Sambil Menangis, Miryam Curhat ke Hakim Diancam Penyidik KPK
A
A
A
JAKARTA - Mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Hariyani menangis saat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP dengan terdakwa mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto.
Ikhwal Miryam tidak bisa menahan tangis saat Majelis Hakim yang dipimpin John Halasan Butarbutar menanyakan soal Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sudah ditandatangani dirinya.
Politikus Partai Hanura ini meminta kepada hakim agar mencabut BAP yang sudah ditandatanginya. Namun, Majelis Hakim berpendapat bahwa BAP yang sudah ditandatangi artinya sudah disetujui.
Terkait isi yang tertuang dalam BAP, Miryam mengaku tidak pernah diminta Ketua Komisi II DPR saat itu Chairuman Harahap untuk menerima sesuatu dari pihak ketiga terkait e-KTP. Dia juga membantah diberi uang sekitar Rp50 juta.
Kendati begitu, hakim tetap berpedoman pada BAP Miryam yang menyebutkan bahwa Miryam diminta Komisi II untuk menerima sesuatu dari pihak ketiga terkait proyek e-KTP. Dalam hal ini, Miryam tetap kekeuh pada jawabannya.
"Tidak pernah (menerima)," ujar Miryam menjawab pertanyaan hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3/2017).
"Kok saudara tidak mengakui?" timpal Hakim Anggota Franky Tambuwun menanggapi jawaban Miryam.
Miryam pun mengaku saat memberikan keterangan diancam tiga orang penyidik KPK. "Saya diancam pak sama penyidik tiga orang pakai kata-kata," kata Miryam mulai menangis.
Hakim kemudian mencecar Miryam perihal penyidik yang mengancam dirinya. Miryam pun menyebut ada tiga penyidik KPK yang mengancam dirinya yakni Novel Baswedan, Damanik dan satu penyidik disebutnya lupa namanya.
"Jadi waktu dipanggil ada tiga orang, Novel, satu saya lupa, Damanik. Waktu saya baru duduk dia (salah satu penyidik) sudah ngomong, 'ibu mestinya 2010 sudah saya tangkap'. Habis itu saya ditekan-tekan lagi," tutur dia.
Dari awal persidangan hingga akhir, Miryam kerap membantah soal pemberian uang yang diduga diterimanya. Ia juga menampik telah membagi-bagikan uang kepada pihak lain.
Menurutnya, keterangan dirinya di BAP yang menyebut telah menerima dan membagikan uang karena dirinya merasa tertekan. Sehingga keterangan yang disampaikan dimaksudkan untuk menyenangkan penyidik.
Majelis Hakim sempat kehabisan pertanyaan lantaran semua yang ada di dalam BAP ditolak Miryam. Hakim John pun akhirnya bertanya ke Miryam soal kronologis waktu pemeriksaan di KPK. Hakim sempat menanyakan apakah saat diperiksa KPK, dirinya juga menangis karena merasa tertekan.
"Saya sampai muntah pak. Saya nangis di kamar mandi. Saya tertekan sekali karena penyidik bertanya agak mengancam," ungkap Miryam.
Hakim pun heran dengan jawaban Miryam. Hakim tidak menelan mentah-mentah pengakuan Miryam. "Sebagai anggota dewan apa iya Anda diperlakukan seperti itu?" kata hakim kepada Miryam.
Hakim mengingatkan Miryam untuk memberikan keterangan yang jujur. "Berilah keterangan yang benar karena kita ini mencari kebenaran materil," katanya.
Sidang dengan saksi Miryam akhirnya dihentikan Majelis Hakim dengan meminta pertimbangan jaksa penuntut umum (JPU) dan kuasa hukum terdakwa. Pengacara terdakwa merasa keberatan dengan keterangan saksi sehingga pihaknya akan mengajukan saksi lain untuk dikonfrontir.
Upaya menghadirkan saksi lain pun direspons oleh JPU pada KPK untuk menghadirkan penyidik untuk mengkonfrontir keterangan Miryam. "Akan kami hadirkan yang mulia, tapi tidak hari ini. Namanya juga tidak bisa kami sebutkan," tukas tim JPU KPK.
