Suap Visa KBRI, KPK Tahan Atase Imigrasi KBRI Malaysia

Jum'at, 21 April 2017 - 17:41 WIB
Suap Visa KBRI, KPK...
Suap Visa KBRI, KPK Tahan Atase Imigrasi KBRI Malaysia
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan ‎Atase Imigrasi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur, Malaysia (nonaktif) Dwi Widodo, Jumat (21/4/2017). Dwi Widodo tampak merampungkan pemeriksaan sebagai tersangka sekitar pukul 16.58 WIB.

Saat menuruni tangga dari lantai dua ruang pemeriksaan menuju ruang steril Gedung Merah Putih KPK, kemeja hitam Dwi sudah berbalut rompi tahanan KPK oranye bergaris hitam. Saat keluar, Dwi enggan memberikan komentar apapun terkait kasus dan penahanannya.

Dwi Widodo merupakan tersangka penerima suap proses penerbitan paspor RI dengan metode reach out 2016 dan proses penerbitan calling visa 2013- 2016 di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia. Sebagai Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur, Malaysia dan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), Dwi diduga menerima suap Rp1 miliar dalam penerbitan paspor reach out dan proses penerbitan calling visa tersebut.

Dwi Widodo sebelumnya pernah menjabat sebagai kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tembilahan, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau dan kepala Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur pada 2012-2013. Setelah dari Tanjung Perak, Dwi kemudian ditugaskan atau diperbantukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk menjadi atase imigrasi di KBRI Malaysia.

Pengumuman penetapan Dwi Widodo sebagai tersangka disampaikan KPK pada Selasa, 7 Februari 2017 lalu. Dwi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. ‎

Yans Jailani selaku kuasa hukum Dwi Widodo menyatakan, dengan pemeriksaan hari ini kliennya sudah diperiksa tiga kali sebagai tersangka. Dalam pemeriksaan, kliennya dikonfirmasi tentang permasalahan atau dugaan penerimaan terkait kelebihan pembayaran uang visa.

Dia memastikan, Dwi ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK yang terletak di Pomdam Jaya, Guntur "Itu saja. Jadi penahanan biasa 20 hari. (Dwi Widodo ditahan) di Guntur," ujar Yans di depan kompleks Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sore ini.

Dia mengindikasikan dalam pemeriksaan kliennya memang mengakui ada penerimaan uang suap. Hanya saja, Yans mengaku tidak bisa menyampaikan secara rinci karena masuk materi perkara.

"Karena kalau memang ada, kita tahu sendiri kan KPK punya alat bukti. Nanti mungkin akan disampaikan," tandasnya.

Sebelumnya, KPK memastikan ada beberapa modus yang dilakukan Dwi Widodo dalam penerimaan suap. Pertama, Dwi diduga meminta sejumlah perusahaan untuk menjadi agen atau calo atau makelar untuk menyasar tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di perusahaan yang sudah habis masa berlaku atau paspor dan visanya rusak serta tidak bisa mengurus langsung di KBRI.

Kedua dari pengurusan tersebut, Dwi meminta perusahaan makelar agar memberikan sejumlah uang kepadanya. Pungutan yang dilakukan tersebut melebihi tarif resmi. Ketiga, Dwi meminta pihak agen perusahaan yang menjadi kuasa atau penjamin warga negara asing untuk mengirimkan sejumlah uang ke rekening pribadinya sebagai imbalan atas bantuan yang diberikannya.

Dari temuan KPK, kebijakan KBRI terkait mekanisme pembuatan atau penerbitan paspor bagi WNI/TKI di Malaysia yang hilang atau rusak memiliki dua mekanisme. Pertama, mekanisme biasa, di mana pemohon paspor datang langsung ke KBRI pada hari dan jam kerja. Kedua, melalui mekanisme reach out.

Caranya, pihak imigrasi KBRI mendatangi pemohon di lokasi yang berada di lokasi di luar KBRI atau kantong-kantong TKI dan dilakukan di luar hari dan jam kerja. Celah inilah yang dimanfaatkan Dwi. Padahal sebenarnya perusahaan tersebut tidak punya kapasitas sehingga TKI harus membayar tarif yang lebih besar.

Kasus ini bermula dari inspeksi pelayanan publik yang dilakukan Malaysian Anti-Corruption Commission (MACC) atau KPK Malaysia di Kuala Lumpur terkait pelayanan paspor dengan metode reach out dan calling visa.

Karena itu, penanganan kasus dugaan suap pengurusan penerbitan paspor dan visa ini hasil kerja sama antara KPK dan MACC sejak pertengahan 2016. Saat ini, kedua lembaga, MACC dan KPK sedang melakukan penyidikan terkait subjek hukum dalam kewenangan masing-masing.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6395 seconds (0.1#10.140)