5 Fakta Jenderal Soemitro, Petinggi ABRI yang Mundur setelah Insiden Malari

Rabu, 31 Mei 2023 - 05:55 WIB
loading...
5 Fakta Jenderal Soemitro, Petinggi ABRI yang Mundur setelah Insiden Malari
Jenderal TNI Soemitro merupakan salah satu tokoh militer yang punya peran cukup sentral di era Orde Baru. Dia sempat menduduki sejumlah posisi strategis. Foto: Cover Buku berjudul Jenderal TNI (Purn) Soemitro, Perjalanan Prajurit Pejuang dan Professional,
A A A
JAKARTA - Jenderal TNI (Purn) Soemitro merupakan salah satu tokoh militer yang punya peran cukup sentral di era Orde Baru. Pria bernama lengkap Soemitro Sastrodihardjo ini lahir pada 13 Januari 1927 di Probolinggo, Jawa Timur.

Sepanjang karier militernya, dia sempat menduduki sejumlah posisi strategis. Misalnya, ketika Sumirto dipercaya untuk menduduki dua posisi penting di ABRI pada akhir tahun 1973. Saat itu ia menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) merangkap Wakil Panglima ABRI.


5 Fakta Jenderal Soemitro

Berikut ini beberapa fakta menarik tentang Jenderal Soemitro. Mulai dari awal kariernya di PETA hingga mengundurkan diri dari militer pada tahun 1974:

1. Memulai Karier Militer di PETA

Usai lulus dari SMP, Soemitro mulai mendaftarkan dirinya untuk menjadi Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) ketika satuan militer bentukan Jepang tersebut membuka lowongan prajurit pembantu.

Kala itu Soemitro yang diterima lantas diberangkatkan ke Bogor untuk mengikuti pendidikan. Barulah setelah Proklamasi Kemerdekaan RI pada 1945, dirinya bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).

2. Punya Peran di Balik Suksesnya Soeharto Menjadi Presiden Indonesia

Soemitro yang kala itu tengah bertugas di Kalimantan Timur dipindahkan ke Jakarta untuk menjadi anggota staf Mayor Jenderal Soeharto pada akhir 1965.


Kondisi politik Indonesia yang tengah memburuk kala itu membuat Soeharto berupaya untuk mengambil alih kekuasaan. Hal tersebut membuatnya mencari dukungan dari kalangan perwira, yang salah satunya adalah Soemitro.

Soeharto sempat memerintahkan Soemitro dan Basuki Rahmat untuk mencatat perintah dan meneruskannya kepada pasukan pada Maret 1966.

3. Berbeda Pendapat dengan Ali Moertopo

Soemitro yang kala itu menjadi Kopkamtib merangkap sebagai Wakil Panglima ABRI berseteru dengan Ali yang tengah menjabat sebagai perwira intelijen merangkap Asisten Pribadi (Aspri) Presiden Soeharto.

Perseteruan ini dimulai ketika Soemitro ingin memotong keterlibatan militer dalam politik Soeharto. Namun disisi lain Ali justru menginginkan hal yang sebaliknya.

Hal tersebut membuat Presiden Soeharto berusaha untuk mempertemukan keduanya, namun segala diskusi dan musyawarah yang dilakukan tidak pernah berhasil.

4. Sumirto Kecewa dengan Rezim Soeharto

Pada akhir tahun 1973, Sumirto mulai menjauhkan perannya dari pemerintahan. Dari situlah dia tidak lagi memberikan kritik dan pendapat yang ditujukan pada rezim, meskipun hal tersebut merupakan tugas dan wewenangnya.

Hingga setahun berselang, Soemitro mendatangi Jenderal Nasution dan Sarwo Edhie Wibowo, untuk mengungkapkan kekecewaannya pada rezim Soeharto.

5. Mengundurkan Diri Setelah Insiden Malari

Meletusnya kerusuhan Malapetaka 15 Januari (Malari) tahun 1974 menjadi titik awal jatuhnya Sumirto sebagai seorang jenderal. Insiden ini dimulai ketika Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka tiba di Jakarta untuk berkunjung.

Kunjungan Tanaka ini membuat banyak pihak yang kritis menjalankan aksinya untuk mengungkapkan ketidakpuasan mereka. Namun aksi unjuk rasa itu harus berakhir dengan malapetaka.

Dengan tewasnya 11 orang, dan ratusan orang yang luka-luka serta ditangkap, membuat peristiwa ini mencoreng nama Soemitro sebagai petinggi ABRI.

Sebagai sosok yang dianggap telah membiarkan gerakan protes lepas kendali. Setelah peristiwa Malari, Soemitro memutuskan undur diri dari Komando Kopkamtib dan Wakil Panglima ABRI.
(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0994 seconds (0.1#10.140)