Capres-Cawapres Paket Nasionalis-Religius

Minggu, 18 Juni 2023 - 12:55 WIB
loading...
A A A
Pengamat itu mengklaim, Sandiaga Uno mempunyai kekuatan di basis kalangan ibu-ibu dan anak muda. Ini pun tidak semua benar. Kita belajar dari Pilpres 2019, total suara masuk berjumlah 154.257.601. Dari jumlah ini, kategori pemilih rasional sekitar 30% atau 45 juta pemilih. Separuh dari 30% itu memilih Sandiaga Uno, termasuk ibu-ibu dan anak muda.

Selebihnya 70% atau sekitar 109 juta suara tergolong pemilih emosional. Dari jumlah ini, termasuk kalangan Ibu-ibu muslimah fanatis khususnya dan pemuda muslim dari kelompok santri dipastikan cenderung akan memilih TGB. Ada berapa juta jumlah alumni dan santri aktif milenial yang punya hak pilih di semua pesantren NU di seluruh Indonesia saat ini. Mereka berpotensi kuat mendukung dan akan memilih TGB pada Pilpres 2024.

Pada kalangan pemilih Islam tingkat pengaruh TGB dan Sandiaga Uno sangat berbeda pada klaster wilayah tertentu seperti di NTB, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku, Kalimantan, hingga Sumatera. Basis pemilih di setiap wilayah ini diyakini didominasi oleh TGB sebagai tokoh intelektual muslim yang memiliki pengaruh jauh lebih unggul dibanding Sandiaga Uno.

TGB memiliki kapasitas memadai dan kredibilitas untuk memanfaatkan secara maksimal jaringan semua lembaga dakwah dan lembaga-lembaga Islam lainnya, kalangan rohaniawan muslim, para ustaz, ulama dan basis massa Islam yang tersebar di luar pemilih tradisional PDIP adalah lahan hijau bagi TGB untuk membantu kemenangan Ganjar. Keterwakilan kelompok berbasis religi yang pemilihnya mencapai 40% di seluruh Indonesia tentu akan memilih TGB. Kelebihan ini tidak dimiliki oleh Sandiaga Uno. Karena itu, TGB bisa menjadikan dia sebagai perisai bagi Ganjar menghadapi serangan lawan yang sewaktu-waktu bisa muncul dari kelompok agama khususnya Islam.

TGB seorang nasionalis–religius yang tidak diragukan keasliannya. Ini bisa dilihat dari latar politik perjuangan sang kakek TGB. Muhammad Zainuddin Abdul Majid (Tuan Guru Pancor) dan Tuan Guru Haji (TGH) adalah keturunan Sultan Selaparang, sebuah kerajaan Islam di Lombok. Dari sanalah, darah kepemimpinan TGB mengalir.

Pada awal abad 20, tepatnya tahun 1937 masa kolonial Belanda, TGH mendirikan madrasah-madrasah NW di Pancor. Madrasah NW ini sebagai base-camp latihan perang para santri untuk melawan kolonialis Belanda di wilayah Lombok. Pengibaran bendera perang melawan kolonialis Belanda oleh sang kakek TGB menjadikan keluarga ini berstatus pejuang terhormat di kalangan masyarakat NTB khususnya. Kemudian pada tahun 1953 sang kakek mendirikan organisasi Islam terbesar di NTB bernama Nahdlatul Wathan (NW adalah NU yang ada Lombok) yang berdiri kokoh hingga sekarang.

Dari berbagai kelebihan dimaksud, TGB efektif bisa menutupi kekurangan Ganjar. TGB sangat menguntungkan Ganjar pada aspek ideologis ini. Ganjar yang berwarna “Nasionalis” ketika disandingkan dengan TGB, maka warna politiknya ikut berubah menjadi “Nasionalis –Religius”. Sebaliknya, jika Ganjar berpasangan dengan Sandiaga Uno, maka warna politik mereka menjadi “Nasionalis – Sekuler”. Di kalangan pemilih berbasis agama yang jumlahnya sangat besar, warna politik “Nasionalis – Sekuler” ini tidak akan mampu mendorong kemenangan Ganjar.

Analisis dari aspek kekuatan media komunikasi, sebesar 30% kemenangan pemilu (pilpres atau pilkada) karena dorongan kekuatan media massa (mainstream), media konvergensi, media online dan media portal yang dimanage dengan efektif dalam strategi marketing politik. Sementara, Sandiaga Uno tidak memiliki kekuatan riil media seperti ini.

Dari aspek logistik, pilpres membutuhkan ongkos politik yang relatif besar untuk membiayai proses politik. Karena itu, persiapan logistik (ongkos politik) menjadi sesuatu keniscayaan. Keberadaan kursi partai di Senayan juga tidak selalu mutlak berkolerasi positif atau negatif terhadap menang atau kalah seorang kandidat dalam pilpres. Tingkat popularitas, nilai ketokohan dan kredibilitas personal calon seperti TGB sangat menentukan jumlah perolehan suara di setiap segmen pemilih di hari H.

"TGB belum tentu bisa mendongkrak kemenangan di Pilpres 2024," kata Awiek. Ia membandingkan perolehan suara TGB di Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan pencapaian Sandiaga di Pilpres 2019 dan Pilkada DKI Jakarta 2017 silam. Dalam konteks ini Awiek tidak sadar menyamakan pemilihan gubernur yang terbatas dalam wilayah provinsi dengan event pilpres yang melibatkan hampir semua warga di seluruh Indonesia yang telah memiliki hak pilih. Antara proses pilkada dan pilpres banyak faktor berbeda secara signifikan. Semua faktor dimaksud berpengaruh terhadap pilihan setiap voters dan hasil akhir.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1822 seconds (0.1#10.140)