Jokowi Tak Hadirkan Ahli Sidang Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) meminta pihaknya tidak menghadirkan saksi ahli dalam sidang gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait batas usia minimal calon presiden ( capres ) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut disampaikan oleh kuasa Presiden Jokowi dalam sidang lanjutan perkara tersebut, Selasa (22/8/2023).
Ketua MK Anwar Usman mengatakan agenda sidang lanjutan perkara itu yakni mendengar keterangan ahli dari pemohon nomor 51. Saksi ahli tersebut bernama Dr H Abdul Khair Ramadhan SH, MH. Saksi ahli itu diajukan sebagai tertulis tapi tidak dihadir dalam sidang perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023 dan 55/PUU-XXI/2023 itu.
"Kemudian untuk pemohon 55 tidak jadi mengajukan ahli begitu juga untuk Kuasa Presiden. Bagaimana konsep presiden?" kata Anwar saat memimpin sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, (22/8/2023).
Kuasa presiden menuturkan, sebenarnya Jokowi ingin mengahdirkan saksi ahli. Namun, niat Jokowi kata kuasanya urung dilakukan.
Anwar Usman lalu menanyakan apakah perintah tersebut dari Jokowi atau bukan. "Ya, terima kasih yang mulia berdasarkan dari tim kuasa kemarin kita diskusi kemudian menghasilkan keputusan yang untuk tidak jadi menghadirkan ahli. Jadi ini atas keputusan kuasa presiden yang mulia," kata Kuasa Presiden.
Ketua MK mengatakan bahwa apa yang telah disampaikan oleh kuasa presiden sudah jelas.
"Jadi hari ini, sekali lagi agenda sidang sudah selesai. Karena tadi berdasarkan pemberitahuan dari Kuasa Presiden, ahli yang sedianya akan dihadirkan tidak jadi. Begitu juga untuk pemohon, cukup dengan keterangan tertulis. Baik, sekali lagi juga mungkin ada permohonan lain yang juga akan diberitahu secara tertulis oleh panitera," katanya.
Anwar menuturkan sidang selanjutnya beragendakan mendengarkan keterangan pihak terkait. Kata dia sudah ada tiga permohonan untuk menjadi pihak terkait, yakni atas nama Evi Anggita Rahmah dan kawan-kawan; Raihan Vicky Fansuri dan Sultan Badarsah; dan Oktavianus Rasulbala.
Majelis telah bermusyawarah dan mengambil kesimpulan mengenai ketiga permohonan dari pihak terkait. Kendati, pengajuan disampaikan agak terlambat. "Majelis mengambil kesimpulan bahwa keterangan pihak terkait akan didengar pada sidang yang akan datang," katanya.
Menurut Anwar, pemohon dapat mengajukan ahli atau saksi secara tertulis. Agenda sidang selanjutnya bakal disampaikan panitera melalui surat panggilan. Anwar juga menerangkan akan adanya agenda mendengarkan keterangan pihak terkait, yaitu ahli dari Perludem.
Kepala Biro Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan (Kabiro HAK) MK Fajar Laksono menuturkan keputusan yang diambil presiden itu hal lumrah dan biasa terjadi.
"Kalau memang dianggap keterangan yang disampaikan sebagai pemberi keterangan itu cukup, ya enggak ada masalah, enggak usah pakai ahli. Itu wajar, itu biasa. Yang pasti, pembentuk Undang-Undang, DPR dan Presiden dalam hal ini sudah memberikan keterangan. Kalau itu dianggap cukup, maka ahli mungkin tidak diperlukan. Itu wajar," kata Fajar saat ditemui di Gedung MK usai sidang.
Untuk diketahui, Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang membatasi usia minimal 40 tahun untuk capres dan cawapres digugat oleh tiga kelompok sekaligus.
Yakni pada Perkara 55/PUU-XXI/2023 penggugatnya adalah Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor, dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Albarraa.
Para Pemohon dalam petitum memohon agar MK menyatakan frasa 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau memiliki pengalaman sebagai Penyelenggara Negara".
