Ungkap Sejumlah Tantangan, Komnas HAM Kritisi Penegak hingga Produk Hukum

Jum'at, 24 Juli 2020 - 11:52 WIB
loading...
Ungkap Sejumlah Tantangan, Komnas HAM Kritisi Penegak hingga Produk Hukum
Wakil Ketua Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengungkapkan, ada berbagai tantangan dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM di Indonesia. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Serangan dan ancaman terhadap para pembela Hak Asai Manusia (HAM) masih tinggi. Meski perlindungan sudah diakui dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan, sistem perlindungan HAM berbasis keamanan korban dinilai belum tersedia dengan memadai.

(Baca juga: Januari-April 2020 Terjadi 22 Peristiwa Kekerasan Menimpa Pembela HAM)

Wakil Ketua Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengungkapkan, ada berbagai tantangan dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM di Indonesia. Salah satunya, memastikan pemerintah, terutama aparat penegak hukum seperti kepolisian dalam mendukung untuk melindungi dan menegakkan HAM.

"Dari 2015-2019, kepolisian adalah pihak yang paling banyak diadukan. Kedua, korporasi. Yang lainnya adalah pemda, TNI, lembaga peradilan, dan BUMN/BUMD. Yang lebih penting, bagaimana memastikan Polri melakukan itu ketika mereka menjadi pihak yang diadukan," kata Sandrayati, Jumat (24/7/2020).

(Baca juga: RUU Cipta Kerja dan Minerba Dinilai Rentan Memicu Pelanggaran HAM)

Tantangan berikutnya yaitu, memastikan proses pembaruan hukum didasarkan pada prinsip-prinsip HAM. Salah satu yang disoroti Komnas HAM terkait itu adalah RUU Cipta Kerja yang tengah dibahas DPR dan menuai pro kontra berbagai kalangan.

"Kami melihat indikasi banyak permasalahan terkait RUU Cipta Kerja. Kami sedang menyelesaikan laporan atau kertas posisi tentang laporan ini dan menemukan begitu banyak persoalan dalam aturan ini. Termasuk pengabaian persoalan lingkungan hidup dalam omnibus law Cipta Kerja," ujar dia.

Selanjutnya, Sandrayati juga mempertanyakan komitmen pemerintah dalam proses finalisasi peraturan pelaksana dari Pasal 66 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ia menagih peraturan menteri (Permen) anti-SLAPP (Strategic Lawsuit against Public Participation) yang tak kunjung terbit hingga saat ini.

"Saya belum tahu mengapa prosesnya begitu lama. Karena saya tahu drafnya sudah cukup lama. Apa kendala mendasarnya, mengapa itu belum bisa ditetapkan. Hal-hal ini yang buat kita juga agak bingung dengan komitmen pemerintah terhadap hal ini," ucapnya.

Isu lainnya yang menjadi tantangan lanjut Sandrayati, yaitu mendorong pemerintah agar bersinergi dengan para pihak untuk menelaah lebih mendalam mengenai persoalan pembela HAM. Termasuk menyusun desain komprehensif dan langkah-langkah strategis bersama.

Terakhir, yaitu memastikan adanya langkah-langkah darurat (emergency) oleh para pihak untuk perlindungan pembela HAM, termasuk aktivis, jurnalis, advokat, pegawai serta para anggota lembaga negara HAM independen.

"Keadilan, termasuk keadilan lingkungan itu untuk semua. Pembela HAM adalah ujung tombak dalam upaya melestarikan lingkungan, menyelamatkan lingkungan. Kalau pembela HAM tidak mendapat perlindungan, seluruh warga lain juga tidak dapat dipenuhi haknya," tandasnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1669 seconds (0.1#10.140)