buntoro dkk akan bernasib kurang lebih serupa, ditolak oleh MK," ujarnya.
"Apalagi dalam persidangan saat itu, baik Presiden, DPR maupun Panglima TNI sebagai pihak terkait sama-sama menerangkan bahwa perubahan UU TNI termasuk mengenai batas usia pensiun prajurit, telah tercantum dalam Daftar Prolegnas 2020-2024," tuturnya.
Tapi, demi kepastian hukum, katanya, meski tidak mengabulkan permohonan, pada saat yang sama MK kemudian memerintahkan agar pembentuk undang-undang segera melaksanakan proses perubahan UU TNI dan memprioritaskan pembahasannya.
"Karena itulah, ketika terjadi polemik urgensitas perubahan UU TNI beberapa waktu lalu, saya mengemukakan perintah MK itu sebagai salah satu alasan mengapa perubahan UU TNI menjadi urgen," katanya.
Secara substansi, menurut Fahmi, sejumlah petitum yang diajukan Kababinkum TNI itu juga merupakan hal yang memerlukan kajian akademis dan komprehensif karena akan menyangkut identifikasi kebutuhan, dinamika maupun agar dapat lebih banyak menyerap dan mengakomodasi ragam pendapat.
"Sehingga, akan lebih tepat jika batas usia pensiun itu dibahas dalam kerangka proses perubahan UU TNI di DPR, bukan di MK," ujar dia.
Bagaimana jika ternyata permohonan itu dikabulkan oleh MK? Menurut dia, probabilitasnya sangat rendah. Apalagi ada banyak implikasi dan dampak jika permohonan itu dikabulkan. Fahmi merasa MK akan dengan bijaksana mengarahkannya kepada proses legislasi oleh DPR dan pemerintah.
"Namun jika terjadi sekalipun, ya tinggal dilaksanakan. Bahwa pengabulan permohonan itu kemudian dapat berkonsekuensi pada mundurnya batas usia pensiun Laksamana Yudo Margono dan Jenderal Dudung, ya tinggal dilakukan penyesuaian saja sesuai kebutuhan Presiden," kata dia.
Meskipun batas usia pensiun berubah menjadi 60 tahun, pengakhiran masa jabatan Panglima TNI dan kepala staf angkatan tetap dapat dilakukan kapan saja. Tidak ada ketentuan yang membatasi atau mengharuskan pergantian dilakukan ketika pejabat lama memasuki batas usia pensiun.
"Itu hak prerogatif Presiden, kita tidak perlu terlalu jauh berspekulasi. Baik MK maupun Presiden saya kira tidak akan gegabah, apalagi jika itu akan mempengaruhi perputaran roda organisasi," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro bersama lima pemohon lainnya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 53 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam petitumnya, para pemohon meminta agar usia pensiun prajurit dinaikkan dari 58 menjadi 60 tahun.
Kuasa hukum Kababinkum dan lima pemohon, Viktor Santoso Tandiasa membenarkan bahwa kliennya mengajukan uji materi Pasal 53 UU TNI terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
"Kami menguji Pasal 53 UU TNI terhadap UUD 1945 yang berbunyi ‘Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama’," kata Viktor, Jumat (8/9/2023).
Viktor menjelaskan, pemohon I Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro saat ini berusia 56 tahun dan akan diberhentikan dengan hormat pada usia 58 tahun. Pasal 53 UU TNI dinilai merugikan bagi pemohon I karena yang bersangkutan masih sehat dan produktif dalam menjalankan tugas keprajuritan.
"Pemohon I menjadi tidak mendapatkan kesempatan untuk tetap mengabdi dan menjalankan tugas keprajuritan hingga usia 60 tahun," ucapnya.
Kemudian pemohon II Kolonel Chk TNI Sumaryo dan pemohon III Sersan Kepala TNI Suwardi, masing-masing akan diberhentikan dengan hormat pada usia 58 tahun dan 53 tahun. Pemohon II adalah prajurit TNI dengan pangkat kolonel. Pemohon III juga adalah prajurit TNI aktif dengan pangkat sersan kepala.
"Kondisi tersebut merugikan hak konstitusional pemohon II dan pemohon III karena tidak ada kepastian hukum yang adil dan persamaan di hadapan hukum," katanya.
Selanjutnya, Viktor menyebut pemohon IV Kolonel TNI (Purn) Lasman Nahampun, pemohon V Kolonel TNI (Purn) Eko Haryanto, dan pemohon VI Letnan Dua TNI (Purn) Sumanto juga dirugikan hak konstitusionalnya.
