Diplomasi dan Tantangan Hubungan Taiwan-China-AS di Tengah Ketegangan Regional

Rabu, 12 April 2023 - 13:17 WIB
loading...
Diplomasi dan Tantangan Hubungan Taiwan-China-AS di Tengah Ketegangan Regional
Harryanto Aryodiguno, Ph.D, Dosen Jurusan Hubungan Internasional President University, Jababeka-Cikarang. Foto/Dok Pribadi
A A A
Harryanto Aryodiguno, Ph.D

Dosen Hubungan Internasional di President University, Jababeka, Cikarang

Hubungan antara China , Taiwan , dan Amerika Serikat (AS) sejak dulu memang dikategorikan sebagai masalah yang sangat kompleks dan sensitif. Hal itu terjadi karena melibatkan sejarah yang panjang dan hubungan geopolitik yang rumit.

China menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya dan selalu membendung setiap langkah yang diambil oleh Taiwan untuk menuju ke arah kemerdekaan atau pembentukan negara baru. Sementara itu, seperti yang kita ketahui, secara de-facto Taiwan memang terpisah dari daratan utama China dan memerintah sendiri sejak berakhirnya Perang Saudara antara partai komunis dan nasionalis pada tahun 1949. Namun, sebagian negara besar, termasuk China sendiri, masih menganggap Taiwan adalah kasus atau masalah politik dalam negeri China dan bukan masalah yang layak mendapat dukungan dari dunia internasional.

Perbedaan pandangan antara China dan Taiwan mengenai kedaulatan atas Taiwan telah menyebabkan ketegangan yang terus meningkat di kawasan tersebut, dengan ancaman konflik militer yang selalu mengintai. Amerika Serikat, sebagai kekuatan militer dan ekonomi terbesar di dunia, juga terlibat dalam situasi ini, dengan menunjukkan dukungannya terhadap Taiwan dan berusaha memperkuat hubungan militer dan ekonomi dengan pulau itu.



Untuk mengatasi situasi yang rumit ini, diperlukan diplomasi yang cerdas dan upaya untuk membangun kepercayaan antara China, Taiwan, dan Amerika Serikat. Dunia internasional perlu melakukan perhatian yang serius tanpan harus mencampur urusan domestic negara lain, perhatian ini bisa di lakukan dengan dialog damai, dan dialog multilateral juga dapat membantu menciptakan keadaan yang lebih stabil dan damai di kawasan tersebut.

Pertemuan antara Presiden Tsai Ing-wen dari Taiwan dan Ketua DPR AS Kevin McCarthy minggu ini, yang diikuti dengan upacara penyambutan yang hangat baru-baru ini di New York, telah memicu reaksi dari pemerintah China. Mereka menganggap pertemuan tersebut sebagai tindakan provokatif yang menantang kedaulatan China atas Taiwan.

Sebagai reaksi atas tindakan AS dan Taiwan, China meluncurkan latihan militer baru-baru ini, yang kemungkinan merupakan upaya untuk mengintimidasi Taiwan dan mengirim pesan ke Amerika Serikat. Tindakan ini menambah ketegangan yang sudah ada di kawasan tersebut.

Ketegangan antara China dan Taiwan terus meningkat, dan situasinya semakin rumit dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam dukungan terhadap Taiwan. Untuk mengatasi situasi yang rumit ini, diperlukan dialog dan diplomasi yang cerdas dari semua pihak terlibat. Keterlibatan internasional juga dapat membantu menciptakan keadaan yang lebih stabil dan damai di kawasan tersebut. Namun, semua pihak harus berhati-hati agar tidak memprovokasi atau menimbulkan ketegangan yang lebih tinggi di kawasan tersebut.

Sangat penting bagi semua pihak yang terlibat dalam konflik antara China, Taiwan, dan Amerika Serikat untuk menunjukkan atau menahan diri dan menghindari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan. Solusi diplomasi harus dicari untuk menyelesaikan semua masalah dan mencegah terjadinya konflik yang berbahaya.

