Pilkada Serentak dan Antisipasi Keamanan Nasional

Senin, 04 September 2023 - 13:24 WIB
loading...
Pilkada Serentak dan...
Dr Anang Puji Utama, Pengajar Tetap Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Dr Anang Puji Utama
Pengajar Tetap Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan

AGENDA politik terbesar akan diselenggarakan di tahun 2024. Dimulai pada 14 Februari 2024 dengan Pilpres. Bersamaan dengan itu diseleggarakan juga pemilihan anggota legislatif yang meliputi pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD Provinisi dan DPRD kabupaten/kota.

Apabila pemilihan presiden harus dilakukan dalam dua putaran, maka akan dilakukan pemilihan putaran kedua pada 26 Juni 2024. Selanjutnya pelantikan anggota legislatif pada 1 Oktober 2024, sedangkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih dilakukan pada 20 Oktober 2024.

Sekitar satu bulan setelah pelantikan tersebut, akan diselenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak pada 27 November 2024. Pilkada ini akan diadakan di 548 daerah terdiri 415 kabupaten, 98 kota dan 37 provinsi atau seluruh daerah di Indonesia.

Pilkada serentak akan diselenggarakan pada kondisi pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif yang masih sangat baru. Pada periode itu dimungkinkan masih terjadi konsolidasi politik dalam kelembagaan parlemen dan esksekutif dalam merancang kabinet. Dengan kondisi seperti itu, apa yang perlu diwaspadai untuk menjaga stabilitas keamanan nasional?

Konsolidasi Politik dan Birokrasi
Eksekutif dan Legislatif yang baru terbentuk memerlukan waktu guna menyusun kekuatan politik di masing-masing poros. Posisinya akan terpolarisasi pada poros koalisi pendukung pemerintah dan oposisi. Atau bisa jadi ada yang berada di poros tengah.

Hal ini akan membentuk konfigurasi politik yang ditandai dengan komposisi kabinet dan pembagian kursi pimpinan MPR, DPR dan DPD beserta alat kelengkapannya. Hal yang sama juga akan terlihat pada parlemen di daerah.

Selain itu pergantian kekuasaan juga membutuhkan waktu jeda untuk merancang dan menyesuaikan kebijakan sesuai dengan dinamika dan konfigurasi politik hasil pemilu legislatif dan eksekutif. Penyesuaian birokrasi dengan kepemimpinan yang baru pada tiap-tiap kelembagaan baik pada struktur parlemen dan pemerintah juga akan menyita waktu beberapa saat. Proses ini akan membutuhkan waktu beberapa saat sehingga dinamika politik akan fokus pada soal ini.

Di ranah publik, kemungkinan masih ada residu atas polarisasi politik yang terjadi saat Pemilu. Berkaca pada Pemilu sebelumnya tensi polarisasi sangat tinggi bahkan sampai dengan beberapa waktu setelah Pemilu selesai.

Ruang-ruang publik terutama di media sosial akan sangat riuh dengan dinamika politik saling kritik bahkan saling serang dalam berargumentasi memberikan dukungan pada calon masing-masing. Situasi ini perlu diantisipasi supaya tidak berkembang pada konflik yang mengancam stabilitas keamanan nasional dan integrasi bangsa.

Pada kondisi tersebut, pemerintahan yang baru terbentuk dihadapkan pada tantangan penyelenggaraan Pilkada serentak. Pemerintah diharuskan menjaga stabilitas keamanan nasional dalam situasi politik yang sangat dinamis dengan tensi yang tinggi. Tugas yang tidak mudah bagi pemerintahan yang masih dalam tahap konsolidasi politik dan birokrasi.