"Pemohon IV, V, dan VI yang telah berstatus purnawirawan TNI tersebut mengalami kerugian dengan adanya norma Pasal 53 UU TNI, sebab pemohon masih memiliki kondisi fisik yang sehat dan mampu menjalankan tugas keprajuritan," katanya.
"Terhadap kerugian yang dialami oleh pemohon IV, V, dan VI, apabila dilihat secara kondisi fisik, masih dalam kategori sangat sehat dan masih sangat mampu untuk melaksanakan tugas keprajuritan hingga pada usia 60 tahun," sambungnya.
Viktor juga mempertimbangkan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur profesi abdi negara, seperti Polri, ASN, jaksa, guru, dosen, dan hakim. Menurutnya, peraturan yang mengatur usia pensiun TNI tidak sepadan atau timpang terlalu jauh dengan abdi negara lainnya.
"Ternyata menentukan batas usia pensiun mencapai 60 tahun, bahkan mencapai paling tinggi 70 tahun, sedangkan batas usia masa dinas prajurit TNI yang diatur dalam Pasal 53 UU 34 Tahun 2004 sangat tidak sepadan atau setidak-tidaknya timpang terlampau jauh dengan ketentuan usia pensiun profesi abdi negara lainnya," katanya.
"Atas dasar tersebut di atas, para pemohon dalam petitumnya meminta usia pensiun prajurit TNI diubah menjadi 60 tahun; atau 60 tahun bagi perwira dan 58 tahun bagi bintara dan tamtama; atau dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 tahun bagi seluruh perwira dalam dinas keprajuritan TNI sepanjang masih dibutuhkan untuk kepentingan negara," katanya.
Fahmi menyampaikan bahwa, permohonan uji materi ini sebenarnya bukan baru pertama kalinya dilakukan. Permohonan sebelumnya menyodorkan sejumlah masalah terkait perbedaan ketentuan batas usia pensiun TNI dengan batas usia pensiun ASN dan Polri yang lebih rinci, kategoris, dan memiliki opsi perpanjangan bagi personel dengan keahlian khusus dan jabatan pimpinan tinggi pratama ke atas.
"Pada uji materi sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak seluruh permohonan yang diajukan. Alasannya, ketentuan batas usia pensiun merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang," katanya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (18/9/2023).
Dia menjelaskan, ketentuan itu sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dinamika, tuntutan kebutuhan perkembangan dan sesuai dengan jenis serta spesifikasi dan kualifikasi jabatan tersebut atau dapat melalui upaya legislative review.
Dari putusan majelis hakim MK itu, menurut Fahmi, jelas bahwa ketentuan mengenai batas usia pensiun prajurit TNI bukanlah hal yang memang diatur secara detail oleh konstitusi. Artinya, review terhadap petitum yang diajukan pemohon akan lebih tepat jika disampaikan kepada pembentuk undang-undang, dalam hal ini DPR dan pemerintah, ketimbang ditentukan atau diputuskan oleh MK.
"Mengacu pada putusan MK sebelumnya, saya kira uji materi yang dimohonkan oleh Laksda Kresno Buntoro dkk akan bernasib kurang lebih serupa, ditolak oleh MK," ujarnya.
"Apalagi dalam persidangan saat itu, baik Presiden, DPR maupun Panglima TNI sebagai pihak terkait sama-sama menerangkan bahwa perubahan UU TNI termasuk mengenai batas usia pensiun prajurit, telah tercantum dalam Daftar Prolegnas 2020-2024," tuturnya.
Tapi, demi kepastian hukum, katanya, meski tidak mengabulkan permohonan, pada saat yang sama MK kemudian memerintahkan agar pembentuk undang-undang segera melaksanakan proses perubahan UU TNI dan memprioritaskan pembahasannya.
"Karena itulah, ketika terjadi polemik urgensitas perubahan UU TNI beberapa waktu lalu, saya mengemukakan perintah MK itu sebagai salah satu alasan mengapa perubahan UU TNI menjadi urgen," katanya.
Secara substansi, menurut Fahmi, sejumlah petitum yang diajukan Kababinkum TNI itu juga merupakan hal yang memerlukan kajian akademis dan komprehensif karena akan menyangkut identifikasi kebutuhan, dinamika maupun agar dapat lebih banyak menyerap dan mengakomodasi ragam pendapat.
"Sehingga, akan lebih tepat jika batas usia pensiun itu dibahas dalam kerangka proses perubahan UU TNI di DPR, bukan di MK," ujar dia.
Bagaimana jika ternyata permohonan itu dikabulkan oleh MK? Menurut dia, probabilitasnya sangat rendah. Apalagi ada banyak implikasi dan dampak jika permohonan itu dikabulkan. Fahmi merasa MK akan dengan bijaksana mengarahkannya kepada proses legislasi oleh DPR dan pemerintah.
