Serangan Subuh Idulfitri, Pasukan Siliwangi Tembak Mati Pentolan Pemberontak Paling Dicari
loading...
A
A
A
Informasi ini selanjutnya diteruskan ke Yogie S Memet, kemudian diteruskan ke lapangan. Hari itu, 2 Februari 1965, pasukan Kujang I yang menyisir hutan mendapati seseorang membawa senjata naik rakit di Sungai Lasolo yang sedang banjir.
Peltu Umar, pemimpin Peleton I/Kompi D memerintahkan anak buahnya untuk tidak bergerak. Mereka mengamati pergerakan itu. Rakit ternyata menuju ke sebuah perkemahan yang terdiri atas sejumlah bivak berjajar di tepi sungai.
Di sana tim Peltu Umar melihat lebih banyak lagi orang mandi. Sayup-sayup terdengar lagi dari suara radio transistor. “Lagu yang keluar adalah Kenang-kenangan. Menurut penunjuk jalan, ini lagu kesayangan Kahar,” tulis Atmaji.
Baru pada dini hari 3 Februari Umar memerintahkan pasukannya mengepung perkemahan. Empat prajurit ditinggal di seberang sungai untuk mencegah lawan yang sekiranya nanti melarikan diri.
Pasukan Para Kujang ini mengepung seraya menunggu terang. Pukul 04.00, beberapa orang keluar bivak dan berjalan menuju sungai. Khawatir mereka melakukan sesuatu, empat prajurit TNI di seberang sungai menghujani tembakan.
Rentetan tembakan itu lantas diikuti puluhan prajurit yang telah mengepung perkemahan Kahar. Pagi buta itu pecah dengan baku tembak yang menggelegar. Hanya sekitar lima menit.
Dalam suasana pagi buta yang masih samar-sama tersebut tampak seseorang keluar dan berlari membawa sesuatu. Prajurit Kujang mengira barang di tangan orang tersebut granat.
Tak mau mengambil risiko, Kopral III Sadeli menembakkan rentetan senapan Thompson. Tiga peluru bersarang di tubuh pria itu yang membuatnya roboh bersimbah darah. Kala fajar mulai menyingsing, mayat-mayat yang berserakan dikumpulkan.
“Akhirnya diyakini salah satu yang tewas adalah Kahar Muzakkar, orang paling ditakuti sejak 1950 dan yang mengangkat dirinya sebagai Khalifah RPII,” kata Atmadji.
Kahar meninggal akibat terjangan peluru pada pagi buta 3 Februari 1965 itu, bertepatan dengan Hari Raya Idulfitri. Kematian itu mengakhiri sepak terjang Kahar, sosok yang semula dikenal sebagai sosok patriotik pembela bangsa.
Peltu Umar, pemimpin Peleton I/Kompi D memerintahkan anak buahnya untuk tidak bergerak. Mereka mengamati pergerakan itu. Rakit ternyata menuju ke sebuah perkemahan yang terdiri atas sejumlah bivak berjajar di tepi sungai.
Di sana tim Peltu Umar melihat lebih banyak lagi orang mandi. Sayup-sayup terdengar lagi dari suara radio transistor. “Lagu yang keluar adalah Kenang-kenangan. Menurut penunjuk jalan, ini lagu kesayangan Kahar,” tulis Atmaji.
Baru pada dini hari 3 Februari Umar memerintahkan pasukannya mengepung perkemahan. Empat prajurit ditinggal di seberang sungai untuk mencegah lawan yang sekiranya nanti melarikan diri.
Pasukan Para Kujang ini mengepung seraya menunggu terang. Pukul 04.00, beberapa orang keluar bivak dan berjalan menuju sungai. Khawatir mereka melakukan sesuatu, empat prajurit TNI di seberang sungai menghujani tembakan.
Rentetan tembakan itu lantas diikuti puluhan prajurit yang telah mengepung perkemahan Kahar. Pagi buta itu pecah dengan baku tembak yang menggelegar. Hanya sekitar lima menit.
Dalam suasana pagi buta yang masih samar-sama tersebut tampak seseorang keluar dan berlari membawa sesuatu. Prajurit Kujang mengira barang di tangan orang tersebut granat.
Tak mau mengambil risiko, Kopral III Sadeli menembakkan rentetan senapan Thompson. Tiga peluru bersarang di tubuh pria itu yang membuatnya roboh bersimbah darah. Kala fajar mulai menyingsing, mayat-mayat yang berserakan dikumpulkan.
“Akhirnya diyakini salah satu yang tewas adalah Kahar Muzakkar, orang paling ditakuti sejak 1950 dan yang mengangkat dirinya sebagai Khalifah RPII,” kata Atmadji.
Kahar meninggal akibat terjangan peluru pada pagi buta 3 Februari 1965 itu, bertepatan dengan Hari Raya Idulfitri. Kematian itu mengakhiri sepak terjang Kahar, sosok yang semula dikenal sebagai sosok patriotik pembela bangsa.