Keamanan Data di Tengah Tsunami Digital

Selasa, 16 Mei 2023 - 11:45 WIB
loading...
Keamanan Data di Tengah Tsunami Digital
Komisaris Independen PT Jamkrindo, Muhammad Muchlas Rowi. FOTO/DOK.PRIBADI
A A A
JAKARTA - Muhammad Muchlas Rowi
Komisaris Independen PT Jamkrindo

BULAN ini semestinya menjadi bulan bahagia bagi masyarakat Indonesia. Karena secara harfiah, Mei berarti keberuntungan dan harapan tinggi. Itulah mengapa banyak anak di negeri ini diberi nama dengan awalan Mei. Ada Meidina, Melinda, Meyrisa, dan seterusnya.

Selain itu, di saat ekonomi dunia tengah sulit dan banyak negara jatuh ke jurang resesi, di bulan Mei ini Indonesia malah berhasil menorehkan hasil cemerlang. Lihat saja laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Ekonomi Indonesia Triwulan I yang dirilis pada 5 Mei 2023. Pertumbuhan ekonomi di Triwulan I tahun 2023 adalah sebesar 5,03% (yoy). Sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy).

Pada titik ini banyak pihak masih percaya, lalu bersuara dengan lantang dan dengan nada optimistis. Dengan percaya diri, Indonesia bahkan disebut bakal menjadi nomor satu sebagai negara G20 dengan pertumbuhan tertinggi.



Sampai akhirnya, Senin, 8 Mei 2023 layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) mendadak mengalami gangguan. Segala upaya dilakukan agar gangguan bisa diselesaikan dalam hitungan jam. Namun ternyata, gangguan ini harus terjadi selama 4 hari lamanya (8-11 Mei 2023). Bulan Mei yang identik dengan suka cita pun tetiba berubah menjadi bulan yang mengharu biru (penuh kekacauan).

Betapa tidak, gegara kejadian ini sekira 18,4 juta orang harus panik ditambah khawatir dengan dana yang selama ini mereka titipkan. Seorang nasabah berinisial MW bahkan menceritakan, jika dirinya sampai harus bolak-balik ke anjungan tunai mandiri (ATM) selama 4 hari. Hasilnya, tetap nihil. Di hari keempat, dia hanya bisa pasrah, karena Bank Syariah Indonesia yang ia percayai diserang ransomware, makhluk kurang ajar dari dunia antah berantah.

Kasus kejahatan siber sebetulnya kerap terjadi di Indonesia, tak hanya menimpa dunia usaha namun juga instansi pemerintahan. BPJS Ketenagakerjaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan bahkan di tempat saja sendiri PT Jamrindo pada 6 September 2021.

Jika mengacu pada laporan National Cyber Security Index (NCSI), skor indeks keamanan siber Indonesia ke-3 terendah di antara seluruh negara G20. Sementara secara global, Indonesia menempati peringkat ke-83 dari 160 negara.



Dengan kondisi yang sangat rentan tersebut, maka sangat mengherankan memang jika Menteri Komunikasi dan Informatika, Jhonny G Plate, pernah menyebut keamanan siber bukan mandat di Forum Digital Economy Working Group (DEWG) G20. Pernyataan tersebut menimbulkan kesan belum seriusnya penanganan kejahatan dunia maya.

Tsunami Digital

Padahal semua juga tahu, jika lalu lintas data internet di dunia akan semakin ramai dan padat, termasuk di Indonesia. Hal ini jelas karena semakin bertambahnya jumlah pengguna internet. Pada 2023, pengguna internet dunia sudah mencapai 5,16 miliar orang (We are Social). Sedang di Indonesia, mencapai 215,63 juta pengguna (APJII, 2023).

Riset yang dirilis Google, Temasek, dan Bain & Company berjudul eConomy SEA 2022 akhir 2022 kemarin menunjukkan, nilai ekonomi digital Indonesia dipercaya akan terus ngacir dan mencapai USD77 miliar setara dengan Rp1.197,8 triliun. Angka yang merefleksikan sekitar 5,7% dari produk domestik bruto Indonesia.

Belum lagi jika dilihat dari pertumbuhan pengguna jasa pinjaman daring. Yang sejak 2018, pertumbuhannya selalu di atas 100%. Hingga Maret 2021 saja, jumlahnya sudah mencapai 55 juta nasabah. Bisa dibayangkan, berapa jumlahnya sekarang.