Ikhwal Miryam tidak bisa menahan tangis saat Majelis Hakim yang dipimpin John Halasan Butarbutar menanyakan soal Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sudah ditandatangani dirinya.
Politikus Partai Hanura ini meminta kepada hakim agar mencabut BAP yang sudah ditandatanginya. Namun, Majelis Hakim berpendapat bahwa BAP yang sudah ditandatangi artinya sudah disetujui.
Terkait isi yang tertuang dalam BAP, Miryam mengaku tidak pernah diminta Ketua Komisi II DPR saat itu Chairuman Harahap untuk menerima sesuatu dari pihak ketiga terkait e-KTP. Dia juga membantah diberi uang sekitar Rp50 juta.
Kendati begitu, hakim tetap berpedoman pada BAP Miryam yang menyebutkan bahwa Miryam diminta Komisi II untuk menerima sesuatu dari pihak ketiga terkait proyek e-KTP. Dalam hal ini, Miryam tetap kekeuh pada jawabannya.
"Tidak pernah (menerima)," ujar Miryam menjawab pertanyaan hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3/2017).
"Kok saudara tidak mengakui?" timpal Hakim Anggota Franky Tambuwun menanggapi jawaban Miryam.
Miryam pun mengaku saat memberikan keterangan diancam tiga orang penyidik KPK. "Saya diancam pak sama penyidik tiga orang pakai kata-kata," kata Miryam mulai menangis.
Hakim kemudian mencecar Miryam perihal penyidik yang mengancam dirinya. Miryam pun menyebut ada tiga penyidik KPK yang mengancam dirinya yakni Novel Baswedan, Damanik dan satu penyidik disebutnya lupa namanya.
"Jadi waktu dipanggil ada tiga orang, Novel, satu saya lupa, Damanik. Waktu saya baru duduk dia (salah satu penyidik) sudah ngomong, 'ibu mestinya 2010 sudah saya tangkap'. Habis itu saya ditekan-tekan lagi," tutur dia.
Dari awal persidangan hingga akhir, Miryam kerap membantah soal pemberian uang yang diduga diterimanya. Ia juga menampik telah membagi-bagikan uang kepada pihak lain.
Menurutnya, keterangan dirinya di BAP yang menyebut telah menerima dan membagikan uang karena dirinya merasa tertekan. Sehingga keterangan yang disampaikan dimaksudkan untuk menyenangkan penyidik.
Majelis Hakim sempat kehabisan pertanyaan lantaran semua yang ada di dalam BAP ditolak Miryam. Hakim John pun akhirnya bertanya ke Miryam soal kronologis waktu pemeriksaan di KPK. Hakim sempat menanyakan apakah saat diperiksa KPK, dirinya juga menangis karena merasa tertekan.
"Saya sampai muntah pak. Saya nangis di kamar mandi. Saya tertekan sekali karena penyidik bertanya agak mengancam," ungkap Miryam.
Hakim pun heran dengan jawaban Miryam. Hakim tidak menelan mentah-mentah pengakuan Miryam. "Sebagai anggota dewan apa iya Anda diperlakukan seperti itu?" kata hakim kepada Miryam.
Hakim mengingatkan Miryam untuk memberikan keterangan yang jujur. "Berilah keterangan yang benar karena kita ini mencari kebenaran materil," katanya.
Sidang dengan saksi Miryam akhirnya dihentikan Majelis Hakim dengan meminta pertimbangan jaksa penuntut umum (JPU) dan kuasa hukum terdakwa. Pengacara terdakwa merasa keberatan dengan keterangan saksi sehingga pihaknya akan mengajukan saksi lain untuk dikonfrontir.
Upaya menghadirkan saksi lain pun direspons oleh JPU pada KPK untuk menghadirkan penyidik untuk mengkonfrontir keterangan Miryam. "Akan kami hadirkan yang mulia, tapi tidak hari ini. Namanya juga tidak bisa kami sebutkan," tukas tim JPU KPK.
(kri)