Antisipasi Instabilitas dan Beban Pengamanan
Penyelenggaraan Pilkada serentak pada 2024 telah menjadi keputusan bersama pemerintah, DPR dan penyelenggara Pemilu. Tentu tak mudah untuk membuat agenda Pilkada serentak tersebut mundur supaya ada waktu yang lebih banyak bagi pemerintah dalam melakukan konsolidasi politik dan birokrasi. Meskipun demikian, awal Juli lalu Bawaslu menyinggung soal kerentanan Pilkada serentak yang diadakan tidak lama setelah pemerintahan baru terbentuk.

Perlu disadari bahwa Pilkada serentak 2024 untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota ini akan menjadii Pilkada serentak pertama yang diselenggarakan di Indonesia. Hal ini bukan saja menjadi tantangan bagi penyelenggara Pemilu saja, akan tetapi juga tantangan bagi aparat keamanan dalam hal ini Polri dan juga TNI untuk menjaga stabilitas keamanan nasional.

Beban penjagaan keamanan akan jauh berbeda dengan momentum penyelenggaraaan Pilkada sebelumnya. Episentrum ancaman bahaya adanya potensi konflik atau gangguan keamanan akibat Pilkada bisa saja tersebar di banyak titik.

Hal ini yang mengakibatkan beban baru bagi aparat keamanan. Pilkada serentak memunculkan potensi bahaya yang juga serentak. Terlebih lagi pada daerah-daerah yang rawan konflik.

Berbeda dengan penyelenggaran Pilkada sebelumnya yang tidak serentak, maka pasukan di satu daerah dapat ditempatkan sebagai back up apabila dalam satu daerah terjadi konflik dan membutuhkan tambahan pasukan keamanan. Dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 ini maka pasukan keamanan akan terkonsentrasi pada masing-masing wilayah teritorialnya.

Dengan situasi tersebut, maka penyelenggara pemilu di tingkat nasional dan daerah bersama dengan aparat keamanan dalam hal ini Polri dan TNI perlu jeli dalam merancang strategi pengamanan pada setiap tahapan penyelenggaraan Pilkada serentak 2024. Pertimbangan titik-titik di daerah yang rawan terhadap potensi konflik perlu dilakukan dengan cermat beserta dengan peta kekuatan pengamanan yang diperlukan.

Selain itu sejak awal perlu dilakukan edukasi bagi masyarakat untuk menjaga stabilitas keamanan bersama selama penyelenggaraan Pilkada. Termasuk bagi para kontestan dan timnya untuk melakukan kompetisi politik secara sehat guna meredam terjadinya konflik akibat Pilkada. Langkah antisipasi ini sangat penting dilakukan untuk menghindari adanya gangguan keamanan yang tentu memerlukan energi penanganan dan penyelesaian yang lebih besar.

Profesionalisme Penegakan Hukum
Tentu besar harapan bahwa Pilkada serentak 2024 nanti akan berjalan dengan lancar dan stabilitas nasional dan lokal masih terjaga dengan baik. Polarisasi akibat Pemilu presiden dan legislatif, apabila ada, mudah diredam dan tidak berimbas saat pelaksanaan Pilkada.

Untuk mencapai itu, salah satu pra syarat mutlak adalah adanya kepercayaan tinggi dari masyarakat terhadap birokrasi serta penyelenggara dan pengawas pemilu. Lembaga-lembaga tersebut sesuai dengan tugas masing-masing dituntut untuk bersikap netral dan berpihak kepada masyarakat tanpa ada kepentingan politik praktis sedikitpun.

Netralitas dan profesionalisme penagakan hukum harus tercermin dalam penindakan berbagai pelanggaran yang terjadi terkait dengan penyelenggaraan pemilu. Penegakan hukum kepemiluan secara transparan dan akuntabel perlu dikedepankan untuk memberikan efek agar pelanggaan hukum tidak terulang sekaligus memberikan kepastian hukum bagi peserta pemilu dan masyarakat. Netralitas dan profesionalisme ini juga akan berkontribusi pada stabiltas keamanan dalam penyelenggaraan Pilkada.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1988 seconds (0.1#10.140)