Perkuat Pertahanan, Eks Panglima TNI Dorong Pengadaan Drone dan Perbanyak Pertemanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan geopolitik dunia yang dipenuhi ketidakpastian harus diantisipasi dengan strategi pertahanan yang jitu dan cocok dengan kondisi ekonomi dan politik dalam Indonesia. Salah satu cara yang rasional adalah menjalin hubungan pertemanan dengan sebanyak-banyaknya negara untuk menghindari konflik dengan negara lain.
Karena untuk saat ini, kekuatan militer Indonesia belum bisa berbuat banyak dalam menghadapi konflik yang mungkin timbul di ranah internasional.
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa mengatakan, memiliki alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang canggih memang penting dimiliki sebuah negara termasuk Indonesia. Namun, hal itu harus disesuaikan dengan anggaran pertahanan Indonesia yang tidak terlalu besar.
Andika menggambarkan bagaimana Amerika Serikat yang memiliki anggaran militer sekitar USD836 miliar memiliki keterbatasan ketika harus ikut dalam medan pertempuran di Ukraina melawan Rusia. Menurut Andika, Amerika telah mengirimkan banyak persenjataan ke Ukraina agar bisa bertahan melawan Rusia.
Namun, persenjataan yang dikirimkan telah menggerus cadangan alutsista yang dimiliki Paman Sam. Misalnya AS membantu 8.500 senjata pundak antitank yang merupakan sepertiga cadangan yang dimilikinya. Belum lagi sekitar 2 juta peluru meriam 155 milimeter yang telah dikirim AS ke Ukraina.
"Ukraina menghabiskan 3.000 butir per hari untuk melawan Rusia. Jadi habisnya cepat banget. Padahal itu seperlima stok yang dimiliki AS,’’ jelasnya saat diskusi bertajuk “Kamu Bertanya Jenderal Andika Perkasa Menjawab” yang diadakan ISDS di Jakarta, Kamis (14/9/2023).
Belum lagi, bagaimana AS juga harus melindungi Taiwan dari kemungkinan diinvasi oleh China. Dalam simulasi yang dilakukan CSIS Amerika sebanyak 24 kali, diprediksi AS bakal kehilangan 3.000 tentara tewas. Jika konflik terjadi di Selat Taiwan, peluru antikapal yang dimiliki AS akan habis dalam waktu 3 hari.
Dari gambaran tersebut, Andika menguraikan bahwa AS yang memiliki anggaran besar tidak akan bisa bertahan lama ketika harus terjadi perang dalam skala besar. Karena memang perang sangat mahal biayanya. Bandingkan dengan anggaran militer Indonesia hanya sekitar USD8 miliar. ‘’Jadi bisa dibayangkan AS yang memiliki setengah anggaran militer dunia dan menguasai seperempat ekonomi dunia pun tidak bisa bertahan lama,’’ jelasnya.
Karena untuk saat ini, kekuatan militer Indonesia belum bisa berbuat banyak dalam menghadapi konflik yang mungkin timbul di ranah internasional.
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa mengatakan, memiliki alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang canggih memang penting dimiliki sebuah negara termasuk Indonesia. Namun, hal itu harus disesuaikan dengan anggaran pertahanan Indonesia yang tidak terlalu besar.
Andika menggambarkan bagaimana Amerika Serikat yang memiliki anggaran militer sekitar USD836 miliar memiliki keterbatasan ketika harus ikut dalam medan pertempuran di Ukraina melawan Rusia. Menurut Andika, Amerika telah mengirimkan banyak persenjataan ke Ukraina agar bisa bertahan melawan Rusia.
Namun, persenjataan yang dikirimkan telah menggerus cadangan alutsista yang dimiliki Paman Sam. Misalnya AS membantu 8.500 senjata pundak antitank yang merupakan sepertiga cadangan yang dimilikinya. Belum lagi sekitar 2 juta peluru meriam 155 milimeter yang telah dikirim AS ke Ukraina.
"Ukraina menghabiskan 3.000 butir per hari untuk melawan Rusia. Jadi habisnya cepat banget. Padahal itu seperlima stok yang dimiliki AS,’’ jelasnya saat diskusi bertajuk “Kamu Bertanya Jenderal Andika Perkasa Menjawab” yang diadakan ISDS di Jakarta, Kamis (14/9/2023).
Belum lagi, bagaimana AS juga harus melindungi Taiwan dari kemungkinan diinvasi oleh China. Dalam simulasi yang dilakukan CSIS Amerika sebanyak 24 kali, diprediksi AS bakal kehilangan 3.000 tentara tewas. Jika konflik terjadi di Selat Taiwan, peluru antikapal yang dimiliki AS akan habis dalam waktu 3 hari.
Dari gambaran tersebut, Andika menguraikan bahwa AS yang memiliki anggaran besar tidak akan bisa bertahan lama ketika harus terjadi perang dalam skala besar. Karena memang perang sangat mahal biayanya. Bandingkan dengan anggaran militer Indonesia hanya sekitar USD8 miliar. ‘’Jadi bisa dibayangkan AS yang memiliki setengah anggaran militer dunia dan menguasai seperempat ekonomi dunia pun tidak bisa bertahan lama,’’ jelasnya.