Puasa, Inflasi, Berbagi
loading...
A
A
A
Selain itu, Ramadan mendorong masyarakat untuk berbagi baik berupa zakat, maupun infaq dan sedekah, yang berupa bahan makanan, sandang, dan jasa. Data KNEKS (2022) mencatat bahwa selama bulan Ramadan di tahun tersebut terjadi peningkatan pengeluaran belanja masyarakat sebesar 15%.
Hasil analisis BPS menyebutkan bahwa perubahan konsumsi makanan/minuman masyarakat terjadi pada 23 hari atau tiga minggu sebelum Idulfitri. Tingkat konsumsi makanan/minuman masyarakat akan mencapai puncak pada H-19 sebelum Idulfitri.
Selanjutnya, kenaikan permintaan terjadi pada periode menjelang dan saat lebaran terhadap produk-produk seperti baju baru, sarung baru yang meningkat tajam. Kenaikan permintaan ini pun dapat menyebabkan naiknya harga barang dan jasa, terutama jika pasokan tidak dapat mengimbangi permintaan.
Peningkatan konsumsi masyarakat di Indonesia terhadap komoditas baju dan sarung tersebut terjadi karena adanya tradisi baju baru saat lebaran yang telah melekat di sebagian besar masyarakat tanah air. Lebih lanjut, di penghujung Ramdaan – sekitar dua hari sebelum Idulfitri – peningkatan konsumsi masyarakat beralih ke konsumsi transportasi untuk pulang kampung.
Tren kenaikan konsumsi mulai hilang kira-kira 15 hari (2 minggu) setelah lebaran. Tren meningkatnya inflasi selama Ramadan hingga Idul Fitri sejatinya bukan sebuah hal baru dalam perekonomian Indonesia. Pemerintah juga mengantisipasi fenomena tahunan ini, melalui pemberian THR (tunjangan hari raya) baik bagi ASN maupun karyawan swasta dan BUMN oleh para pengelola perusahanan.
Menjaga momentum Ramadan dan lebaran ini, menjadi sangat penting untuk memperkuat resiliensi ekonomi domestik, ditengah perekonomian dunia mengalami ketidakpastian yang cukup tinggi. Konsumsi rumah tangga saat ini, diyakini masih memiliki peran yang sangat kuat pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai di kuartal pertama tahun ini, diperkirakan peran konsumsi RT pada PDB hingga melebihi 55%.
Pemerintah akan berusaha menjaga daya beli masyarakat melalui THR, BLT Masyarakat maupun menjaga inflasi tetap terkendali melalui TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah), misalnya dengan fokus pada penjagaan distribusi pangan dan ketersediaan pangan di daerah.
Tradisi dan Redistribusi Kekayaan
Masyarakat Indonesia memiliki beragam tradisi dalam momen Ramadan hingga Idulfitri, di antaranya adalah saling berbagi dan mengirimkan bingkisan pada kerabat maupun sanak saudara. Tradisi mengirimkan bingkisan tersebut faktanya telah membudaya sejak masa Jawa Kuno melalui istilah ater-ater. Istilah tersebut merujuk pada aktivitas mengantarkan atau membawa makanan dari seseorang atau suatu keluarga ke orang atau keluarga lainnnya pada waktu tertentu. Kegiatan tersebut telah lama dilakukan di lingkungan masyarakat Jawa lintas generasi hingga akhirnya menjadi sebuah tradisi.
Berbagai tradisi yang ada dalam Ramadan dan Idulfitri menegaskan bahwa perilaku sosial ekonomi masyarakat dalam keseharian tak dapat lepas dari pengaruh nilai budaya, agama, tradisi, dan aspek lain yang melekat dalam setiap individu. Sehingga saat Ramadan maupun Idul Fitri, aktivitas untuk menyayangi lingkungan sekitar dengan berdasarkan motif empazti, kedermawanan, solidaritas, kasih sayang, persahabatan, dan kesetiakawanan kian bertambah.
