Polemik RUU Kesehatan, Menkes Diminta Belajar dari Organisasi Advokat

Rabu, 10 Mei 2023 - 13:59 WIB
loading...
Polemik RUU Kesehatan,...
Beberapa hari terakhir ribuan tenaga kesehatan dari lima organisasi profesi kesehatan menggelar aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Foto/ANTARA
A A A
JAKARTA - Beberapa hari terakhir ribuan tenaga kesehatan dari lima organisasi profesi kesehatan menggelar aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan . Lima organisasi tersebut adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Lima organisasi profesi kesehatan tersebut menilai pembahasan RUU Kesehatan terlalu terburu-buru dan tidak menampung masukan dari organisasi kesehatan serta berpotensi melemahkan perlindungan dan kepastian hukum serta mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional.



Menanggapi hal ini, Praktisi dan Analis Hukum Hendra Setiawan Boen mengatakan tujuan pemerintah terutama Menteri Kesehatan dengan RUU Kesehatan sebenarnya baik, yaitu membuka akses masyarakat ke dokter dan dokter spesialis dengan menghilangkan hambatan-hambatan sehingga mengurangi warga Indonesia berobat keluar. Sayangnya cara dan logika berpikir pemerintah ini salah serta tidak cermat.

Menurut Hendra, RUU Kesehatan membuka organisasi payung profesi kedokteran selain IDI. Hal ini sangat berbahaya sebab tidak ada lagi organisasi yang menjamin kompetensi dokter di Indonesia dan menegakkan etika kedokteran.

"Sekarang kalau dokter yang dihukum satu organisasi profesi kedokteran karena melanggar etika, maka dengan mudah dia bisa pindah organisasi atau bahkan mendirikan organisasi sendiri," ujar Hendra dalam keterangannya, Rabu (10/5/2023).

"Akibatnya semua calon pasien akan dirugikan karena tidak ada jaminan kualitas dokter yang menjadi tumpuan dan harapannya untuk sembuh. Hal ini sudah terjadi kepada profesi advokat dan niscaya akan terjadi juga pada profesi kedokteran," sambungnya.

Dia melanjutkan walaupun UU Advokat mengatur hanya ada satu organisasi advokat tapi sekarang organisasi advokat sudah menjamur sehingga melahirkan banyak masalah di lapangan. Dia mencontohkan orang mengaku sebagai advokat padahal bukan atau orang memakai ijazah SH palsu tapi dapat diambil sumpah sebagai advokat atau advokat tapi dalam berpraktik kerap melanggar hukum dan etika.

"Kalaupun advokat bermasalah tersebut dihukum oleh organisasi tempatnya bernaung, maka yang bersangkutan bisa pindah ke organisasi lain atau bahkan mendirikan organisasi sendiri tanpa menjalani sanksi etik satu hari pun," tandasnya.

Seandaipun advokat bermasalah itu terjerat pidana, kata Hendra, maka dia akan kembali berpraktik setelah keluar dari penjara. Yang dirugikan tentu saja adalah klien atau orang yang berhadapan dengan hukum tapi terjebak memilih advokat bermasalah.

Dia berpandangan apabila ini terjadi pada profesi kedokteran maka akibat negatif akan jauh lebih besar. Orang salah menunjuk advokat mungkin akan kehilangan materi uang atau masuk penjara.

Akan tetapi orang salah memilih dokter, menurut Hendara, kemungkinan terburuk atau mengalami gangguan kesehatan akut atau bahkan meninggal dunia. Kalau begitu, tujuan pemerintah terutama Menteri Kesehatan dengan RUU Kesehatan memperbaiki kualitas dokter bukan saja tidak tercapai tapi juga berpotensi menurunkan kualitas dokter-dokter Indonesia.

"Kalau kualitas dokter Indonesia turun, tentu semakin banyak orang Indonesia lebih memilih berobat di luar negeri daripada salah diagnosa oleh dokter spesialis hasil karbitan di Indonesia karena RUU Kesehatan mempermudah siapa saja menjadi dokter spesialis. Padahal dokter spesialis seharusnya adalah orang dengan keahlian khusus sehingga memang tidak bisa siapa saja jadi dokter spesialis apabila tidak memiliki kompetensi untuk itu," paparnya.

Terakhir, Hendra menambahkan perlu juga diingatkan bahwa Indonesia baru saja melewati pandemi dan pejuang terdepan adalah para tenaga kesehatan. Tidak sedikit dari mereka yang gugur dalam bertugas, baik karena kelelahan atau tertular Covid-19 dari pasien.



"Bangsa ini berutang budi besar kepada profesi kesehatan. Kalaupun kita tidak bisa membalas jasa mereka, setidaknya jangan pula kita menzolimi pahlawan-pahlawan jaman modern Indonesia dengan mendegradasi profesi kesehatan Indonesia," tutupnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3251 seconds (0.1#10.140)