Komunitas internasional juga memiliki peran penting dalam mempromosikan dialog yang damai dan stabilitas di kawasan tersebut. Melalui dukungan dan intervensi diplomatik yang tepat, negara-negara lain dapat membantu mengatasi perbedaan pandangan yang ada dan menciptakan kondisi yang lebih kondusif bagi semua pihak yang terlibat.

Di sisi lain, semua pihak yang terlibat juga harus bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu menciptakan perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut. Tindakan yang tidak bertanggung jawab atau provokatif harus dihindari agar tidak memperburuk situasi yang sudah rumit.

Hubungan antara Amerika Serikat dan China semakin memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa isu seperti perdagangan, hak asasi manusia, dan sengketa wilayah telah menyebabkan ketegangan dalam hubungan ini. Selain itu, AS juga secara terbuka mendukung Taiwan, yang dianggap oleh China sebagai tantangan terhadap kedaulatannya.

Beberapa kunjungan tingkat tinggi politisi AS seperti Nancy Pelosi dan Kevin McCarthy ke Taiwan telah ditafsirkan oleh China sebagai tindakan provokatif, dan hal ini telah menyebabkan peningkatan militer oleh Beijing. Karena Beijing menganggap apabila upaya damai dengan Taiwan tidak tercapai, maka kekuatan militerlah yang akan berjalan. Semua ketegangan ini, terutama antara China dan Amerika Serikat telah mencapai titik kritis dalam beberapa tahun terakhir, dan pengaruhnya juga dapat dirasakan di seluruh dunia. Kedua negara memiliki peran penting dalam ekonomi global, sehingga perselisihan mereka dapat memiliki konsekuensi besar bagi negara-negara lain.

Namun, dalam situasi seperti ini, penting bagi kedua belah pihak untuk saling menahan diri dan mencari solusi melalui dialog dan diplomasi. Tindakan yang tidak bertanggung jawab atau provokatif harus dihindari, dan kedua belah pihak harus bekerja sama untuk menciptakan kondisi yang lebih stabil dan damai di kawasan tersebut.

Hubungan antara Amerika Serikat dan Taiwan memang sangat penting, tetapi di sisi lain rapuh. AS memang berkomitmen untuk mendukung pertahanan Taiwan dari ancaman eksternal dalam jangka panjang, tetapi pada saat yang sama, AS juga harus mengelola hubungannya dengan China, kekuatan global yang sedang meningkat.

Situasi ini menuntut semua pihak untuk menunjukkan pengontrolan diri, tidak gegabah dan mencari solusi diplomatik untuk setiap perselisihan yang mungkin timbul. Kedua belah pihak harus memperkuat dialog dan kerja sama mereka dalam mempromosikan perdamaian dan stabilitas di kawasan tersebut.

Penting bagi AS dan China untuk mencari titik temu dan menghindari konfrontasi yang tidak diinginkan. Hal ini akan memerlukan upaya bersama dan kerjasama antara kedua negara untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan.

Namun, ketegangan yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa situasi ini tidak mudah diatasi. Oleh karena itu, semua pihak harus bersabar serta mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam situasi yang rumit ini, diplomasi harus diutamakan agar semua pihak dapat mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.

Situasi antara China dan Taiwan tetap tegang, dengan China terus menegaskan klaimnya atas pulau yang berdaulat. Latihan militer dan uji coba misil terbaru oleh China, bersama dengan peningkatan penempatan kekuatan militer, telah menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya konflik di kawasan tersebut.

Keputusan Presiden Tsai untuk bertemu dengan Ketua DPR AS Kevin McCarthy di California, bukan di Taiwan, mungkin merupakan tindakan strategis untuk menghindari provokasi lebih lanjut dari China. Meskipun hubungan AS-Taiwan penting, tetapi penting juga untuk menghindari tindakan apa pun yang dapat meningkatkan ketegangan dan memicu konflik.

