Pemilu 2024 Harus Menjual Ide dan Program, Bukan Kebencian Atas Dasar SARA
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Centra Initiative dan Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Demokratis Al Araf mengatakan bahwa Pemilu 2024 harus menjual ide dan program untuk kemajuan rakyat, bukan menjual kebencian atas dasar suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Menurutnya, politik kebencian atas dasar SARA harus dihindari pada pemilu 2024.
Sebab, kata dia, politik kebencian atas dasar SARA akan menimbulkan polarisasi yang tajam dalam masyarakat sehingga membuka ruang potensi konflik horisontal. Dia juga menekankan bahwa netralitas aparat merupakan sesuatu yang harus dilakukan karena perintah undang-undang.
“Jika terdapat keberpihakan pada satu kandidat dengan dukung mendukung maka itu bentuk pelanggaran hukum dan undang-undang sehingga harus dihukum," katanya dalam acara Deklarasi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Demokratis di Jakarta, Kamis (13/4/2023).
Dia menuturkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan lembaga pengawas lainnya harus serius untuk mengawasi netralitas aparat. Sebab, kata dia di masa Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019 terdapat kejadian oknum aparat terlibat dalam dukung mendukung salah satu kontestan pemilu.
"Secara politik, tidak ada untungnya prajurit TNI maupun anggota Polri ikut dukung mendukung salah satu kandidat karena nanti kalau kandidatnya kalah jabatan mereka akan dipertaruhkan, sehingga tidak ada untungnya anggota TNI dan Polri ikut dukung mendukung salah satu kandidat karena itu akan melemahkan profesionalisme mereka," tegasnya.
Adapun deklarasi itu diikuti sekitar 44 lembaga. Mereka yang hadir dalam acara itu di antaranya adalah Ghufron Mabruri (Imparsial), Al Araf (Centra Initiative), Wahyudi Djafar (Elsam), Julius Ibrani (PBHI Nasional), M Islah (Walhi Nasional), dan Titi Anggraini (Perludem).
Sebab, kata dia, politik kebencian atas dasar SARA akan menimbulkan polarisasi yang tajam dalam masyarakat sehingga membuka ruang potensi konflik horisontal. Dia juga menekankan bahwa netralitas aparat merupakan sesuatu yang harus dilakukan karena perintah undang-undang.
“Jika terdapat keberpihakan pada satu kandidat dengan dukung mendukung maka itu bentuk pelanggaran hukum dan undang-undang sehingga harus dihukum," katanya dalam acara Deklarasi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Demokratis di Jakarta, Kamis (13/4/2023).
Dia menuturkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan lembaga pengawas lainnya harus serius untuk mengawasi netralitas aparat. Sebab, kata dia di masa Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019 terdapat kejadian oknum aparat terlibat dalam dukung mendukung salah satu kontestan pemilu.
"Secara politik, tidak ada untungnya prajurit TNI maupun anggota Polri ikut dukung mendukung salah satu kandidat karena nanti kalau kandidatnya kalah jabatan mereka akan dipertaruhkan, sehingga tidak ada untungnya anggota TNI dan Polri ikut dukung mendukung salah satu kandidat karena itu akan melemahkan profesionalisme mereka," tegasnya.
Adapun deklarasi itu diikuti sekitar 44 lembaga. Mereka yang hadir dalam acara itu di antaranya adalah Ghufron Mabruri (Imparsial), Al Araf (Centra Initiative), Wahyudi Djafar (Elsam), Julius Ibrani (PBHI Nasional), M Islah (Walhi Nasional), dan Titi Anggraini (Perludem).
(rca)