Jalan Sulit Gerakan Mahasiswa Menolak Otoritarianisme Orde Baru
loading...
A
A
A
Selanjutnya, aktivis mahasiswa asal Jakarta, Bogor, dan Cianjur yang tertangkap di gedung MPR/DPR RI pada 14 Desember 1993, sebagian besar bergabung dengan Aldera. Sisanya bergabung dengan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID), yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Partai Rakyat Demokratik (PRD).
baca juga: Pesan Menyentuh untuk Kepergian Sipon Istri Penyair Korban Penculikan Orde Baru
Keterlibatan dalam kasus-kasus pertanahan dan pembelaan terhadap hak-hak politik rakyat telah mengubah kesadaran, bahwa gerakan moral tidak cukup memiliki daya pukul yang kuat untuk menjebol tembok kekuasaan. Namun perlu gerakan politik yang lebih berani, disiplin, dan efektif.
Untuk itu Aldera sebagai organ aksi yang telah ditetapkan sebagai organisasi dalam Kongres I Aldera, di Bogor, 12-13 September 1994, tidak bisa sekadar menjadi riak-riak perlawanan, melainkan harus menjadi gelombang besar bagi perubahaan.
Untuk alasan itu pula, Pius Lustrilanang ditunjuk menjadi Sekjen Aldera dalam forum restrukturisasi organisasi yang selanjutnya dianggap sebagai Kongres II Aldera di Bukit Sastra, Bandung. (halaman 159)
Penculikan Pius
Sosok Pius dan Aldera memang tak bisa dipisahkan. Aldera dan Pius sudah seperti kolam dan ikan. Namun, tiga bulan menjelang Soeharto mundur, tepatnya pada Senin, 2 Februari 1998, Pius diculik sekelompok orang tak dikenal di pintu keluar Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
baca juga: Penerapan Pancasila Pada Masa Orde Baru, dari 3 Partai hingga Repelita Berujung KKN
Pius mengalami beragam penyiksaan: dipukul, disetrum, ditendang, dibenamkan dalam bak mandi, dan ditidurkan dalam balok es. Pius bebas pada Kamis, 2 April 1998, dan dipulangkan ke rumah orangtuanya di Palembang dalam pengawalan ketat.
Meski selama penyekapan Pius diancam agar tidak menceritakan apa yang telah dialami, namun tekadnya sudah bulat akan membuka semua peristwa kelam itu kepada publik. Ia menyampaikan testimoni di Komnas HAM, Senin, 27 April 1998. Seketika Pius menjelma sosok yang semakin banyak diperbincangkan oleh sejumlah kalangan, termasuk para elit politik, baik di dalam maupun di luar kekuasaan. (halaman 20)
baca juga: Pesan Menyentuh untuk Kepergian Sipon Istri Penyair Korban Penculikan Orde Baru
Keterlibatan dalam kasus-kasus pertanahan dan pembelaan terhadap hak-hak politik rakyat telah mengubah kesadaran, bahwa gerakan moral tidak cukup memiliki daya pukul yang kuat untuk menjebol tembok kekuasaan. Namun perlu gerakan politik yang lebih berani, disiplin, dan efektif.
Untuk itu Aldera sebagai organ aksi yang telah ditetapkan sebagai organisasi dalam Kongres I Aldera, di Bogor, 12-13 September 1994, tidak bisa sekadar menjadi riak-riak perlawanan, melainkan harus menjadi gelombang besar bagi perubahaan.
Untuk alasan itu pula, Pius Lustrilanang ditunjuk menjadi Sekjen Aldera dalam forum restrukturisasi organisasi yang selanjutnya dianggap sebagai Kongres II Aldera di Bukit Sastra, Bandung. (halaman 159)
Penculikan Pius
Sosok Pius dan Aldera memang tak bisa dipisahkan. Aldera dan Pius sudah seperti kolam dan ikan. Namun, tiga bulan menjelang Soeharto mundur, tepatnya pada Senin, 2 Februari 1998, Pius diculik sekelompok orang tak dikenal di pintu keluar Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
baca juga: Penerapan Pancasila Pada Masa Orde Baru, dari 3 Partai hingga Repelita Berujung KKN
Pius mengalami beragam penyiksaan: dipukul, disetrum, ditendang, dibenamkan dalam bak mandi, dan ditidurkan dalam balok es. Pius bebas pada Kamis, 2 April 1998, dan dipulangkan ke rumah orangtuanya di Palembang dalam pengawalan ketat.
Meski selama penyekapan Pius diancam agar tidak menceritakan apa yang telah dialami, namun tekadnya sudah bulat akan membuka semua peristwa kelam itu kepada publik. Ia menyampaikan testimoni di Komnas HAM, Senin, 27 April 1998. Seketika Pius menjelma sosok yang semakin banyak diperbincangkan oleh sejumlah kalangan, termasuk para elit politik, baik di dalam maupun di luar kekuasaan. (halaman 20)