Pertemuan antara Presiden Tsai dan Ketua DPR AS Kevin McCarthy di California menunjukkan keseimbangan antara kebutuhan Taiwan akan pengakuan internasional dan upaya mereka untuk menghindari memprovokasi China. Sementara Taiwan berupaya memperkuat hubungannya dengan AS, sekutunya yang paling kuat, Taiwan juga harus menghindari tindakan yang dapat meningkatkan ketegangan dan memicu konflik dengan China.



"Diplomasi transit" telah menjadi strategi yang penting bagi Taiwan untuk mempertahankan kehadirannya dan visibilitas internasionalnya di tengah upaya China untuk mengisolasi Taiwan secara diplomatis. Meskipun China terus mencoba menarik sekutu resmi atau negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Taiwan, Taiwan tetap bergantung pada hubungan informal dan dukungan simbolis dari negara-negara lain untuk mempertahankan statusnya sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, Taiwan harus mempertahankan keseimbangan antara menjaga hubungan dengan mitra dagang penting seperti China, sambil tetap mendapatkan dukungan politik dari negara-negara lain di arena internasional.

Kedua pihak, Taiwan maupun China, sedang berusaha mencari cara untuk memenangkan dukungan internasional dan memperkuat posisi mereka di kawasan. Taiwan ingin menunjukkan kepada China bahwa mereka masih memiliki dukungan dari sekutu terdekat mereka, AS, sementara China mencoba menunjukkan sikap yang lebih lunak terhadap Taiwan untuk menghindari meningkatnya sukuisme dan decinalisasi di Taiwan dan mempertahankan stabilitas di kawasan.

Pertemuan antara Presiden Tsai dan Ketua DPR AS Kevin McCarthy menjadi bagian dari strategi "diplomasi transit" yang penting bagi Taiwan untuk memperoleh pengakuan internasional. Sementara itu, kunjungan mantan Presiden Taiwan Ma Ying-jeou ke China daratan diharapkan memberikan Beijing isyarat bahwa masih banyak penduduk Taiwan yang ingin bersatu dengan daratan China.

Saat ini yang terpenting adalah dibutuhkannya sikap dari Bejing untuk melunakkan nadanya terhadap Taiwan. Namun, strategi mantan presiden Ma juga memiliki risiko karena mayoritas penduduk Taiwan mengidentifikasi diri mereka sebagai orang Taiwan, dan bukan China. Selain itu, survei menunjukkan bahwa lebih dari separuh penduduk Taiwan percaya bahwa perang dengan China dapat terjadi di masa depan.

Hubungan yang memburuk antara AS dan China menjadi tantangan bagi upaya diplomasi Taiwan. Bonnie Glaser, kepala program Asia di German Marshall Fund of the United States, mengatakan bahwa hubungan antara kedua negara saat ini lebih buruk daripada sebelumnya sejak mereka secara resmi saling mengakui pada tahun 1979. Selama beberapa dekade, AS telah mengakui tetapi tidak mendukung posisi Beijing bahwa hanya ada satu pemerintah China, yaitu di daratan, sambil mempertahankan hubungan tidak resmi dengan Taiwan. Namun, China sekarang khawatir AS akan mengubah status quo yang telah membantu menjaga perdamaian di Selat Taiwan selama lebih dari 40 tahun.

Sementara Presiden Biden telah meyakinkan Presiden Xi bahwa dia tidak mendukung pemisahan Taiwan dari China. Pengakuan ini mungkin tidak cukup untuk mencegah ketegangan lebih lanjut jika terjadi kunjungan kenegaraan yang kontroversial atau pertemuan resmi dengan para pemimpin Taiwan.

Oleh karena itu, selain upaya diplomasi dengan negara lain, Taiwan juga membutuhkan China untuk berdialog. Meskipun China menolak untuk mengakui kedaulatan Taiwan, ada kemungkinan bahwa dialog dapat dilakukan pada masalah ekonomi atau keamanan regional. Namun, ini memerlukan komitmen dan kerja sama dari kedua belah pihak untuk memperkuat hubungan dan mencegah konflik yang tidak diinginkan.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2407 seconds (0.1#10.140)