Tanggapi Pernyataan SBY soal Chaos Politik, Megawati: Pemilu Bukan Barang Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri memberi tanggapan terkait kekhawatiran yang disampaikan Ketua Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) . Sebelumnya, SBY menyebut chaos politik bisa terjadu jika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup.
Megawati menegaskan bahwa pemilu legislatif (pileg) sudah bukan barang baru lagi sehingga mekanisme sudah dipahami dan ditata dengan teratur.
"Jangan lagi kita melihat pemilu seperti barang baru. Maksud saya tu begini kan ada tu komen-komen yang mengatakan sepertinya ada chaos. Saya lalu berpikir mereka sendiri yang mengatakan begitu," ujar Megawati saat menerima kunjungan silaturahmi dan kerja sama partai politik Partai Amanat Nasional (PAN) di Kantor DPP PDIP Jakarta Pusat, Jumat (2/6/2023).
Megawati menegaskan Indonesia tidak akan menjadi chaos hanya karena karena sistem pemilu berubah dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Apalagi, kata Megawati, Indonesia sudah mempunyai pengalaman berkali-kali menyelenggarakan pemilu.
"Karena bagi kami tidak terjadi chaos karena bagi kami melihat sudah beberapa kali pemilu. Dan pemilu pertama itu 1955. Jadi bukan barang baru. Jadi kalau ada yang mengatakan seperti itu maunya seperti apa," pungkas Presiden ke-5 RI ini.
Diketahui sebelumnya, Ketua Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan komentar terkait pernyataan Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana terkait perubahan sistem Pemilu 2024 menjadi proporsional tertutup.
Denny mengaku mendapatkan informasi dari sumber terpercaya bahwa MK telah memutuskan sistem pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup. Padahal, MK sendiri belum memutuskan uji materi ketentuan sistem pemilu karena masih menunggu kesimpulan para pihak hingga tanggal 30 Mei 2023.
“Jika yang disampaikan Prof Denny Indrayana 'reliable', bahwa MK akan menetapkan sistem proporsional tertutup, dan bukan sistem proporsional terbuka seperti yang berlaku saat ini, maka hal ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia,” tulis SBY lewat akun Twitter pribadinya @SBYudhoyono, Minggu (28/5/2023).
Terkait perubahan sistem pemilu, menurut SBY, ada tiga pertanyaan besar yang menjadi perhatian publik, mayoritas parpol, dan pemerhati pemilu apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai.
"Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan 'chaos' politik,” ungkap SBY.
SBY berargumen MK hanya memiliki wewenang untuk memastikan suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak, bukan menetapkan undang-undang mana yang paling tepat, termasuk apakah sistem pemilu tertutup atau terbuka.
Dia melihat apabila MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi tertutup, maka kemungkinan mayoritas rakyat akan sulit menerimanya.
“Ketiga, sesungguhnya penetapan UU tentang sistem pemilu berada di tangan Presiden dan DPR, bukan di tangan MK. Mestinya Presiden dan DPR punya suara tentang hal ini. Mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar,” papar SBY.
SBY menjelaskan dalam menyusun DCS, parpol dan caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah atau tetap menggunakan sistem terbuka. Perubahan di tengah jalan oleh MK dapat menimbulkan persoalan serius, terutama KPU dan parpol harus siap kelola krisis akibat perubahan tersebut.
Untuk menghindari situasi 'chaos' tersebut, SBY menyarankan untuk Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Kemudian setelah Pemilu 2024, Presiden dan DPR dapat duduk bersama untuk menelaah sistem pemilu yang berlaku untuk kemungkinan disempurnakan menjadi sistem yang lebih baik dengan mendengarkan suara aspirasi rakyat Indonesia.
Megawati menegaskan bahwa pemilu legislatif (pileg) sudah bukan barang baru lagi sehingga mekanisme sudah dipahami dan ditata dengan teratur.
"Jangan lagi kita melihat pemilu seperti barang baru. Maksud saya tu begini kan ada tu komen-komen yang mengatakan sepertinya ada chaos. Saya lalu berpikir mereka sendiri yang mengatakan begitu," ujar Megawati saat menerima kunjungan silaturahmi dan kerja sama partai politik Partai Amanat Nasional (PAN) di Kantor DPP PDIP Jakarta Pusat, Jumat (2/6/2023).
Megawati menegaskan Indonesia tidak akan menjadi chaos hanya karena karena sistem pemilu berubah dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup. Apalagi, kata Megawati, Indonesia sudah mempunyai pengalaman berkali-kali menyelenggarakan pemilu.
"Karena bagi kami tidak terjadi chaos karena bagi kami melihat sudah beberapa kali pemilu. Dan pemilu pertama itu 1955. Jadi bukan barang baru. Jadi kalau ada yang mengatakan seperti itu maunya seperti apa," pungkas Presiden ke-5 RI ini.
Diketahui sebelumnya, Ketua Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan komentar terkait pernyataan Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana terkait perubahan sistem Pemilu 2024 menjadi proporsional tertutup.
Denny mengaku mendapatkan informasi dari sumber terpercaya bahwa MK telah memutuskan sistem pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup. Padahal, MK sendiri belum memutuskan uji materi ketentuan sistem pemilu karena masih menunggu kesimpulan para pihak hingga tanggal 30 Mei 2023.
“Jika yang disampaikan Prof Denny Indrayana 'reliable', bahwa MK akan menetapkan sistem proporsional tertutup, dan bukan sistem proporsional terbuka seperti yang berlaku saat ini, maka hal ini akan menjadi isu besar dalam dunia politik di Indonesia,” tulis SBY lewat akun Twitter pribadinya @SBYudhoyono, Minggu (28/5/2023).
Terkait perubahan sistem pemilu, menurut SBY, ada tiga pertanyaan besar yang menjadi perhatian publik, mayoritas parpol, dan pemerhati pemilu apakah ada kegentingan dan kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai.
"Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kepada KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan 'chaos' politik,” ungkap SBY.
SBY berargumen MK hanya memiliki wewenang untuk memastikan suatu undang-undang bertentangan dengan konstitusi atau tidak, bukan menetapkan undang-undang mana yang paling tepat, termasuk apakah sistem pemilu tertutup atau terbuka.
Dia melihat apabila MK tidak memiliki argumentasi kuat bahwa sistem pemilu terbuka bertentangan dengan konstitusi sehingga diganti menjadi tertutup, maka kemungkinan mayoritas rakyat akan sulit menerimanya.
“Ketiga, sesungguhnya penetapan UU tentang sistem pemilu berada di tangan Presiden dan DPR, bukan di tangan MK. Mestinya Presiden dan DPR punya suara tentang hal ini. Mayoritas partai politik telah sampaikan sikap menolak pengubahan sistem terbuka menjadi tertutup. Ini mesti didengar,” papar SBY.
SBY menjelaskan dalam menyusun DCS, parpol dan caleg berasumsi sistem pemilu tidak diubah atau tetap menggunakan sistem terbuka. Perubahan di tengah jalan oleh MK dapat menimbulkan persoalan serius, terutama KPU dan parpol harus siap kelola krisis akibat perubahan tersebut.
Untuk menghindari situasi 'chaos' tersebut, SBY menyarankan untuk Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Kemudian setelah Pemilu 2024, Presiden dan DPR dapat duduk bersama untuk menelaah sistem pemilu yang berlaku untuk kemungkinan disempurnakan menjadi sistem yang lebih baik dengan mendengarkan suara aspirasi rakyat Indonesia.
(kri)