KPK Soroti Praktik Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa di Kementerian dan Lembaga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2022 menunjukkan praktik korupsi di berbagai kementerian dan lembaga masih memprihatinkan. Di antaranya sektor pengadaan barang dan jasa , perizinan, penggunaan fasilitas hingga sektor-sektor lainnya.
Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk 'Ukur Integritas, Tekan Risiko Korupsi' di Jakarta, Senin (10/7/2023).
"Dari hasil SPI 2022, satu dari dua pegawai mengakui bahwa kualitas hasil barang pengadaan pemerintah memang selalu jelek. Kemudian, satu dari tiga pegawai selalu bilang kalau pengadaan itu pasti ada duitnya, ada suap, dan ada gratifikasi," kata Pahala Nainggolan.
Untuk mencegah hal ini, KPK mendorong pembentukan e-katalog, sehingga pembelian barang dan jasa semuanya dilakukan secara online. Saat ini e-katalog kesehatan sudah berjalan untuk obat generik dan alat kesehatan.
"Ini kan survei SPI tahun ketiga. Di tahun pertama, orang masih takut ngisi, tahun kedua mulai berani dan angkanya mulai benar. Dari sini diketahui, di Kementerian/Lembaga pengadaan barang dan jasanya sekarang malah lebih buruk ketimbang di daerah," paparnya.
Menurut Pahala Nainggolan, e-katalog Kementeri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang dijalankan. Untuk e-katalog nasional dari 50.000-an barang tayang, sekarang dipermudah dengan 5 juta lebih barang tayang.
"Jadi sekarang semua serba online. Termasuk sekarang kalau di pemerintahan saat kita rapat, kue rapat dibeli online dan e-payment, bayarnya nggak pakai duit. Nah itu upaya yang kita lakukan untuk merespons angka ini," katanya.
Berdasarkan SPI, satu dari empat pegawai bilang resiko jual-beli jabatan masih ada. "Apa iya semuanya begitu? Beda-beda, kalau pegawai PPPK atau pegawai rendah itu pemerasan judulnya, kalau yang pejabat tinggi itu namanya menyuap. Jadi yang mau kita bilang, baik pengadaan barang maupun promosi jabatan sama selalu ada potensi korupsi," katanya.
KPK lantas mengajak masyarakat berani mengisi Survei Penilaian Integritas (SPI) yang telah disediakan KPK. Dengan berani mengisi SPI, maka berarti mengambil bagian secara aktif dalam upaya perbaikan pencegahan korupsi yang selama ini belum maksimal.
"Survei ini memang bersifat voluntir artinya tidak ada kewajiban. Tetapi kami mengajak masyarakat, kalau Anda ingin berkontribusi untuk pemberantasan korupsi Indonesia, ingin dapat WA dari KPK, maka SPI harus diisi. Ini kontribusi yang paling real," kata Pahal Nainggolan.
Ia mengingatkan masyarakat agar tidak perlu takut karena kerahasiaan pengisi survei betul-betul dijaga oleh KPK. Tak hanya itu, ia meminta agar survei itu diisi secara jujur demi mendapatkan data-data yang objektif.
"Kami berkewajiban menjaga kerahasiaan. Kita tahulah beberapa instansi itu dikumpulin dulu dan diatur jawabannya. Kalau mau skor tinggi-tinggian silakan tapi bukan itu esensinya. Makanya kami meminta beranilah mengisi survei secara jujur, kerahasiaannya kami jamin," imbuhnya.
SPI merupakan instrumen survei yang paling efektif dan hasilnya sangat terukur. Dengan menggunakan sampel 50% (internal instansi) dan 50 % (masyarakat pengguna layanan), maka hasilnya akan dengan mudah diketahui.
"Kalau sampelnya benar 50:50, kita dengar saja dari masyarakat bilang apa. Di beberapa Kementerian/Lembaga kan kalau tanya perizinan, internalnya bilang udah 80 sampai 90 tapi masyarakat bilang masih 60. Nah, disparasitas inilah yang mesti diperbaiki," katanya.
Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan dalam dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk 'Ukur Integritas, Tekan Risiko Korupsi' di Jakarta, Senin (10/7/2023).
"Dari hasil SPI 2022, satu dari dua pegawai mengakui bahwa kualitas hasil barang pengadaan pemerintah memang selalu jelek. Kemudian, satu dari tiga pegawai selalu bilang kalau pengadaan itu pasti ada duitnya, ada suap, dan ada gratifikasi," kata Pahala Nainggolan.
Untuk mencegah hal ini, KPK mendorong pembentukan e-katalog, sehingga pembelian barang dan jasa semuanya dilakukan secara online. Saat ini e-katalog kesehatan sudah berjalan untuk obat generik dan alat kesehatan.
"Ini kan survei SPI tahun ketiga. Di tahun pertama, orang masih takut ngisi, tahun kedua mulai berani dan angkanya mulai benar. Dari sini diketahui, di Kementerian/Lembaga pengadaan barang dan jasanya sekarang malah lebih buruk ketimbang di daerah," paparnya.
Menurut Pahala Nainggolan, e-katalog Kementeri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang dijalankan. Untuk e-katalog nasional dari 50.000-an barang tayang, sekarang dipermudah dengan 5 juta lebih barang tayang.
"Jadi sekarang semua serba online. Termasuk sekarang kalau di pemerintahan saat kita rapat, kue rapat dibeli online dan e-payment, bayarnya nggak pakai duit. Nah itu upaya yang kita lakukan untuk merespons angka ini," katanya.
Berdasarkan SPI, satu dari empat pegawai bilang resiko jual-beli jabatan masih ada. "Apa iya semuanya begitu? Beda-beda, kalau pegawai PPPK atau pegawai rendah itu pemerasan judulnya, kalau yang pejabat tinggi itu namanya menyuap. Jadi yang mau kita bilang, baik pengadaan barang maupun promosi jabatan sama selalu ada potensi korupsi," katanya.
KPK lantas mengajak masyarakat berani mengisi Survei Penilaian Integritas (SPI) yang telah disediakan KPK. Dengan berani mengisi SPI, maka berarti mengambil bagian secara aktif dalam upaya perbaikan pencegahan korupsi yang selama ini belum maksimal.
"Survei ini memang bersifat voluntir artinya tidak ada kewajiban. Tetapi kami mengajak masyarakat, kalau Anda ingin berkontribusi untuk pemberantasan korupsi Indonesia, ingin dapat WA dari KPK, maka SPI harus diisi. Ini kontribusi yang paling real," kata Pahal Nainggolan.
Ia mengingatkan masyarakat agar tidak perlu takut karena kerahasiaan pengisi survei betul-betul dijaga oleh KPK. Tak hanya itu, ia meminta agar survei itu diisi secara jujur demi mendapatkan data-data yang objektif.
"Kami berkewajiban menjaga kerahasiaan. Kita tahulah beberapa instansi itu dikumpulin dulu dan diatur jawabannya. Kalau mau skor tinggi-tinggian silakan tapi bukan itu esensinya. Makanya kami meminta beranilah mengisi survei secara jujur, kerahasiaannya kami jamin," imbuhnya.
SPI merupakan instrumen survei yang paling efektif dan hasilnya sangat terukur. Dengan menggunakan sampel 50% (internal instansi) dan 50 % (masyarakat pengguna layanan), maka hasilnya akan dengan mudah diketahui.
"Kalau sampelnya benar 50:50, kita dengar saja dari masyarakat bilang apa. Di beberapa Kementerian/Lembaga kan kalau tanya perizinan, internalnya bilang udah 80 sampai 90 tapi masyarakat bilang masih 60. Nah, disparasitas inilah yang mesti diperbaiki," katanya.
(abd)