Memupus Bias Tionghoa
loading...
A
A
A
baca juga: Etnis Tionghoa dan Penyebaran Islam di Pulau Jawa
Orang Tionghoa di Manado merasa nyaman untuk berpartisipasi di bidang sosial budaya dan politik. Mereka merasa nyaman mengikuti budaya lokal yang berwarna Kristiani berdampingan dengan mempraktikkan budaya Tionghoa. Di bidang politik, partisipasi orang Tionghoa sangat maju. Bahkan Andrei Angouw, seorang Manado Tionghoa yang beragama Konghucu terpilih sebagai Wali Kota Manado.
Menarik untuk mencermati pemilihan judul buku ini, Hendri Gunawan menempatkan Manado di depan Tionghoa. Pemilihan judul ini sangat tepat karena Hendri Gunawan memang menggambarkan orang Manado yang kebetulan beretnis Tionghoa.
Dalam buku ini Hendri Gunawan lebih mengedepankan bagaimana orang-orang Tionghoa ini sudah tak terpisahkan dari lingkungannya sehingga telah menjadi bagian dari Manado. Sayangnya istilah Orang Manado Tionghoa ini tidak konsisten digunakan. Sering Hendri Gunawan juga menggunakan Orang Tionghoa Manado dalam deskripsinya di buku ini.
Di bab 1, saat membahas asal-usul orang Tionghoa Manado, Hendri Gunawan sampai kepada kesimpulan bahwa dunia persekolahan menjadi ranah akulturasi bagi warga Tionghoa peranakan Manado (hal. 1). Lebih lanjut Hendri Gunawan menjelaskan bahwa “pengalaman belajar bersama warga setempat … menjadikan warga keturunan tidak merasa ekskusif melainkan menjadi warga Manado….”
baca juga: 5 Artis Muslim Keturunan Tionghoa, Ada yang Mualaf
Hendri Gunawan menemukan ada tiga kategori Tionghoa di Manado. Kategori pertama adalah keluarga Tionghoa hasil pernikahan sesama orang imigran dari Tiongkok. Kedua adalah orang Tionghoa keturunan hasil pernikahan antara orang Tionghoa dengan etnis Nusantara.
Ketiga adalah kelompok Manado Tionghoa yang merupakan hasil perkawinan antara etnis Tionghoa dengan orang Manado. Kelompok ketiga ini dapat dikenali karena menggunakan nama keluarga (family name) lokal, seperti Anggouw, Bastian, Kansil, Lontoh, Sondakh dan sebagainya (hal. 15). Adopsi nama-nama marga lokal oleh orang Tionghoa ini adalah bukti kedekatan masyarakat Tionghoa dengan orang lokal di Sulawesi Utara.
Berbeda dengan orang Tionghoa di Jawa yang digambarkan sebagai binatang ekonomi, orang Tionghoa di Manado dicurigai oleh negara lebih karena kekhawatiran akan komunisme (hal. 21). Hal ini disebabkan karena Tiongkok selalu memakai minoritas (Tionghoa) untuk melakukan tekanan-tekanan diplomatik, subversi dan intervensi ke negara-negara lain. Pandangan tentang kehawatiran ini pun sesungguhnya lebih muncul dari pihak negara daripada dari masyarakat lokal.
baca juga: Ini 2 Gubernur DKI Jakarta yang Beretnis Tionghoa
Orang Tionghoa di Manado merasa nyaman untuk berpartisipasi di bidang sosial budaya dan politik. Mereka merasa nyaman mengikuti budaya lokal yang berwarna Kristiani berdampingan dengan mempraktikkan budaya Tionghoa. Di bidang politik, partisipasi orang Tionghoa sangat maju. Bahkan Andrei Angouw, seorang Manado Tionghoa yang beragama Konghucu terpilih sebagai Wali Kota Manado.
Menarik untuk mencermati pemilihan judul buku ini, Hendri Gunawan menempatkan Manado di depan Tionghoa. Pemilihan judul ini sangat tepat karena Hendri Gunawan memang menggambarkan orang Manado yang kebetulan beretnis Tionghoa.
Dalam buku ini Hendri Gunawan lebih mengedepankan bagaimana orang-orang Tionghoa ini sudah tak terpisahkan dari lingkungannya sehingga telah menjadi bagian dari Manado. Sayangnya istilah Orang Manado Tionghoa ini tidak konsisten digunakan. Sering Hendri Gunawan juga menggunakan Orang Tionghoa Manado dalam deskripsinya di buku ini.
Di bab 1, saat membahas asal-usul orang Tionghoa Manado, Hendri Gunawan sampai kepada kesimpulan bahwa dunia persekolahan menjadi ranah akulturasi bagi warga Tionghoa peranakan Manado (hal. 1). Lebih lanjut Hendri Gunawan menjelaskan bahwa “pengalaman belajar bersama warga setempat … menjadikan warga keturunan tidak merasa ekskusif melainkan menjadi warga Manado….”
baca juga: 5 Artis Muslim Keturunan Tionghoa, Ada yang Mualaf
Hendri Gunawan menemukan ada tiga kategori Tionghoa di Manado. Kategori pertama adalah keluarga Tionghoa hasil pernikahan sesama orang imigran dari Tiongkok. Kedua adalah orang Tionghoa keturunan hasil pernikahan antara orang Tionghoa dengan etnis Nusantara.
Ketiga adalah kelompok Manado Tionghoa yang merupakan hasil perkawinan antara etnis Tionghoa dengan orang Manado. Kelompok ketiga ini dapat dikenali karena menggunakan nama keluarga (family name) lokal, seperti Anggouw, Bastian, Kansil, Lontoh, Sondakh dan sebagainya (hal. 15). Adopsi nama-nama marga lokal oleh orang Tionghoa ini adalah bukti kedekatan masyarakat Tionghoa dengan orang lokal di Sulawesi Utara.
Berbeda dengan orang Tionghoa di Jawa yang digambarkan sebagai binatang ekonomi, orang Tionghoa di Manado dicurigai oleh negara lebih karena kekhawatiran akan komunisme (hal. 21). Hal ini disebabkan karena Tiongkok selalu memakai minoritas (Tionghoa) untuk melakukan tekanan-tekanan diplomatik, subversi dan intervensi ke negara-negara lain. Pandangan tentang kehawatiran ini pun sesungguhnya lebih muncul dari pihak negara daripada dari masyarakat lokal.
baca juga: Ini 2 Gubernur DKI Jakarta yang Beretnis Tionghoa