Lalu, perkara 29/PUU-XXI/2023 penggugatnya yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang diwakilkan Sekretaris PSI Dedek Prayudi, anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI Anthony Winza Probowo, Wakil Sekjen PSI Danik Eka Rahmaningtyas dan kader PSI Mikhail Gorbachev.
Dalam petitumnya, atas minimal syarat umur untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden pada norma tersebut dinyatakan jelas yakni 40 tahun. Sementara para Pemohon saat ini berusia 35 tahun, sehingga setidak-tidaknya batas usia minimal usia calon presiden dan wakil presiden dapat diatur 35 tahun dengan asumsi pemimpin-pemimpin muda tersebut telah memiliki bekal pengalaman untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden. Norma ini menurut para Pemohon bertentangan dengan moralitas dan rasionalitas karena menimbulkan bibit-bibit diskriminasi sebagaimana termuat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Selanjutnya perkara 51/PUU-XXI/2023, penggugatnya dari Partai Garuda yang diwakilkan oleh
Ketua umum Pimpinan Pusat Partai Garuda Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Garuda Yohanna Murtika.
Gugatan atas UU Pemilu ini santer dikaitkan dengan isu anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang bakal menjadi cawapres pada Pilpres 2024. Namun, usianya tidak cukup. Gibran sendiri lahir pada Oktober 1987.
Namun Gibran telah menegaskan usianya saat ini belum memenuhi batas minimal menjadi cawapres.
"Umur belum cukup (wacana jadi cawapres Prabowo), wis tak jawab," katanya di Balai Kota Solo, Jumat (5/5/2023).
Dia itu juga menegaskan kabar duet dengan Prabowo dalam Pilpres 2024 hanyalah rumor belaka. "Kan rumor saja," ucapnya singkat.
Selain umur yang belum cukup, dia juga mengaku ilmu yang dimiliki saat ini belum cukup untuk menjadi cawapres, mengingat tugas yang diemban tidaklah mudah.
"Ilmunya belum cukup, itu. Saya itu masih banyak belajar baru dua tahun ini, itu tugas berat lho, ojo mbok bayangke gampang, makasih wis," katanya.
Ketua MK Anwar Usman mengatakan agenda sidang lanjutan perkara itu yakni mendengar keterangan ahli dari pemohon nomor 51. Saksi ahli tersebut bernama Dr H Abdul Khair Ramadhan SH, MH. Saksi ahli itu diajukan sebagai tertulis tapi tidak dihadir dalam sidang perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023 dan 55/PUU-XXI/2023 itu.
"Kemudian untuk pemohon 55 tidak jadi mengajukan ahli begitu juga untuk Kuasa Presiden. Bagaimana konsep presiden?" kata Anwar saat memimpin sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, (22/8/2023).
Kuasa presiden menuturkan, sebenarnya Jokowi ingin mengahdirkan saksi ahli. Namun, niat Jokowi kata kuasanya urung dilakukan.
Anwar Usman lalu menanyakan apakah perintah tersebut dari Jokowi atau bukan. "Ya, terima kasih yang mulia berdasarkan dari tim kuasa kemarin kita diskusi kemudian menghasilkan keputusan yang untuk tidak jadi menghadirkan ahli. Jadi ini atas keputusan kuasa presiden yang mulia," kata Kuasa Presiden.
Ketua MK mengatakan bahwa apa yang telah disampaikan oleh kuasa presiden sudah jelas.
"Jadi hari ini, sekali lagi agenda sidang sudah selesai. Karena tadi berdasarkan pemberitahuan dari Kuasa Presiden, ahli yang sedianya akan dihadirkan tidak jadi. Begitu juga untuk pemohon, cukup dengan keterangan tertulis. Baik, sekali lagi juga mungkin ada permohonan lain yang juga akan diberitahu secara tertulis oleh panitera," katanya.
Anwar menuturkan sidang selanjutnya beragendakan mendengarkan keterangan pihak terkait. Kata dia sudah ada tiga permohonan untuk menjadi pihak terkait, yakni atas nama Evi Anggita Rahmah dan kawan-kawan; Raihan Vicky Fansuri dan Sultan Badarsah; dan Oktavianus Rasulbala.
