Muhammadiyah Soroti Perpanjangan Jabatan Kades Jadi 9 Tahun: Tidak Sehat untuk Iklim Demokrasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyoroti revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang sedang dibahas Badan Legislasi (Baleg) DPR. Salah satu poin yang menarik perhatian publik adalah Pasal 39 terkait masa jabatan kepala desa ( kades ).
Dalam Rapat Panja UU Desa, Kamis (22/6/2023), enam fraksi yang hadir sepakat perpanjangan masa jabatan kades dari 6 menjadi 9 tahun dengan maksimal dua periode menjabat. Keenamnya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara tiga fraksi lain belum menyatakan sikap karena tidak hadir dalam rapat tersebut. Ketiganya adalah Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi mengatakan, rencana perubahan ini jika dilihat secara umum menunjukkan bahwa maksimal rentang waktu seseorang menjadi kades adalah 18 tahun. Namun, sembilan tahun dalam satu kali masa jabatan adalah waktu yang terlalu lama bagi masyarakat untuk mengevaluasi kinerja kades, apakah layak dipilih kembali atau tidak pada Pilkades berikutnya.
"Ini tidak sehat untuk iklim negara demokrasi. Mayoritas rentang masa kepemimpinan di negara-negara yang demokrasinya baik adalah empat hingga enam tahun. Selain itu, keberadaan sistem demokrasi adalah untuk membatasi masa jabatan, bukan malah memperpanjang," kata Ridho Al-Hamdi dalam keterangan tertulis, Jumat (23/6/2023).
Menurutnya, terlalu lama masa jabatan kades juga berpotensi untuk melakukan penyelewengan kekuasaan (abuse of power) serta bisa merusak subtansi demokrasi yang sudah baik. Ridho mengutip pernyataan politikus Inggris, Lord Acton yang mengatakan, power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Artinya kekuasaan itu cenderung merusak/korupsi, dan kekuasaan yang absolut cenderung merusak/korup secara absolut pula.
"Sembilan tahun adalah waktu yang terlalu lama dan berpotensi seperti pernyataan Acton tersebut," katanya.
Ridho menganggap enam tahun adalah pilihan yang bijak, sehingga tidak perlu diperpanjang lagi. Jika kinerja kades petahana dianggap berhasil, maka pasti akan terpilih lagi pada periode kedua. Batasan maksimal dua periode adalah pilihan yang tepat bagi masa jabatan kades.
Dalam Rapat Panja UU Desa, Kamis (22/6/2023), enam fraksi yang hadir sepakat perpanjangan masa jabatan kades dari 6 menjadi 9 tahun dengan maksimal dua periode menjabat. Keenamnya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara tiga fraksi lain belum menyatakan sikap karena tidak hadir dalam rapat tersebut. Ketiganya adalah Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi mengatakan, rencana perubahan ini jika dilihat secara umum menunjukkan bahwa maksimal rentang waktu seseorang menjadi kades adalah 18 tahun. Namun, sembilan tahun dalam satu kali masa jabatan adalah waktu yang terlalu lama bagi masyarakat untuk mengevaluasi kinerja kades, apakah layak dipilih kembali atau tidak pada Pilkades berikutnya.
"Ini tidak sehat untuk iklim negara demokrasi. Mayoritas rentang masa kepemimpinan di negara-negara yang demokrasinya baik adalah empat hingga enam tahun. Selain itu, keberadaan sistem demokrasi adalah untuk membatasi masa jabatan, bukan malah memperpanjang," kata Ridho Al-Hamdi dalam keterangan tertulis, Jumat (23/6/2023).
Menurutnya, terlalu lama masa jabatan kades juga berpotensi untuk melakukan penyelewengan kekuasaan (abuse of power) serta bisa merusak subtansi demokrasi yang sudah baik. Ridho mengutip pernyataan politikus Inggris, Lord Acton yang mengatakan, power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Artinya kekuasaan itu cenderung merusak/korupsi, dan kekuasaan yang absolut cenderung merusak/korup secara absolut pula.
"Sembilan tahun adalah waktu yang terlalu lama dan berpotensi seperti pernyataan Acton tersebut," katanya.
Ridho menganggap enam tahun adalah pilihan yang bijak, sehingga tidak perlu diperpanjang lagi. Jika kinerja kades petahana dianggap berhasil, maka pasti akan terpilih lagi pada periode kedua. Batasan maksimal dua periode adalah pilihan yang tepat bagi masa jabatan kades.