DPD Tuntut Aturan Ganti Rugi Keuangan Negara Disempurnakan

Jum'at, 05 Mei 2017 - 13:22 WIB
DPD Tuntut Aturan Ganti Rugi Keuangan Negara Disempurnakan
DPD Tuntut Aturan Ganti Rugi Keuangan Negara Disempurnakan
A A A
JAKARTA - Badan Akuntabilitas Publik (BAP) Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kejaksaan Agung sepakat meninjau kembali Pasal 65 UU No 1/2004 dan PP No 38/2016 mengenai pengertian masa kedaluwarsa tuntutan ganti rugi atas kasus yang merugikan negara. BAP DPD menuntut Pasal 65 UU 1/2004 dan PP 38/2016 disempurnakan dalam rangka kepastian hukum terutama tentang masa kedaluwarsa agar tidak disalahgunakan.

Kedua peraturan tersebut dianggap menimbulkan multitafsir bagi pihak yang dirugikan apakah masa kadaluwarsa dihitung setelah dilakukan tuntutan ganti rugi atau pada saat terjadinya kerugian negara. Akibatnya tindak lanjut terhadap penuntutan ganti rugi atas kasus penyimpangan anggaran menjadi tidak maksimal.

Masa kedaluwarsa tuntutan ganti rugi menurut Pasal 65 UU No 1/2004 terhitung 5 tahun sejak diketahuinya kerugian dan 8 tahun terhitung sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap pelakunya.

Ketua BAP DPD Abdul Gafar Usman menjelaskan jika dihitung 8 tahun sejak terjadinya kerugian negara, maka kerugian keuangan negara yang terjadi 2005-2008 tidak dapat dilakukan tuntutan ganti rugi karena telah kedaluwarsa berturut-turut pada 2014, 2015, 2016, 2017. Demikian pula terhadap kerugian negara yang terjadi pada 2009. Apabila tidak diproses tuntutan ganti ruginya sampai dengan 2017 juga akan kedaluwarsa pada 2018.

”Dalam IHPS I tahun 2016 masih terdapat rekomendasi hasil pemeriksaan BPK sejak 2005 sampai dengan 2009 yang masih belum ditindaklanjuti sehingga menjadi persoalan dalam penyelesaiannya,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) BAP DPD tentang Masalah Kedaluwarsa terkait tuntutan ganti rugi kerugian negara/daerah yang berlangsung di Aryaduta Lippo Village & Country Club Tangerang, Kamis 4 Maret 2017 dalam rilis yang diterima SINDOnews.

Direktur Tata usaha Negara Kejaksaan Agung Johanis Tanak mengatakan, PP No 38/2016 berpotensi multitafsir dan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial. Selain itu pejabat yang diberi kewenangan terkait penyelesaian kerugian negara cenderung mengabaikan untuk menindaklanjuti sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana kepada pelaku

”Pejabat yang berwenang terkait kasus kerugian keuangan negara tidak melaporkan kepada penegak hukum sebelum terjadinya kedaluwarsa perkara tersebut sebagaimana diatur dalam pasal 48 dan 49 PP No 38/2016," katanya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1231 seconds (0.1#10.140)