LSI Denny JA Gunakan AI untuk Menangkan Pilpres Lima Kali Berturut- turut

Kamis, 27 April 2023 - 22:06 WIB
loading...
LSI Denny JA Gunakan AI untuk Menangkan Pilpres Lima Kali Berturut- turut
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, menyebut, akan menggunakan AI untuk menangkan Pilpres lima kali berturut-turut. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Situasi politik Indonesia semakin dinamis jelang Pilpres 2024 setelah dua nama resmi diusung sebagai bakal calon presiden (Capres). Kedua capres tersebut yakni, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Pilpres 2024 juga disebut-sebut akan menghasilkan tiga poros, di mana satu nama terakhir yang akan diusung adalah Prabowo Subianto. Tiga sosok itu juga dalam beberapa tahun terakhir menempati posisi teratas bursa kandidat Capres 2024.

Sekarang, menarik untuk mencermati strategi seperti apa yang akan digunakan oleh tim pemenangan para capres untuk merebut hati pemilih saat kampanye dan memenangkan pertarungan Pilpres 2024.

Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, menyebut, salah satu teknik dalam marketing politik adalah Pro-Innovation yang tertuang dalam bukunya yang berjudul “Membangun Legacy: 10 P Untuk Marketing Politik, Teori dan Praktek.”



Menurutnya, marketing politik sangat memerlukan inovasi, terutama di tengah perkembangan teknologi terbaru yang dengan segera bisa mengubah pola kampanye politik. Bahkan, dosen FISIP Universitas Indonesia Lili Romli menyebut buku itu sebagai Denny JA’s Law of Political Marketing.

“Seseorang yang dianggap sangat ahli soal marketing politik di zamannya, lalu katakanlah ia tertidur selama 10 tahun, ketika ia terbangun ia kaget, betapa tertinggalnya ia soal marketing politik,” kata Denny JA, Kamis (27/4/2023).



Denny JA pada pelaksanaan dua kali pemilu di Amerika Serikat. Pada 2012, Barack Obama membawa hal baru dengan menggunakan media sosial dalam kampanye politiknya. Empat tahun kemudian, Donald Trump membawa hal baru lagi, yakni meme politik. Meme politik dilakukan menyerang lawan politiknya, yakni Hillary Clinton.

Saat itu, pada 2016, Hillary Clinton sedang membangun sentimen di kalangan perempuan yang ingin direbut hatinya untuk merasa saatnya Amerika Serikat memiliki presiden perempuan pertama. Apalagi, jumlah pemilih perempuan di AS kala itu mencapai 50%. Menang telak di pemilih perempuan, artinya akan menang dalam pilpres.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2033 seconds (0.1#10.140)