PKPU soal Keterwakilan Perempuan Digugat, Eks Komisioner KPU: Masih Ada Waktu
loading...
A
A
A
Dalam permohonan tersebut pihaknya juga mengajukan dua orang ahli yakni Rotua Valentina Sagala dan Ida Budhiati untuk memperkuat dalil-dalil permohonan yang diajukan.
Pada permohonan ini, MPKP mengajukan pengujian terhadap Pasal 8 ayat (2) PKPU tersebut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 348) terhadap Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, Pasal 245 UU Pemilu dan UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women).
Bunyi Pasal 8 ayat (2) PKPU tersebut adalah “dalam hal penghitungan 30% jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai: (a) Kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau (b) 50 atau lebih hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
Para pemohon meminta kepada MA untuk menyatakan Pasal 8 ayat (2) PKPU tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women).
Pemohon juga meminta untuk ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU itu dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas.”
Sehingga pasal a quo selengkapnya berbunyi: Pasal 8 ayat (2): “Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas".
Pada permohonan ini, MPKP mengajukan pengujian terhadap Pasal 8 ayat (2) PKPU tersebut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 348) terhadap Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, Pasal 245 UU Pemilu dan UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk diskriminasi terhadap perempuan (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women).
Bunyi Pasal 8 ayat (2) PKPU tersebut adalah “dalam hal penghitungan 30% jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai: (a) Kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau (b) 50 atau lebih hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
Para pemohon meminta kepada MA untuk menyatakan Pasal 8 ayat (2) PKPU tersebut bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women).
Pemohon juga meminta untuk ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU itu dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas.”
Sehingga pasal a quo selengkapnya berbunyi: Pasal 8 ayat (2): “Dalam hal penghitungan 30 persen (tiga puluh persen) jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas".
(rca)