Budaya berbagi hingga mendorong adanya peningkatan konsumsi di kalangan masyarakat juga cukup menegaskan bahwa motif individu dalam melakukan kegiatan ekonomi sejatinya bukan semata hanya mengeruk keuntungan, tetapi juga sikap altruistik yang mencoba melihat individu lain sebagai pihak yang perlu disantuni kepentingannya.
Hasil analisis BPS menyebutkan bahwa perubahan konsumsi makanan/minuman masyarakat terjadi pada 23 hari atau tiga minggu sebelum Idulfitri. Tingkat konsumsi makanan/minuman masyarakat akan mencapai puncak pada H-19 sebelum Idulfitri.
Selanjutnya, kenaikan permintaan terjadi pada periode menjelang dan saat lebaran terhadap produk-produk seperti baju baru, sarung baru yang meningkat tajam. Kenaikan permintaan ini pun dapat menyebabkan naiknya harga barang dan jasa, terutama jika pasokan tidak dapat mengimbangi permintaan.
Peningkatan konsumsi masyarakat di Indonesia terhadap komoditas baju dan sarung tersebut terjadi karena adanya tradisi baju baru saat lebaran yang telah melekat di sebagian besar masyarakat tanah air. Lebih lanjut, di penghujung Ramdaan – sekitar dua hari sebelum Idulfitri – peningkatan konsumsi masyarakat beralih ke konsumsi transportasi untuk pulang kampung.
Tren kenaikan konsumsi mulai hilang kira-kira 15 hari (2 minggu) setelah lebaran. Tren meningkatnya inflasi selama Ramadan hingga Idul Fitri sejatinya bukan sebuah hal baru dalam perekonomian Indonesia. Pemerintah juga mengantisipasi fenomena tahunan ini, melalui pemberian THR (tunjangan hari raya) baik bagi ASN maupun karyawan swasta dan BUMN oleh para pengelola perusahanan.
Menjaga momentum Ramadan dan lebaran ini, menjadi sangat penting untuk memperkuat resiliensi ekonomi domestik, ditengah perekonomian dunia mengalami ketidakpastian yang cukup tinggi. Konsumsi rumah tangga saat ini, diyakini masih memiliki peran yang sangat kuat pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai di kuartal pertama tahun ini, diperkirakan peran konsumsi RT pada PDB hingga melebihi 55%.
Pemerintah akan berusaha menjaga daya beli masyarakat melalui THR, BLT Masyarakat maupun menjaga inflasi tetap terkendali melalui TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah), misalnya dengan fokus pada penjagaan distribusi pangan dan ketersediaan pangan di daerah.
Tradisi dan Redistribusi Kekayaan
Masyarakat Indonesia memiliki beragam tradisi dalam momen Ramadan hingga Idulfitri, di antaranya adalah saling berbagi dan mengirimkan bingkisan pada kerabat maupun sanak saudara. Tradisi mengirimkan bingkisan tersebut faktanya telah membudaya sejak masa Jawa Kuno melalui istilah ater-ater. Istilah tersebut merujuk pada aktivitas mengantarkan atau membawa makanan dari seseorang atau suatu keluarga ke orang atau keluarga lainnnya pada waktu tertentu. Kegiatan tersebut telah lama dilakukan di lingkungan masyarakat Jawa lintas generasi hingga akhirnya menjadi sebuah tradisi.
Berbagai tradisi yang ada dalam Ramadan dan Idulfitri menegaskan bahwa perilaku sosial ekonomi masyarakat dalam keseharian tak dapat lepas dari pengaruh nilai budaya, agama, tradisi, dan aspek lain yang melekat dalam setiap individu. Sehingga saat Ramadan maupun Idul Fitri, aktivitas untuk menyayangi lingkungan sekitar dengan berdasarkan motif empazti, kedermawanan, solidaritas, kasih sayang, persahabatan, dan kesetiakawanan kian bertambah.
Budaya berbagi hingga mendorong adanya peningkatan konsumsi di kalangan masyarakat juga cukup menegaskan bahwa motif individu dalam melakukan kegiatan ekonomi sejatinya bukan semata hanya mengeruk keuntungan, tetapi juga sikap altruistik yang mencoba melihat individu lain sebagai pihak yang perlu disantuni kepentingannya.