Strategi Pemerintah Tangani COVID-19 Dinilai Perlu Dievaluasi

Rabu, 29 Juli 2020 - 11:45 WIB
loading...
Strategi Pemerintah Tangani COVID-19 Dinilai Perlu Dievaluasi
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati menilai strategi pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19 perlu dievaluasi. Foto/dpr.go.id
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayati menilai strategi pemerintah dalam penanganan pandemi COVID-19 perlu dievaluasi. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini prihatin dengan perkembangan kasus COVID-19 di Indonesia yang terus meningkat. Menurut Mufida, pemerintah lebih mengedepankan kepentingan ekonomi dibandingkan paradigma kesehatan dalam menangani pandemi ini di Indonesia.

"Mulai dari Perppu penanganan Corona, kampanye new normal yang kemudian diakui salah oleh pemerintah dan terakhir pembentukan Komite Penanganan COVID-19 yang lebih berdimensi ekonomi dan menjadikan Satgas penanganan COVID-19 hanya bagian subordinat saja dalam perumusan kebijakan," ujar Mufida dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews , Rabu (29/7/2020). (Baca juga: Satgas COVID-19: Klaster Rumah Sakit Penyumbang Kasus Positif Tertinggi di DKI)

Dirinya berpendapat, kebijakan yang menitikberatkan ekonomi dalam penanganan COVID-19 saat ini terbukti justru menjadikan perkantoran, pusat perdagangan dan pasar menjadi penyebaran klaster baru. Berdasarkan data Satgas Percepatan Penanganan COVID-19 per 25 Juli, di DKI Jakarta saja terdapat 68 klaster perkantoran dengan 440 kasus positif dan 107 klaster pasar rakyat dengan 547 kasus.

Dirinya pun prihatin dengan munculnya klaster di Fasilitas Kesehatan yang mencapai 124 klaster dengan 799 kasus yang menunjukkan keselamatan tenaga medis semakin terancam dengan pengendalian penularan yang kurang berjalan akibat pelonggaran yang dilakukan. "Jika terakhir Presiden meminta penanganan seimbang antara kesehatan dan ekonomi tapi tidak begitu yang terjadi di lapangan," jelasya.

Dia melanjutkan, kampanye new normal Presiden Jokowi dengan mengunjungi mal dan menyerahkan kewenangan perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di masing-masing daerah membuat kebijakan nasional penanganan COVID-19 ini tidak seragam. "Jika dulu episentrum di Jakarta, kini ada 8 provinsi penyumbang terbesar COVID-19 di Tanah Air," kata Doktor dari Universitas Indonesia ini.

Maka itu, dirinya meminta pemerintah tetap menggunakan pola strategi penanganan COVID-19 dengan pola pikir bencana kesehatan. Sehingga, seluruh kebijakan yang akan dikeluarkan menggunakan pertimbangan kebencanaan kesehatan.

"Tidak ada yang dibenturkan antara ekonomi dan kesehatan. Kita memahami semuanya harus berjalan. Dalam sistem penanganan bencana pun semua sudah diatur. Termasuk klaster-klaster yang mendukung misalnya pendidikan, sosial, ekonomi yang komando pusatnya ada di BNPB," papar Legislator dari Dapil Jakarta II ini. (Baca juga: Bertambah 8, WNI di Luar Negeri Sembuh Corona Capai 832 Orang)

Pemerintah juga diminta segera memperbaiki catatan-catatan dalam strategi penanganan COVID-19 dan tetap memegang kendali penanganan COVID-19 hingga ke daerah. "Jika pemerintah mengakui penggunaan new normal bermasalah maka semua dampak dari kebijakan itu harus dievaluasi menyeluruh. Pemerintah sudah diberikan kewenangan sangat besar untuk mengelola anggaran tapi tak juga terserap dengan baik. Sekalinya muncul program dengan dana besar justru menimbulkan polemik," tutupnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1487 seconds (0.1#10.140)