"Namun jika terjadi sekalipun, ya tinggal dilaksanakan. Bahwa pengabulan permohonan itu kemudian dapat berkonsekuensi pada mundurnya batas usia pensiun Laksamana Yudo Margono dan Jenderal Dudung, ya tinggal dilakukan penyesuaian saja sesuai kebutuhan Presiden," kata dia.
Meskipun batas usia pensiun berubah menjadi 60 tahun, pengakhiran masa jabatan Panglima TNI dan kepala staf angkatan tetap dapat dilakukan kapan saja. Tidak ada ketentuan yang membatasi atau mengharuskan pergantian dilakukan ketika pejabat lama memasuki batas usia pensiun.
"Itu hak prerogatif Presiden, kita tidak perlu terlalu jauh berspekulasi. Baik MK maupun Presiden saya kira tidak akan gegabah, apalagi jika itu akan mempengaruhi perputaran roda organisasi," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda (Laksda) Kresno Buntoro bersama lima pemohon lainnya mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 53 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam petitumnya, para pemohon meminta agar usia pensiun prajurit dinaikkan dari 58 menjadi 60 tahun.
Kuasa hukum Kababinkum dan lima pemohon, Viktor Santoso Tandiasa membenarkan bahwa kliennya mengajukan uji materi Pasal 53 UU TNI terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
"Kami menguji Pasal 53 UU TNI terhadap UUD 1945 yang berbunyi ‘Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama’," kata Viktor, Jumat (8/9/2023).
Viktor menjelaskan, pemohon I Laksamana Muda TNI Kresno Buntoro saat ini berusia 56 tahun dan akan diberhentikan dengan hormat pada usia 58 tahun. Pasal 53 UU TNI dinilai merugikan bagi pemohon I karena yang bersangkutan masih sehat dan produktif dalam menjalankan tugas keprajuritan.
"Pemohon I menjadi tidak mendapatkan kesempatan untuk tetap mengabdi dan menjalankan tugas keprajuritan hingga usia 60 tahun," ucapnya.
Kemudian pemohon II Kolonel Chk TNI Sumaryo dan pemohon III Sersan Kepala TNI Suwardi, masing-masing akan diberhentikan dengan hormat pada usia 58 tahun dan 53 tahun. Pemohon II adalah prajurit TNI dengan pangkat kolonel. Pemohon III juga adalah prajurit TNI aktif dengan pangkat sersan kepala.
"Kondisi tersebut merugikan hak konstitusional pemohon II dan pemohon III karena tidak ada kepastian hukum yang adil dan persamaan di hadapan hukum," katanya.
Selanjutnya, Viktor menyebut pemohon IV Kolonel TNI (Purn) Lasman Nahampun, pemohon V Kolonel TNI (Purn) Eko Haryanto, dan pemohon VI Letnan Dua TNI (Purn) Sumanto juga dirugikan hak konstitusionalnya.
Baca Juga
"Pemohon IV, V, dan VI yang telah berstatus purnawirawan TNI tersebut mengalami kerugian dengan adanya norma Pasal 53 UU TNI, sebab pemohon masih memiliki kondisi fisik yang sehat dan mampu menjalankan tugas keprajuritan," katanya.
"Terhadap kerugian yang dialami oleh pemohon IV, V, dan VI, apabila dilihat secara kondisi fisik, masih dalam kategori sangat sehat dan masih sangat mampu untuk melaksanakan tugas keprajuritan hingga pada usia 60 tahun," sambungnya.
Viktor juga mempertimbangkan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur profesi abdi negara, seperti Polri, ASN, jaksa, guru, dosen, dan hakim. Menurutnya, peraturan yang mengatur usia pensiun TNI tidak sepadan atau timpang terlalu jauh dengan abdi negara lainnya.
"Ternyata menentukan batas usia pensiun mencapai 60 tahun, bahkan mencapai paling tinggi 70 tahun, sedangkan batas usia masa dinas prajurit TNI yang diatur dalam Pasal 53 UU 34 Tahun 2004 sangat tidak sepadan atau setidak-tidaknya timpang terlampau jauh dengan ketentuan usia pensiun profesi abdi negara lainnya," katanya.
"Atas dasar tersebut di atas, para pemohon dalam petitumnya meminta usia pensiun prajurit TNI diubah menjadi 60 tahun; atau 60 tahun bagi perwira dan 58 tahun bagi bintara dan tamtama; atau dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 tahun bagi seluruh perwira dalam dinas keprajuritan TNI sepanjang masih dibutuhkan untuk kepentingan negara," katanya.
(zik)