Muhammadiyah Soroti Perpanjangan Jabatan Kades Jadi 9 Tahun: Tidak Sehat untuk Iklim Demokrasi

Jum'at, 23 Juni 2023 - 11:37 WIB
loading...
Muhammadiyah Soroti Perpanjangan Jabatan Kades Jadi 9 Tahun: Tidak Sehat untuk Iklim Demokrasi
LHKP PP Muhammadiyah menilai sembilan tahun dalam satu kali masa jabatan adalah waktu yang terlalu lama bagi masyarakat untuk mengevaluasi kinerja kades. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyoroti revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang sedang dibahas Badan Legislasi (Baleg) DPR. Salah satu poin yang menarik perhatian publik adalah Pasal 39 terkait masa jabatan kepala desa ( kades ).

Dalam Rapat Panja UU Desa, Kamis (22/6/2023), enam fraksi yang hadir sepakat perpanjangan masa jabatan kades dari 6 menjadi 9 tahun dengan maksimal dua periode menjabat. Keenamnya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Sementara tiga fraksi lain belum menyatakan sikap karena tidak hadir dalam rapat tersebut. Ketiganya adalah Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN).



Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi mengatakan, rencana perubahan ini jika dilihat secara umum menunjukkan bahwa maksimal rentang waktu seseorang menjadi kades adalah 18 tahun. Namun, sembilan tahun dalam satu kali masa jabatan adalah waktu yang terlalu lama bagi masyarakat untuk mengevaluasi kinerja kades, apakah layak dipilih kembali atau tidak pada Pilkades berikutnya.

"Ini tidak sehat untuk iklim negara demokrasi. Mayoritas rentang masa kepemimpinan di negara-negara yang demokrasinya baik adalah empat hingga enam tahun. Selain itu, keberadaan sistem demokrasi adalah untuk membatasi masa jabatan, bukan malah memperpanjang," kata Ridho Al-Hamdi dalam keterangan tertulis, Jumat (23/6/2023).

Menurutnya, terlalu lama masa jabatan kades juga berpotensi untuk melakukan penyelewengan kekuasaan (abuse of power) serta bisa merusak subtansi demokrasi yang sudah baik. Ridho mengutip pernyataan politikus Inggris, Lord Acton yang mengatakan, power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely. Artinya kekuasaan itu cenderung merusak/korupsi, dan kekuasaan yang absolut cenderung merusak/korup secara absolut pula.

"Sembilan tahun adalah waktu yang terlalu lama dan berpotensi seperti pernyataan Acton tersebut," katanya.



Ridho menganggap enam tahun adalah pilihan yang bijak, sehingga tidak perlu diperpanjang lagi. Jika kinerja kades petahana dianggap berhasil, maka pasti akan terpilih lagi pada periode kedua. Batasan maksimal dua periode adalah pilihan yang tepat bagi masa jabatan kades.

Model dua kali masa jabatan yang diadopsi banyak negara demokrasi ini didasarkan pada pengalaman bijak mantan Presiden Amerika pertama, George Washington, yang menolak diberikan posisi untuk ketiga kalinya sebagai presiden meski ada peluang besar untuk terpilih kembali.

"Maksimal dua periode adalah pilihan yang tepat juga bagi Indonesia agar terjadi sirkulasi elite menuju konsolidasi demokrasi yang lebih solid dan berkemajuan," katanya.

Ia berharap Baleg DPR dan para kades di seluruh Indonesia dapat bersikap dewasa dalam menyikapi masa jabatan kades ini dan tidak terjebak pada ambisi kekuasaan yang sering kali melupakan substansi demokrasi sebagai jalan untuk membatasi masa jabatan, bukan malah memperpanjang.

"Dnam tahun dalam satu kali masa jabatan kades dengan maksimal dua kali masa jabatan adalah pilihan tepat dan bijak bagi Indonesia yang sudah melewati seperempat abad sebagai negara demokrasi," ujarnya.

Sebelumnya, enam fraksi di Baleg DPR menyepakati perpanjangan masa jabatan kades dari 6 tahun menjadi 9 tahun dengan maksimal dua periode atau bisa menjabat hingga 18 tahun. Perubahan ini tengah dibahas dalam revisi tentang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa).

"(Yang disepakati) Secara umum sih enggak ada anu (perbedaan) ya. Kalau sekarang bisa 3 periode selama 6 tahun setiap periodenya. Sekarang cuma dijadikan 9 tahun untuk 2 kali masa jabatan. Jadi secara umum tidak ada perubahan soal waktu, kurang lebih sekitar 18 tahun," kata Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas kepada wartawan usai Rapat Panja UU Desa di Ruang Rapat Baleg DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (22/6/2023).

Supratman menjelaskan perpanjangan ini disepakati karena fraksi-fraksi di Baleg melihat bahwa ada banyak gesekan di masyarakat akibat pemilihan kepala desa (pilkades), sementara diperlukan stabilitas agar pertumbuhan di desa tidak terganggu. Apalagi, desa merupakan ujung tombak perekonomian nasional.

"Sehingga stabilitas untuk pertumbuhan desa itu kami anggap kemungkinan besar bisa terganggu. Padahal kita lagi berpikir bahwa ini bisa menjadi ujung tombak pertumbuhan ekonomi kita mulai dari desa. Nah karena itu kita ubah itu. Enggak ada masalah," katanya.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1616 seconds (0.1#10.140)