Ironi Data Pribadi, Dijebol dari Dalam
loading...

Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
A
A
A
MENTERI Komunikasi dan Informatika ( Menkominfo ) Budi Arie Setiadi, Senin (21/8/2023) mengungkapkan fakta yang menyentak publik. Budi menyebut, ada beberapa oknum pegawai bank yang terbukti telah menjual data pribadi nasabah secara ilegal. Bank yang membocorkan data ini pun telah diberi sanksi.
Tak dirinci apa bentuk sanksi yang diberikan. Tak diungkap pula, bank mana saja dan berapa pegawainya yang bertindak menyimpang dari standar kerja itu. Namun yang pasti, pengungkapan ini seolah mengonfirmasi teka-teki yang menjangkiti benak hati masyarakat selama ini. Hampir tiap orang, terutama yang memiliki handphone atau berinteraksi dengan internet sejatinya telah menjadi korban bisnis penjualan data pribadi.
Entah disadari atau tidak, faktanya praktik ilegal ini sudah begitu menyeruak. Bedanya, mereka ada yang sudah menjadi korban dan mengalami kerugian lebih dalam. Ada yang merugi ringan dan sebagian lagirelatif aman meski sebenarnya juga tengah menunggu giliran menjadi korban berikutnya.
Di tengah rasa keheranan, kekecewaan hingga kemarahan memuncak, publik pun umumnya hanya bisa pasrah. Mereka tidak mengerti kenapa identitas pribadi seperti nama, NIP, nomor handphone, alamat email dan lain sebagainya bisa begitu gampang diakses oleh orang atau pihak yang tidak berkepentingan. Publik jelas tak mungkin menuduh bank, lembaga jasa keuangan elektronik atau pihak tertentu lantaran minim bukti. Kelemahan inilah yang membuat fenomena kebocoran data di negeri ini seolah terus terjadi meski sudah ada regulasi di sana-sini.
Praktik pembocoran data jelas tak bisa ditoleransi. Kejahatan ini sangat merugikan. Apalagi jika dipahami lebih dalam, tak hanya terhadap pemiliknya, pembocoran data bisa berefek luas termasuk pada ketahanan nasional. Ini beralasan sebab fungsi data saat ini begitu strategis. Sama seperti yang dinyatakan Menkominfo Budi Arie, hari ini barang berharga tak lagi sebatas emas. The new gold saat ini adalah data.
Tak dirinci apa bentuk sanksi yang diberikan. Tak diungkap pula, bank mana saja dan berapa pegawainya yang bertindak menyimpang dari standar kerja itu. Namun yang pasti, pengungkapan ini seolah mengonfirmasi teka-teki yang menjangkiti benak hati masyarakat selama ini. Hampir tiap orang, terutama yang memiliki handphone atau berinteraksi dengan internet sejatinya telah menjadi korban bisnis penjualan data pribadi.
Entah disadari atau tidak, faktanya praktik ilegal ini sudah begitu menyeruak. Bedanya, mereka ada yang sudah menjadi korban dan mengalami kerugian lebih dalam. Ada yang merugi ringan dan sebagian lagirelatif aman meski sebenarnya juga tengah menunggu giliran menjadi korban berikutnya.
Di tengah rasa keheranan, kekecewaan hingga kemarahan memuncak, publik pun umumnya hanya bisa pasrah. Mereka tidak mengerti kenapa identitas pribadi seperti nama, NIP, nomor handphone, alamat email dan lain sebagainya bisa begitu gampang diakses oleh orang atau pihak yang tidak berkepentingan. Publik jelas tak mungkin menuduh bank, lembaga jasa keuangan elektronik atau pihak tertentu lantaran minim bukti. Kelemahan inilah yang membuat fenomena kebocoran data di negeri ini seolah terus terjadi meski sudah ada regulasi di sana-sini.
Praktik pembocoran data jelas tak bisa ditoleransi. Kejahatan ini sangat merugikan. Apalagi jika dipahami lebih dalam, tak hanya terhadap pemiliknya, pembocoran data bisa berefek luas termasuk pada ketahanan nasional. Ini beralasan sebab fungsi data saat ini begitu strategis. Sama seperti yang dinyatakan Menkominfo Budi Arie, hari ini barang berharga tak lagi sebatas emas. The new gold saat ini adalah data.
Lihat Juga :