Parpol Bakal Kesulitan Usung Kepala Daerah Jika Pilkada 2024 Dimajukan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana agar Pilkada 2024 dimajukan dari November menjadi September 2024 mendapat sorotan dari sejumlah kalangan. Salah satunya Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Berkarya Fauzan Rachmansyah.
Menurut Fauzan, jika pilkada menggunakan suara 2024 akan terjadi ketidakpastian dalam penyelenggaraannya, berbeda jika menggunakan suara 2019 selayaknya pilpres. Sebab jika Pilkada 2024 dimajukan September, maka akan menyulitkan partai – partai untuk mengusung dan mendukung calon kepala daerah. Sebab, hasil Pileg 2024 pastinya masih akan rentan terjadinya gugatan. Apalagi jika pilpres terselenggara dua putaran, maka situasi akan semakin rumit dan kompleks.
“Ini kan pemilu serentak 2024 adalah sinkronisasi. Harusnya pilkada juga menggunakan suara Pemilu 2019 agar memudahkan semuanya seperti pemilihan presiden yang menggunakan suara 2019. Jadi ini akan memudahkan partai-partai pengusung dan pendukung, tanpa harus melihat hasil Pileg 2024, yang pastinya masih rawan gugatan. Jika menggunakan pilkada menggunakan hasil suara 2024 namanya grusa-grusu” kata Fauzan, Jumat (8/9/2023).
Menurut Fauzan, jika pilkada menggunakan suara 2019 tentu tidak menimbulkan masalah baru terkait sengketa pemilu DPRD tingkat I dan II. Sehingga wacana dimajukannya pilkada pada September 2023 dapat dengan mudah terlaksana. “Tahapan pemilu pun akan mudah untuk KPU sebagai penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Atau opsi lainnya, lanjut Fauzan, pilpres yang diundur mengikuti Presidential Threshold (PT) menggunakan suara Pemilu 2024. Sehingga, pemilu yang diselenggarakan benar-benar serentak menggunakan hasil di Pemilu 2024.
“Jadi semuanya benar-benar serentak, dan seragam, itu baru namanya sistem yang baik. Sebab, aneh rasanya, pemilihan presiden menggunakan suara 2019 tapi pilkada menggunakan suara 2024 sedangkan sama-sama dilakukan pada 2024,” ujarnya.
Menurutnya, dengan sistem pemilu yang lebih ringkas dan sistematis akan mereduksi berbagai dampak kegaduhan yang akan ditimbulkan di tahun pemilu serentak. Sehingga, pemerintah bisa terus menjalankan pembangunan tanpa adanya kegaduhan politik yang serius. “Pembangunan pun juga bisa dilakukan sejalan antara pemerintah pusat dan daerah ke depannya,” ujarnya.
Menurut Fauzan, jika pilkada menggunakan suara 2024 akan terjadi ketidakpastian dalam penyelenggaraannya, berbeda jika menggunakan suara 2019 selayaknya pilpres. Sebab jika Pilkada 2024 dimajukan September, maka akan menyulitkan partai – partai untuk mengusung dan mendukung calon kepala daerah. Sebab, hasil Pileg 2024 pastinya masih akan rentan terjadinya gugatan. Apalagi jika pilpres terselenggara dua putaran, maka situasi akan semakin rumit dan kompleks.
“Ini kan pemilu serentak 2024 adalah sinkronisasi. Harusnya pilkada juga menggunakan suara Pemilu 2019 agar memudahkan semuanya seperti pemilihan presiden yang menggunakan suara 2019. Jadi ini akan memudahkan partai-partai pengusung dan pendukung, tanpa harus melihat hasil Pileg 2024, yang pastinya masih rawan gugatan. Jika menggunakan pilkada menggunakan hasil suara 2024 namanya grusa-grusu” kata Fauzan, Jumat (8/9/2023).
Menurut Fauzan, jika pilkada menggunakan suara 2019 tentu tidak menimbulkan masalah baru terkait sengketa pemilu DPRD tingkat I dan II. Sehingga wacana dimajukannya pilkada pada September 2023 dapat dengan mudah terlaksana. “Tahapan pemilu pun akan mudah untuk KPU sebagai penyelenggara pemilu,” ujarnya.
Atau opsi lainnya, lanjut Fauzan, pilpres yang diundur mengikuti Presidential Threshold (PT) menggunakan suara Pemilu 2024. Sehingga, pemilu yang diselenggarakan benar-benar serentak menggunakan hasil di Pemilu 2024.
“Jadi semuanya benar-benar serentak, dan seragam, itu baru namanya sistem yang baik. Sebab, aneh rasanya, pemilihan presiden menggunakan suara 2019 tapi pilkada menggunakan suara 2024 sedangkan sama-sama dilakukan pada 2024,” ujarnya.
Menurutnya, dengan sistem pemilu yang lebih ringkas dan sistematis akan mereduksi berbagai dampak kegaduhan yang akan ditimbulkan di tahun pemilu serentak. Sehingga, pemerintah bisa terus menjalankan pembangunan tanpa adanya kegaduhan politik yang serius. “Pembangunan pun juga bisa dilakukan sejalan antara pemerintah pusat dan daerah ke depannya,” ujarnya.
(cip)