Sihir yang Cantik

Sabtu, 24 Juni 2023 - 12:06 WIB
loading...
Sihir yang Cantik
Sihir yang Cantik
A A A
Sekar Mayang
Editor dan pengulas buku, hidup di Bali

Seruas jalan terbentang dari satu titik ke titik lainnya, menghubungkan yang terpisah. Seruas jalan dipilih karena dapat membantu seseorang mencapai tujuan. Dan selayaknya seruas jalan, buku ini akan mengantarkan pembacanya menuju tempat yang tidak pernah dipikirkan sebelumnya.

baca juga: Membaca Buku Dunia dan Indonesia

Entakan pertama datang dari cerpen berjudul Kuburan Anjing. Kita akan dibawa menyimak tuturan seorang ibu yang bercerita tentang anak semata wayangnya. Sang anak ternyata menjalani pekerjaan yang memancing rasa iri sekaligus benci orang-orang. Di sini kita seperti diingatkan bahwa mereka yang menggunjingkan orang lain di belakang punggung, biasanya memang tidak lebih baik dari yang sedang dibicarakan.

Atas dasar mengeruk keuntungan, mereka tega membiarkan banyak hal tergeletak tanpa perawatan, termasuk mulut mereka sendiri. Rela berucap buruk demi pundi-pundi penuh rupiah. Namun, cinta tidak pernah berpamrih. Ketulusan mengalahkan keburukan, layaknya kasih seorang ibu untuk anaknya.

Berikutnya, di Jalan Sihir, yang menjadi tajuk buku ini, kita akan menjumpai seruas jalan yang konon menghilang begitu saja dari peta. Namun, seperti ruas jalan lain, sebenarnya di kanan dan kirinya terdapat rumah-rumah berjejer. Semuanya berpenghuni, dan nyaris semuanya ternyata mudah sekali percaya dengan sesuatu yang belum tentu benar.

baca juga: Seribu Cinta, Seribu Buku, MNC Peduli dan Sekolah Regina Pacis Jakarta Gelar Donasi Buku

Anda mungkin akan nyengir ketika bertemu sihir yang mampu membuat kepala seseorang menjadi kepala beruk, atau badan berbulu lebat seperti monyet. Saya yakin, penulisnya tidak berniat melucu di sini. Apa yang tertulis mungkin adalah usaha-usaha bersikap jujur atas fenomena yang kerap terjadi di masyarakat. Orang-orang menyimpan dendam, atau termakan hasutan dengan mudah, atau yang hanya diam saja menonton keributan. Yang jelas, orang-orang mengambil sikap sesuai kepentingannya sendiri.

Berbeda dengan warganya, Wardan sebagai ketua RT merasa punya tanggung jawab. Ia pontang-panting mencari cara mendamaikan warganya. Ya, meskipun ternyata niat baik itu tidak berakhir baik-baik saja.

Nama Wardan ini kerap muncul. Dalam beberapa judul tertulis sebagai San Wardan. Tentu dengan peran berbeda. Misalnya saja di cerpen Kebangkitan San Wardan, ia seperti sedang membantu penulis untuk menguliti dirinya sendiri hidup-hidup. Temanya sendiri masih sama, yaitu permainan antara khayalan dan realitas. Tetap dengan aroma kejenakaan yang kental, sesuatu yang memang melekat pada AK Basuki.

Penulis juga tidak lupa membawa mitos lokal ke dalam karyanya. Misal tentang malam Jumat Kliwon dalam cerpen Hantu dan Tukang Tambal Ban. Karman adalah seorang tukang tambal ban. Lumrahnya tukang tambal ban, ia dan rekan seprofesinya kerap dituduh menebar paku di jalanan agar bengkelnya mendapat konsumen.

baca juga: Wapres Ma'ruf Amin Luncurkan Buku Merayakan Istiqlal

Suatu hari, saat rekan-rekan lainnya menghindari sebuah malam untuk bekerja, Karman memutuskan berangkat. Istrinya sudah mengingatkan, tetapi Karman tetap pada pilihannya. Dalam benaknya, mumpung tidak banyak saingan. Lalu, terjadilah.

“Tengah malam, sebuah mobil produksi Eropa berjungkir balik beberapa kali sebelum berhenti dengan menabrak pembatas jalan hanya beberapa puluh meter di depan bengkel tambal bannya. Semua penumpangnya mati. Anehnya, hantu-hantu mereka langsung duduk manis di hadapannya justru sebelum dia sempat berdiri untuk menghampiri tempat kejadian itu.” (Hantu dan Tukang Tambal Ban, halaman 104)

Tidak ada kesan jenaka di bagian itu sampai kita bertemu dengan kata ‘duduk manis’ yang membuyarkan seluruh kesan horor yang sejak awal terbangun. Belum lagi percakapan Karman dan sang hantu cantik yang mungkin membuat kita bertanya-tanya: apakah hantu memang seramah itu?

