MK Larang Kampanye Politik di Tempat Ibadah
loading...
A
A
A
Diperbolehkannya menggunakan fasilitas Pemerintah untuk kampanye akan membuat Pemerintah sulit untuk bersikap netral kepada semua peserta Pemilu. Sebab sebagaimana kita ketahui bersama, Presiden dan Kepala Daerah walaupun dipilih secara langsung oleh rakyat namun pencalonannya tetap diusung dan diusulkan oleh partai politik dan/atau gabungan partai politik. Dengan dibukanya peluang bagi Presiden dan/atau Kepala Daerah untuk mengijinkan digunakannya fasilitas Pemerintah (kantor pemerintah, mobil dinas, alun-alun, lapangan upacara dan lain-lain) dikhawatirkan Presiden dan/atau Kepala Daerah hanya akan memberikan fasilitas itu kepada peserta pemilu (partai politik) yang menjadi pengusung dan pendukungnya saja.
Diperbolehkannya menggunakan fasilitas Pemerintah untuk kampanye akan membuat Pemerintah sulit untuk bersikap netral kepada semua peserta Pemilu. Sebab sebagaimana kita ketahui bersama, Presiden dan Kepala Daerah walaupun dipilih secara langsung oleh rakyat namun pencalonannya tetap diusung dan diusulkan oleh partai politik dan/atau gabungan partai politik. Dengan dibukanya peluang bagi Presiden dan/atau Kepala Daerah untuk mengijinkan digunakannya fasilitas Pemerintah (kantor pemerintah, mobil dinas, alun-alun, lapangan upacara dan lain-lain) dikhawatirkan Presiden dan/atau Kepala Daerah hanya akan memberikan fasilitas itu kepada peserta pemilu (partai politik) yang menjadi pengusung dan pendukungnya saja.
Penggunaan fasilitas umum sebagai tempat kampanye hanya menjadi tempat mereka yang berkuasa di daerah itu. Akibatnya dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap proses politik. Dengan demikian, Kampanye Pemilu perlu diadakan di ruang-ruang yang netral dan non-religius untuk mendorong partisipasi maksimal dari seluruh anggota masyarakat.
Selain itu, perlakuan yang sama di hadapan hukum untuk mewujudkan keadilan dalam kampanye dengan menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan mustahil diwujudkan sehingga seharusnya tetap dilarang.
Para Pemohon meyakini penjelasan norma tersebut bersifat memperluas dan menambah norma serta mengakibatkan pendelegasian kepada aturan yang lebih rendah. Dalam pandangan Pemohon, perluasan dan penambahan norma yang demikian telah menimbulkan kerugian konstitusional berupa ketidakpastian hukum.
Selanjutnya, terkait penggunaan tempat ibadah, Pemohon meyakini bahwa kehidupan beragama tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. Terhadap kampanye di tempat pendidikan, para Pemohon beranggapan bahwa dalam menunaikan tugas mencerdaskan bangsa, para pendidik seharusnya bersikap netral atau tidak berpihak kepada kekuasaan politik tertentu. Kampanye di tempat pendidikan jelas berpotensi membagi institusi-institusi pendidikan ke dalam berbagai aliran politik. Untuk itu, dalam petitum, MK diminta Pemohon untuk menyatakan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf f UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Diperbolehkannya menggunakan fasilitas Pemerintah untuk kampanye akan membuat Pemerintah sulit untuk bersikap netral kepada semua peserta Pemilu. Sebab sebagaimana kita ketahui bersama, Presiden dan Kepala Daerah walaupun dipilih secara langsung oleh rakyat namun pencalonannya tetap diusung dan diusulkan oleh partai politik dan/atau gabungan partai politik. Dengan dibukanya peluang bagi Presiden dan/atau Kepala Daerah untuk mengijinkan digunakannya fasilitas Pemerintah (kantor pemerintah, mobil dinas, alun-alun, lapangan upacara dan lain-lain) dikhawatirkan Presiden dan/atau Kepala Daerah hanya akan memberikan fasilitas itu kepada peserta pemilu (partai politik) yang menjadi pengusung dan pendukungnya saja.
Penggunaan fasilitas umum sebagai tempat kampanye hanya menjadi tempat mereka yang berkuasa di daerah itu. Akibatnya dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap proses politik. Dengan demikian, Kampanye Pemilu perlu diadakan di ruang-ruang yang netral dan non-religius untuk mendorong partisipasi maksimal dari seluruh anggota masyarakat.
Selain itu, perlakuan yang sama di hadapan hukum untuk mewujudkan keadilan dalam kampanye dengan menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan mustahil diwujudkan sehingga seharusnya tetap dilarang.
Para Pemohon meyakini penjelasan norma tersebut bersifat memperluas dan menambah norma serta mengakibatkan pendelegasian kepada aturan yang lebih rendah. Dalam pandangan Pemohon, perluasan dan penambahan norma yang demikian telah menimbulkan kerugian konstitusional berupa ketidakpastian hukum.
Selanjutnya, terkait penggunaan tempat ibadah, Pemohon meyakini bahwa kehidupan beragama tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. Terhadap kampanye di tempat pendidikan, para Pemohon beranggapan bahwa dalam menunaikan tugas mencerdaskan bangsa, para pendidik seharusnya bersikap netral atau tidak berpihak kepada kekuasaan politik tertentu. Kampanye di tempat pendidikan jelas berpotensi membagi institusi-institusi pendidikan ke dalam berbagai aliran politik. Untuk itu, dalam petitum, MK diminta Pemohon untuk menyatakan Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf f UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
(abd)