Majelis telah bermusyawarah dan mengambil kesimpulan mengenai ketiga permohonan dari pihak terkait. Kendati, pengajuan disampaikan agak terlambat. "Majelis mengambil kesimpulan bahwa keterangan pihak terkait akan didengar pada sidang yang akan datang," katanya.
Menurut Anwar, pemohon dapat mengajukan ahli atau saksi secara tertulis. Agenda sidang selanjutnya bakal disampaikan panitera melalui surat panggilan. Anwar juga menerangkan akan adanya agenda mendengarkan keterangan pihak terkait, yaitu ahli dari Perludem.
Kepala Biro Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan (Kabiro HAK) MK Fajar Laksono menuturkan keputusan yang diambil presiden itu hal lumrah dan biasa terjadi.
"Kalau memang dianggap keterangan yang disampaikan sebagai pemberi keterangan itu cukup, ya enggak ada masalah, enggak usah pakai ahli. Itu wajar, itu biasa. Yang pasti, pembentuk Undang-Undang, DPR dan Presiden dalam hal ini sudah memberikan keterangan. Kalau itu dianggap cukup, maka ahli mungkin tidak diperlukan. Itu wajar," kata Fajar saat ditemui di Gedung MK usai sidang.
Untuk diketahui, Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang membatasi usia minimal 40 tahun untuk capres dan cawapres digugat oleh tiga kelompok sekaligus.
Yakni pada Perkara 55/PUU-XXI/2023 penggugatnya adalah Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor, dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Albarraa.
Para Pemohon dalam petitum memohon agar MK menyatakan frasa 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau memiliki pengalaman sebagai Penyelenggara Negara".
Lalu, perkara 29/PUU-XXI/2023 penggugatnya yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang diwakilkan Sekretaris PSI Dedek Prayudi, anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI Anthony Winza Probowo, Wakil Sekjen PSI Danik Eka Rahmaningtyas dan kader PSI Mikhail Gorbachev.
Dalam petitumnya, atas minimal syarat umur untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden pada norma tersebut dinyatakan jelas yakni 40 tahun. Sementara para Pemohon saat ini berusia 35 tahun, sehingga setidak-tidaknya batas usia minimal usia calon presiden dan wakil presiden dapat diatur 35 tahun dengan asumsi pemimpin-pemimpin muda tersebut telah memiliki bekal pengalaman untuk maju sebagai calon presiden dan wakil presiden. Norma ini menurut para Pemohon bertentangan dengan moralitas dan rasionalitas karena menimbulkan bibit-bibit diskriminasi sebagaimana termuat dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.
Selanjutnya perkara 51/PUU-XXI/2023, penggugatnya dari Partai Garuda yang diwakilkan oleh
Ketua umum Pimpinan Pusat Partai Garuda Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Garuda Yohanna Murtika.
Gugatan atas UU Pemilu ini santer dikaitkan dengan isu anak Presiden Joko Widodo (Jokowi) sekaligus wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang bakal menjadi cawapres pada Pilpres 2024. Namun, usianya tidak cukup. Gibran sendiri lahir pada Oktober 1987.
Namun Gibran telah menegaskan usianya saat ini belum memenuhi batas minimal menjadi cawapres.
"Umur belum cukup (wacana jadi cawapres Prabowo), wis tak jawab," katanya di Balai Kota Solo, Jumat (5/5/2023).
Dia itu juga menegaskan kabar duet dengan Prabowo dalam Pilpres 2024 hanyalah rumor belaka. "Kan rumor saja," ucapnya singkat.
Selain umur yang belum cukup, dia juga mengaku ilmu yang dimiliki saat ini belum cukup untuk menjadi cawapres, mengingat tugas yang diemban tidaklah mudah.
"Ilmunya belum cukup, itu. Saya itu masih banyak belajar baru dua tahun ini, itu tugas berat lho, ojo mbok bayangke gampang, makasih wis," katanya.
(abd)