Sejumlah Organisasi Penggerak Gunakan Skema Pembiayaan Mandiri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah menegaskan Program Organisasi Penggerak (POP) memiliki tiga skema pembiayaan. Ketiga skema tersebut yaitu murni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), skema pembiayaan mandiri dan dana pendamping (matching fund). POP adalah program peningkatan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia yang digagas oleh Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril, menjelaskan, pembiayaan POP dapat dilakukan secara mandiri atau berbarengan dengan anggaran yang diberikan pemerintah. Ia mengungkapkan organisasi dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan.
"Akan tetapi Kemendikbud tetap melakukan pengukuran keberhasilan program melalui asesmen dengan tiga instrumen," ungkapnya. Ia menjelaskan ketiga instrumen tersebut yaitu Pertama, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter (SD/SMP). Kedua, instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak (PAUD). Ketiga, pengukuran peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktik mengajar guru dan kepala sekolah.
Tak hanya itu, proses seleksi yayasan atau organisasi yang memilih skema pembiayaan mandiri dan matching fund juga dilakukan dengan kriteria yang sama dengan para peserta lain yang menerima anggaran negara. “Dengan menggandeng organisasi atau yayasan yang fokus di bidang pendidikan, Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial di bidang yang menyentuh seluruh masyarakat Indonesia,” kata Iwan.
Salah satu organisasi penggerak yang menggunakan pembiayaan mandiri yaitu Tanoto Foundation. Direktur Komunikasi Tanoto Foundation, Haviez Gautama menyatakan mereka merupakan salah satu organisasi penggerak yang menggunakan pembiayaan mandiri. Tanoto Foundation memiliki Program Pintar Penggerak yang diajukan dalam POP.
Program tersebut akan didanai mandiri oleh yayasan dengan nilai investasi lebih dari Rp 50 miliar untuk periode dua tahun (2020-2022). “Salah satu misi Tanoto Foundation bekerja sama dengan pemerintah melalui POP Kemendikbud adalah mendorong percepatan peringkat global pendidikan Indonesia,” kata Haviez.
Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation Ari Widowati menambahkan, dalam proses pendaftaran organisasi penggerak, Tanoto Foundation memasukkan pilihan pendanaan secara mandiri, sehingga tidak menerima bantuan dana dari pemerintah dalam menjalankan program.
Sejak 16 April 2020, mereka juga tidak ada komunikasi dengan Kemendikbud, kecuali melalui platform tanya jawab POP. Selain itu, mereka dihubungi secara blind review oleh evaluator, dimana pewawancara tidak mengetahui asal organisasi. “Semua dilakukan dengan prosedur yang ketat,” kata Ari.
Sementara Yayasan Putera Sampoerna lebih memilih skema matching fund. Head of Marketing & Communications Yayasan Putera Sampoerna, Ria Sutrisno, menjelaskan mereka bersama-sama dengan mitra dalam dan luar negeri mendukung program POP (di luar APBN) menggunakan skema matching fund. Adapun nilai investasi hampir Rp70 miliar untuk mendukung program peningkatan kualitas guru dan ekosistem pendidikan dan Rp90 miliar untuk mendukung program peningkatan akses pendidikan.
“Ini bukan CSR. Kami adalah yayasan yang fokus kepada peningkatan kualitas pendidikan. Kami memilih skema partnership dengan berbagai pihak sebagai wujud komitmen kolaborasi dalam memajukan pendidikan nasional,” kata Ria Sutrisno.
Matching fund merupakan bantuan dana yang diberikan oleh salah satu pihak untuk melengkapi atau memperkuat sebuah program. Dalam Program Organisasi Penggerak, para peserta melipatgandakan bantuan dana dari plafon yang selama ini telah ditetapkan pemerintah.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Iwan Syahril, menjelaskan, pembiayaan POP dapat dilakukan secara mandiri atau berbarengan dengan anggaran yang diberikan pemerintah. Ia mengungkapkan organisasi dapat menanggung penuh atau sebagian biaya program yang diajukan.
"Akan tetapi Kemendikbud tetap melakukan pengukuran keberhasilan program melalui asesmen dengan tiga instrumen," ungkapnya. Ia menjelaskan ketiga instrumen tersebut yaitu Pertama, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter (SD/SMP). Kedua, instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak (PAUD). Ketiga, pengukuran peningkatan motivasi, pengetahuan, dan praktik mengajar guru dan kepala sekolah.
Tak hanya itu, proses seleksi yayasan atau organisasi yang memilih skema pembiayaan mandiri dan matching fund juga dilakukan dengan kriteria yang sama dengan para peserta lain yang menerima anggaran negara. “Dengan menggandeng organisasi atau yayasan yang fokus di bidang pendidikan, Kemendikbud ingin meningkatkan kontribusi finansial di bidang yang menyentuh seluruh masyarakat Indonesia,” kata Iwan.
Salah satu organisasi penggerak yang menggunakan pembiayaan mandiri yaitu Tanoto Foundation. Direktur Komunikasi Tanoto Foundation, Haviez Gautama menyatakan mereka merupakan salah satu organisasi penggerak yang menggunakan pembiayaan mandiri. Tanoto Foundation memiliki Program Pintar Penggerak yang diajukan dalam POP.
Program tersebut akan didanai mandiri oleh yayasan dengan nilai investasi lebih dari Rp 50 miliar untuk periode dua tahun (2020-2022). “Salah satu misi Tanoto Foundation bekerja sama dengan pemerintah melalui POP Kemendikbud adalah mendorong percepatan peringkat global pendidikan Indonesia,” kata Haviez.
Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation Ari Widowati menambahkan, dalam proses pendaftaran organisasi penggerak, Tanoto Foundation memasukkan pilihan pendanaan secara mandiri, sehingga tidak menerima bantuan dana dari pemerintah dalam menjalankan program.
Sejak 16 April 2020, mereka juga tidak ada komunikasi dengan Kemendikbud, kecuali melalui platform tanya jawab POP. Selain itu, mereka dihubungi secara blind review oleh evaluator, dimana pewawancara tidak mengetahui asal organisasi. “Semua dilakukan dengan prosedur yang ketat,” kata Ari.
Sementara Yayasan Putera Sampoerna lebih memilih skema matching fund. Head of Marketing & Communications Yayasan Putera Sampoerna, Ria Sutrisno, menjelaskan mereka bersama-sama dengan mitra dalam dan luar negeri mendukung program POP (di luar APBN) menggunakan skema matching fund. Adapun nilai investasi hampir Rp70 miliar untuk mendukung program peningkatan kualitas guru dan ekosistem pendidikan dan Rp90 miliar untuk mendukung program peningkatan akses pendidikan.
“Ini bukan CSR. Kami adalah yayasan yang fokus kepada peningkatan kualitas pendidikan. Kami memilih skema partnership dengan berbagai pihak sebagai wujud komitmen kolaborasi dalam memajukan pendidikan nasional,” kata Ria Sutrisno.
Matching fund merupakan bantuan dana yang diberikan oleh salah satu pihak untuk melengkapi atau memperkuat sebuah program. Dalam Program Organisasi Penggerak, para peserta melipatgandakan bantuan dana dari plafon yang selama ini telah ditetapkan pemerintah.
(ars)