Ego manusia memang sumber konflik. AK Basuki tidak luput membawa tema itu seperti dalam cerpen Tali Sepatu. Ya, ini cerita tentang seutas tali yang biasa-biasa saja, bahkan cenderung buruk rupa karena termakan kondisi. Namun, bukan AK BAsuki jika tidak bisa membuat benda biasa menjadi luar biasa. Ia membuat tali itu bertuah: mampu mengusir rasa lapar dan raja hutan.

baca juga: Buku-Buku Terlarang Abad 21, Da Vinci Code Terjual 80 Juta Copy

“Lalu harimau itu, aku pun sebenarnya hilang akal dan hanya melakukan apa yang ada di pikiranku saja. Jika akhirnya pergi, mungkin karena dia memang tidak lapar atau malah baru saja mengudap babi hutan.” (Tali Sepatu, halaman 158)

“Benda seperti tali sepatu dalam perut saya ini hanyalah sebuah benda. Manusialah yang membuatnya jadi ajaib dengan menghubung-hubungkan setiap kemungkinan dan mengesampingkan pelajaran logis yang sebenarnya ada dalam setiap kejadian.” (Tali Sepatu, halaman 159)

Dari dua kutipan itu sudah jelas, bahwa pikiran manusia begitu kuat hingga mampu mengaburkan realitas dan membuat segala hal tambah rumit.

Yang Berputar-putar di Otak Kita

Seperti ungkapan “… beribadah dengan dengan akal budimu!” yang tertulis di halaman 247, kita pun harus pandai membaca dengan akal budi. Dan, kita pun tahu, membaca di sini bukan melulu tulisan, tetapi juga situasi.

Bicara soal membaca, ketika menengok daftar isi, saya cukup terkejut. Mungkin Anda juga akan mengalami hal yang sama. Atau mungkin juga tidak terkejut, mengingat judul buku ini saja sudah memberi tahu isinya. Yap, something magical―sesuatu yang ajaib. Dan, betulan ajaib. Sebab, dari sebagian judul yang beraroma horor, ternyata meninggalkan sesuatu yang benar-benar lain ketika selesai membacanya. Beberapa lainnya mungkin akan membuat Anda senyum-senyum sendiri, atau malah tertawa terbahak-bahak seperti yang saya alami.

Anda mungkin juga akan segera tahu bahwa sejatinya penulis tidak bermaksud menakut-nakuti. Aroma horor dan seram memang tetap menggantung di udara, tetapi tidak membuat Anda lantas tersesat. Saya berani jamin itu

Sasti Gotama dalam pengantarnya mengatakan bahwa ini adalah jenis ketersesatan yang membuat pembaca tidak tersesat. Bagi saya, ini humor yang tidak diniatkan awalnya untuk membuat pembaca tertawa. Akan tetapi, itu terjadi. Kalaupun tidak terbahak-bahak, lengkung senyum mestilah terbit.

baca juga: Buku dan Kertas Berlalu

Saya juga setuju dengan pendapat Sasti lainnya, bahwa buku ini sarat pelajaran tanpa nada menggurui. Dan, tentunya, tiap pembaca akan menyerap pelajaran atau tafsir yang berbeda, bergantung kepada seberapa dalam kisah itu menyentuhnya.

Tenang saja. Tidak semua cerpen di sini disampaikan secara jenaka. Ada beberapa yang cukup serius sejak awal sampai akhir. Misalnya saja cerpen Kuburan Anjing, Ventriloquist, dan Cahaya Rembulan Malam Ini Dikalahkan Mendung. Bagi yang pernah membaca dwilogi Saman dan Larung karya Ayu Utami, cerpen Cahaya Rembulan Malam Ini Dikalahkan Mendung memiliki relasi after taste yang dekat sekali.

Permainan pikiran menjadi daya tarik utama dari penulis. Pembaca akan diajak masuk ke dalam labirin imajinasinya. Sebuah dunia yang tampak familiar, tetapi sesungguhnya amat berbeda dari yang mungkin pernah kita jumpai. Seperti pada cerpen Ular di Kaki San Wardan dan Syirik. Pembaca akan digiring ke sana kemari sebelum diturunkan di terminal antah-berantah.

Saya sendiri merasa ada yang betah berputar-putar di otak. Kadang, seperti orang lain, saya merancang opsi-opsi sendiri di kepala, yang akhirnya membuat saya kembali senyum-senyum sendiri.

Ah, bisa jadi saya sudah terkena sihir yang cantik dari AK Basuki, si pemuja Juventus.

Judul buku : Jalan Sihir

Penulis : AK Basuki

Penerbit : Purata Publishing

Cetak : Pertama, Maret 2023

Tebal : vi + 252 halaman

ISBN : 978-623-5920-06-1

(hdr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1531 seconds (0.1#10.140)