Jokowi: Penanganan TBC di Permukiman Padat Penduduk Harus Lintas Sektor

Selasa, 21 Juli 2020 - 11:58 WIB
loading...
Jokowi: Penanganan TBC di Permukiman Padat Penduduk Harus Lintas Sektor
Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta penanganan penyakit tuberkulosis (TBC) di permukiman padat penduduk harus lintas sektor. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut tuberkulosis (TBC) menjadi penyakit menular yang mematikan. Indonesia menempati peringkat ketiga kasus penderita TBC di dunia, setelah India dan China. Jokowi juga menyoroti penularan TBC di lingkungan padat penduduk alias kumuh, khususnya di tempat tinggal yang lembab lantaran tak masuk cahaya matahari.

Oleh sebab itu, penanganan TBC harus dilakukan lintas sektor, tidak hanya dari sisi kesehatan saja, melainkan juga infrastruktur. "Kemudian yang ketiga upaya pencegahan upaya preventif dan promotif untuk mengatasi TBC ini betul-betul harus lintas sektor, termasuk mungkin dari sisi infrastruktur," ucapnya saat rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21/7/2020). (Baca juga: Jokowi Targetkan 2030 Indonesia Bebas TBC)

Menurut Jokowi, semuanya harus dikerjakan terutama untuk tempat tinggal atau rumah yang lembab, kurang cahaya matahari tanpa ventilasi. ”Terutama ini tempat yang padat, ini perlu kepadatan lingkungan ini betul-betul sangat berpengaruh terhadap penularan antar individu," tambah Jokowi. (Baca juga: Kasus Tuberkulosis di Indonesia Tertinggi Ketiga di Dunia)

Menurut mantan Gubernur DKI itu, TBC menjadi penyakit yang menyebabkan kematian terbanyak di samping HIV/AIDS. Setidaknya selama kurun waktu 2017 hingga 2018, ada ratusan ribu warga Indonesia meninggal akibat ini. "Data yang saya miliki di negara kita di Indonesia pada 2017 sebanyak 116.000 meninggal karena TBC dan 2018 sebanyak 98.000 meninggal karena TBC. Perlu kita ketahui 75% pasien TBC adalah kelompok produktif artinya di usia produktif 15-55. Ini yang juga harus kita waspadai," jelasnya.

Saat ini, lanjut Jokowi, juga sudah ada 845.000 warga penderita TBC. Dari jumlah itu hanya 562.000 yang baru ternotifikasi. "Sehingga yang belum terlaporkan masih kurang lebih 33%. Ini hati-hati," katanya.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4315 seconds (0.1#10.140)