Dalam perbincangan hangat dengan seorang pejabat salah satu bank syariah sebelum terjadinya merger, saya diberitahu jika sempat terjadi pertumbuhan luar biasa pengguna transaksi digital di Indonesia melalui bank syariah. Hebatnya, sebagian besarnya berasal dari kalangan milenial. Kala itu, dia pun tidak tahu apakah itu cuma trend atau ada semacam kesadaran spiritual.

Apapun alasannya, booming ekonomi digital memang telah melahirkan tsunami digital. Masa dimana terjadi ledakan data dan informasi. Terjadi penambahan kuantitas besar data yang terus mengalir dan meningkat dengan kecepatan yang sangat tinggi melalui berbagai platform digital.

Tsunami digital terjadi sebagai hasil dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat. Semakin banyak perangkat yang terhubung ke internet, semakin banyak data yang dihasilkan, baik oleh manusia maupun oleh mesin. Data tersebut dihasilkan melalui berbagai sumber, seperti media sosial, aplikasi, website, sensor IoT, dan perangkat lainnya. Oleh karena itu, volume data yang dihasilkan semakin besar dan meningkat setiap tahunnya.

Tsunami digital tidak hanya mengacu pada kuantitas data, tetapi juga soal tantangan dalam mengelola dan memproses data tersebut. Dalam era tsunami digital, data harus dikumpulkan, dianalisis, dan diolah dengan cepat dan akurat agar bisa memberikan nilai tambah bagi bisnis dan masyarakat secara keseluruhan.

Namun, tantangan dalam mengelola data tersebut semakin rumit karena keberagaman jenis data dan sumber data yang semakin banyak. Selain itu, tsunami digital juga membawa risiko keamanan digital yang semakin besar. Data yang disimpan dan diolah dalam jumlah besar bisa menjadi target empuk bagi peretas atau pelaku kejahatan siber. Inilah yang terjadi pada bank syariah terbesar di Indonesia, Bank Syariah Indonesia (BSI) beberapa hari lalu, tak lama setelah mereka melakukan merger.

Keamanan Digital

Oleh karena itu, di tengah terjadinya ledakan data dalam jumlah teramat besar, keamanan digital harus menjadi perhatian utama. Teknologi digital telah mengubah cara kita hidup dan berinteraksi, termasuk dalam kegiatan perbankan dan keuangan.

Layanan perbankan dan keuangan yang dilakukan secara online telah memberikan kemudahan bagi kita untuk mengatur keuangan dengan cepat dan mudah, namun juga membawa risiko yang besar jika tidak dijaga dengan baik.

Pentingnya keamanan digital dalam dunia perbankan dan keuangan sangatlah besar. Perbankan dan keuangan adalah industri yang paling rentan terhadap serangan siber, karena banyaknya data dan informasi sensitif yang tersimpan di dalam sistem mereka.

Perlindungan data dan informasi sensitif dalam industri perbankan dan keuangan harus dilakukan dengan cara yang terbaik dan terpercaya. Sistem keamanan yang baik dan terpercaya dapat menghindarkan perusahaan dari serangan siber, virus, malware, ransomware, dan serangan siber lainnya.

Saat PT Jamkrindo terkena serangan serupa dengan BSI di 2021, tindakan cepat langsung dilakukan. Mulai dari pembaruan standar keamanan, pembuatan sistem keamanan, dan sosialisasi prinsip manajemen risiko teknologi informasi. Dengan upaya tersebut, semua prosedur bisnis yang sebelumnya harus dilakukan secara manual, bisa kembali dilakukan secara digital.

Pentingnya keamanan digital sebetulnya tidak hanya berlaku untuk industri perbankan dan keuangan, tetapi juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena itu, penggunaan enkripsi dan teknologi keamanan terbaru juga harus diterapkan dalam pengelolaan data dan informasi sensitif.

Informasi pribadi seperti nomor kartu kredit, data medis, informasi pribadi, dan lain sebagainya harus dilindungi dengan baik agar tidak jatuh ke tangan yang salah. Selain itu, kita juga harus waspada terhadap ancaman siber dan serangan siber seperti virus, malware, dan ransomware.

Meningkatkan kesadaran akan keamanan digital dan melakukan tindakan yang tepat untuk melindungi diri kita sendiri dan informasi sensitif kita juga sangat penting. Kita harus selalu memperbarui perangkat lunak keamanan kita, seperti antivirus dan firewall. Selain itu, kita harus menggunakan kata sandi yang kuat dan berbeda untuk setiap akun dan menghindari membagikan informasi pribadi atau sensitif secara online.
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1301 seconds (0.1#10.140)