Anggota DPR Kawal Langsung Sidang Putusan Sistem Pemilu MK

Kamis, 15 Juni 2023 - 07:47 WIB
loading...
Anggota DPR Kawal Langsung Sidang Putusan Sistem Pemilu MK
Sejumlah anggota DPR akan menghadiri langsung sidang pembacaan putusan atas gugatan sistem Pemilu 2024 oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (15/6/2023) hari ini. FOTO ILUSTRASI/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejumlah anggota DPR akan menghadiri langsung sidang pembacaan putusan atas gugatan sistem Pemilu 2024 oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (15/6/2023) hari ini. Putusan MK akan menentukan apakah Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka atau berubah menjadi proporsional tertutup.

"Besok (hari ini) kami akan hadir, tim kuasa DPR di MK, saya Habiburokhman, lalu ada saudara Taufik Basari, Supriansyah. Yang lainnya saya enggak tahu, mungkin ada kunker ke luar kota atau ke luar negeri dan ada juga yang sedang sakit, sehingga yang baru konfirmasi hadir itu baru tiga orang tadi," kata Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (14/6/2023).

Habiburokhman berharap MK menolak gugatan sistem pemilu tersebut. "Ini memang open legal policy DPR ya kan, yang dimohonkan ini kan bukan sengketa hak, bukan pula pidana yang layaknya diputus oleh pengadilan, apalagi MK. Ini adalah soal sistem mana yang paling pas oleh sebagian besar rakyat," tuturnya.



Atas dasar itu, Habiburokhman merasa aspirasi sistem pemilu dapat dibahas di DPR sebagai wakil rakyat. Menurutnya, sikap DPR jelas menolak sistem pemilu coblos partai.

"Bagaimana aspirasi rakyat yang lainnya? Kita lihat di semua media massa, lembaga survei, di semua medsos semuanya mayoritas proporsional terbuka," ujarnya.

"Sehingga menurut kami alangkah bijaknya kalau MK besok (hari ini) tetap mempertahankan proporsional terbuka," tegasnya.

Proporsional Tertutup Merusak Pendidikan Demokrasi

Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Gugun El Guyanie juga menyoroti sidang pengucapan putusan perkara judicial review (uji materi) perihal sistem pemilu terbuka atau tertutup oleh Mahkamah Konstitusi (MK), hari ini. Gugun berpendapat apabila MK memutus untuk mengabulkan permohonan, berarti pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup.

"Artinya demokrasi berjalan mundur ke belakang, karena tahun 2008, MK sendiri yang memutuskan sistem pemilu menjadi proporsional terbuka," kata Gugun dihubungi, Kamis (15/06/2023).



Menurutnya, putusan No 22/PUU/IV/2008 tersebut direspons positif oleh sebagian besar masyarakat, walaupun sebagian juga menolak. Namun dari sisi konsistensi menegakkan prinsip demokrasi, sejalan atau equivalen dengan pemilihan presiden yang juga pemilihan langsung oleh rakyat. Pemilihan kepala daerah, sejak 2005 juga dipilih langsung oleh rakyat. Maka, wakil rakyat yang duduk di parlemen, juga idealnya ditentukan langsung oleh rakyat, bukan oleh elit parpol yang sering berbeda dengan daulat rakyat.

"MK dengarkan suara rakyat, putusan MK harus mengokohkan spirit demokrasi yang sudah berjalan dinamis!" kata Gugun.

Ia melihat rakyat saat ini sudah masuk dalam atmosfer pendidikan demokrasi, ikut menentukan pejabat publik dari mulai presiden dan wakilnya, gubernur dan wakilnya, bupati dan walikota beserta wakilnya. Sudah tiga kali pemilu memilih wakilnya di legislatif secara langsung.

"Jika MK mengabulkan permohonan, maka sama saja MK membunuh demokrasi, membakar sekolah rakyat yang hampir lulus menempuh kuliah politik dan demokrasi," katanya.

Rakyat sudah mulai terdidik dengan ikut mengontrol kebijakan pemerintahan. Bahkan rakyat bisa menghukum para pejabat publik dengan tidak memilih kembali incumbent melalui pemilu dan pilkada.

Di satu sisi, proporsional terbuka memuat sisi lemah yapi sisi positifnya lebih banyak. Calon anggota legislatif akan dipaksa dekat dengan konstituen, menawarkan gagasan kepada calon pemilih. Sebaliknya, rakyat dididik untuk mencari caleg yang punya visi dan gagasan walaupun masih muncul jual beli suara.

"Semakin terdidik masyarakat, semakin dewasa rakyat, semakin tidak laku politik yang. Kita butuh waktu yang tidak instan untuk mematangkan demokrasi," ujarnya.

Gugun mengingatkan Pemilu adalah pesta demokrasi bukan elite parpol. Pesta demokrasi berarti setiap nyawa ikut merayakan kompetisi antarcaleg, antarparpol, antarkandidat. "Jika dikembalikan dengan proporsional tertutup, maka pemilu kita sudah bukan pesta demokrasi, tapi pesta oligarki," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1818 seconds (0.1#10.140)