Lansia, Masa Depan Kita

Jum'at, 09 Juni 2023 - 11:53 WIB
loading...
Lansia, Masa Depan Kita
Wakil Rektor II IAIN SAS Kepulauan Babel, Masmuni Mahatma. FOTO/IST
A A A
Masmuni Mahatma
Wakil Rektor II IAIN SAS Kepulauan Babel

HAJI Ramah Lansia adalah semangat kerja pelayanan petugas haji 1444 H/2023. Motto dan filosofi kerja sederhana, menyentuh, dan cukup menggugah. Meskipun dalam praktik, sama sekali bukan kerja mudah, ringan, atau sepele. Tetapi selama ada tekad dan jihad diri, insya Allah, tenaga Allah juga mengaliri napas dan darah tubuh siapa pun yang siap kerja.

Bahwa di masa sebelumnya ada perhatian, penyambutan dan pelayanan terhadap jamaah lansia, itu adalah realita. Namun langkah untuk menata lebih baik, mengemas dengan unik, empatik, dan sangat humanistik, merupakan spirit zaman yang tak bisa diabaikan. Semuanya merupakan kenyataan ikhtiari sosio-manusiawiyah yang perlu terus diapresiasi, disyukuri, dan direkonstruksi seinovatif mungkin.

Kerja kepedulian dan pelayanan antar sesama makhluk, lebih-lebih pada mereka yang dikategorikan lansia, kalau dibasiskan pada spirit ibadah universal, tetap bagian yang sangat luhur di dalamnya. Ini adalah ibadah "ghairu mahdlah" yang termafhumi oleh hampir seluruh makhluk Allah SWT. Ibadah yang menuntun tiap manusia menyadari tak ada satu pun kerja yang lepas sepenuhnya dari "energi positif" Allah sebagai Pencipta dan Pemilik tenaga kita.

Orientasi Pelayanan

Menilik orientasi pelayanan jamaah haji lansia, sepertinya patut dijernihkan. Bukan semata mencegah pengaburan orientasi spirit dan nilai-nilainya, melainkan penguatan dalam konteks kehambaan berkehajian. Di luar itu, tentu demi menjaga kemurnian amanah Allah SWT selama dan pasca menunaikan ibadah haji.

Mencampur kerja pelayanan dengan sedikit saja "tendensi" pencitraan, akan mendistorsi keluhuran ibadah haji maupun kemabrurannya. Di sini pentingnya kita, terutama yang berposisi sebagai petugas, untuk senantiasa menjernihkan dan mengawal integrasi kehajian. Sebab "la rofasa wa la fusuqo wa la jidala fi al-hajj" merupakan "ayat penyangga" keluhuran maupun kemabruran peribadahan haji.

Orientasi pelayanan, adalah aktualisasi "amilussalihat," tindakan kebajikan dari dan untuk keselamatan, kedamaian, keteduhan, dan kebahagiaan lahir maupun batin setiap manusia. Dari orientasi ini, kita akan terus menemukan inspirasi, inovasi, empati, dalam rangka transformasi humanisasi. Ini orientasi tak terbantahkan dalam konteks pelayanan bagi jamaah haji, utamanya yang dikategorikan lansia.

Cukup banyak perspektif tokoh Sufisme mensinyalir dan menekan bahwa konstruksi pelayanan dari dan untuk sesama manusia, sejatinya bagian dari moral kehambaan yang luhur. Ini adalah wujud syukur kehambaan berbasis esensi ketuhanan. Yakni, mensyukuri anugerah dan nikmat Allah melalui penghidmatan atau pelayanan kepada sesama, wabil khusus jamaah haji lansia.

Pelayanan, merupakan keteladanan Tuhan dalam berkehidupan. Tuhan senantiasa menjadi pelayan kita, manusia yang sering kali lebih banyak maunya daripada ibadah kepada-Nya. Melayani Tuhan, tak terpisahkan dengan filosofi, prinsip, spirit, maupun komitmen utama melayani sesama manusia. Apalagi jamaah haji lansia, yang nyata membutuhkan sentuhan-sentuhan dalam beberapa hal secara manusiawiyah.

Melayani Diri

Melayani jamaah haji lansia, sekali lagi, bukan sekadar semboyan, motto, atau ikon tematik pelaksanaan. Ia mengandung dimensi filosofis kedirian dan kehambaan. Sebab sebagai manusia, secara fisik dan psikologis, pelan tapi pasti kita akan menua, menjadi lansia juga. Maka melayani lansia dalam berhaji, sebetulnya melayani diri kita sendiri. Bahkan, dalam bahasa yang lebih lugas, melayani lansia, merupakan salah satu cara mengantisipasi masa depan diri kita.

Al Ghazali sudah lama menegaskan, barangsiapa mengenali dirinya maka ia dapat mengenali Tuhannya. Semangat filosofi ini, bisa dipinjam sedikit, bahwa melayani jamaah haji lansia berarti potret melayani diri sendiri jua. Semangat kerja pelayanan terbaik untuk kebahagiaan mereka adalah upaya riil menyiapkan masa depan diri kita sebagai manusia. Demi kualitas pelayanan dalam konteks ini, memang dibutuhkan pencerahan-pencerahan spiritual yang tak mudah. Tidak cukup hanya dengan atribut formal yang tampak "gagah."

Paradigma ini, akan menuntun kita terus berada pada mistar kesadaran berbasis ketulusan, terhindarkan dari pencitraan. Kita akan selalu waspada dan peka agar tidak terjebak tarikan kerja parsialistik-disorientatif, atau bahkan "kapitalisasi" penugasan keberhajian. Walkhusus, mengantarkan jamaah haji lansia mencapai kemabruran yang manis.

Tak berlebihan bila kita tegaskan bahwa melayani jamaah haji lansia sepenuh hati, sesungguhnya juga melayani masa depan diri sendiri. Sebuah regulasi filosofis dan religiusitas yang produktif-edukatif. Religiusitas unggul menyongsong peradaban perhajian berbasis ketuhanan sekaligus kemanusiaan. Maka jamaah haji lansia ceria, kemabruran pun akan mengalir dalam diri kita. Aamiin.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2112 seconds (0.1#10.140)