Puasa, Inflasi, Berbagi

Senin, 10 April 2023 - 08:57 WIB
loading...
Puasa, Inflasi, Berbagi
Candra Fajri Ananda/FOTO.DOK KORAN SINDO
A A A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI

Bulan Ramadan yang dinanti umat muslim di seluruh dunia merupakan bulantazkiatun nafsyaitu bulan pendidikan yang Allah anugerahkan bagi setiap mukmin agar menjadi pribadi takwa. Ramadan merupakan sekolah untuk mendidik dan melatih jiwa dan raga manusia agar senantiasa sehat luar dalam menjadi insan sesuai fitrahnya.

Dengan demikian Ramadan menjadi momentum bagi umat Islam untuk memperkuat jiwa dan raganya agar terhindar dari penyakit rohani seperti berbohong, kikir, kekhawatiran, mau menang sendiri dan sombong.

Ada fenomena menarik, di mana selama bulan suci Ramadan umat muslim di berbagai belahan negara kerap terseret kepada perilaku konsumerisme yang tinggi di tengah esensi dari Ramadan adalah imsak, yakni menahan. Peningkatan konsumsi selama Ramadan adalah hal yang umum terjadi di banyak negara muslim di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Data Nielsen (2019) mencatat bahwa konsumsi makanan dan minuman di Mesir meningkat sekitar 25-30% selama bulan puasa dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Sementara itu, di Arab Saudi, konsumsi makanan dan minuman selama Ramadan pun meningkat sekitar 50-60% dibandingkan dengan berbagai bulan biasa lainnya.

Pun di Indonesia, data dari Nielsen (2019) mencatat bahwa terdapat peningkatan penjualan di supermarket sebesar 10-20% selama bulan Ramadan. Hal ini selaras dengan hasil kajian Febriyanto dkk (2019) yang juga menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi rumah tangga meningkat antara 10-30% selama bulan puasa. Komponen penunjang peningkatan itu termasuk anggaran untuk belanja sahur dan berbuka.

Di dalam ekonomi islam, konsumsi sebetulnya juga sudah diatur bahwa melakukan kegiatan konsumsi seharusnya dan tidak berlebih-lebihan dan sesuai dengan kebutuhan. Pasalnya, kemeriahan Ramadan memicu aktivitas belanja yang masif di Indonesia setiap tahunnya.

Bahkan, salah satu fakta menarik dari hasil penelitian menunjukkan bahwa tak sedikit umat muslim di Indonesia yang telah merencanakan belanja atau tindakan konsumsi mereka sejak satu bulan sebelum Ramadan tiba. Alhasil, peningkatan konsumsi ini berdampak pada banyak hal, terutama pada peningkatan harga komoditas tatkala memasuki Bulan Ramadan.

Inflasi dan Ramadan
Ramadan adalah bulan penuh berkah (syahrul mubarrak). Bulan suci umat Islam ini bukan hanya sarana untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, namun mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan.

Selama ini, momentum Ramadan mampu menjadi pemicu positif dalam mendorong aktivitas ekonomi. Momen ini punya andil penting mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan konsumsi masyarakat, sehingga perekonomian mendapat tambahan tenaga pendorong pertumbuhan yang berasal dari peningkatan permintaan barang dan jasa.

Selain itu, Ramadan mendorong masyarakat untuk berbagi baik berupa zakat, maupun infaq dan sedekah, yang berupa bahan makanan, sandang, dan jasa. Data KNEKS (2022) mencatat bahwa selama bulan Ramadan di tahun tersebut terjadi peningkatan pengeluaran belanja masyarakat sebesar 15%.

Hasil analisis BPS menyebutkan bahwa perubahan konsumsi makanan/minuman masyarakat terjadi pada 23 hari atau tiga minggu sebelum Idulfitri. Tingkat konsumsi makanan/minuman masyarakat akan mencapai puncak pada H-19 sebelum Idulfitri.

Selanjutnya, kenaikan permintaan terjadi pada periode menjelang dan saat lebaran terhadap produk-produk seperti baju baru, sarung baru yang meningkat tajam. Kenaikan permintaan ini pun dapat menyebabkan naiknya harga barang dan jasa, terutama jika pasokan tidak dapat mengimbangi permintaan.

Peningkatan konsumsi masyarakat di Indonesia terhadap komoditas baju dan sarung tersebut terjadi karena adanya tradisi baju baru saat lebaran yang telah melekat di sebagian besar masyarakat tanah air. Lebih lanjut, di penghujung Ramdaan – sekitar dua hari sebelum Idulfitri – peningkatan konsumsi masyarakat beralih ke konsumsi transportasi untuk pulang kampung.

Tren kenaikan konsumsi mulai hilang kira-kira 15 hari (2 minggu) setelah lebaran. Tren meningkatnya inflasi selama Ramadan hingga Idul Fitri sejatinya bukan sebuah hal baru dalam perekonomian Indonesia. Pemerintah juga mengantisipasi fenomena tahunan ini, melalui pemberian THR (tunjangan hari raya) baik bagi ASN maupun karyawan swasta dan BUMN oleh para pengelola perusahanan.

Menjaga momentum Ramadan dan lebaran ini, menjadi sangat penting untuk memperkuat resiliensi ekonomi domestik, ditengah perekonomian dunia mengalami ketidakpastian yang cukup tinggi. Konsumsi rumah tangga saat ini, diyakini masih memiliki peran yang sangat kuat pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai di kuartal pertama tahun ini, diperkirakan peran konsumsi RT pada PDB hingga melebihi 55%.

Pemerintah akan berusaha menjaga daya beli masyarakat melalui THR, BLT Masyarakat maupun menjaga inflasi tetap terkendali melalui TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah), misalnya dengan fokus pada penjagaan distribusi pangan dan ketersediaan pangan di daerah.

Tradisi dan Redistribusi Kekayaan
Masyarakat Indonesia memiliki beragam tradisi dalam momen Ramadan hingga Idulfitri, di antaranya adalah saling berbagi dan mengirimkan bingkisan pada kerabat maupun sanak saudara. Tradisi mengirimkan bingkisan tersebut faktanya telah membudaya sejak masa Jawa Kuno melalui istilah ater-ater. Istilah tersebut merujuk pada aktivitas mengantarkan atau membawa makanan dari seseorang atau suatu keluarga ke orang atau keluarga lainnnya pada waktu tertentu. Kegiatan tersebut telah lama dilakukan di lingkungan masyarakat Jawa lintas generasi hingga akhirnya menjadi sebuah tradisi.

Berbagai tradisi yang ada dalam Ramadan dan Idulfitri menegaskan bahwa perilaku sosial ekonomi masyarakat dalam keseharian tak dapat lepas dari pengaruh nilai budaya, agama, tradisi, dan aspek lain yang melekat dalam setiap individu. Sehingga saat Ramadan maupun Idul Fitri, aktivitas untuk menyayangi lingkungan sekitar dengan berdasarkan motif empazti, kedermawanan, solidaritas, kasih sayang, persahabatan, dan kesetiakawanan kian bertambah.

Budaya berbagi hingga mendorong adanya peningkatan konsumsi di kalangan masyarakat juga cukup menegaskan bahwa motif individu dalam melakukan kegiatan ekonomi sejatinya bukan semata hanya mengeruk keuntungan, tetapi juga sikap altruistik yang mencoba melihat individu lain sebagai pihak yang perlu disantuni kepentingannya.

Budaya berbagi dalam Ramadan dan Idulfitri merupakan ilustrasi yang baik dan menarik untuk menggambarkan pribadi seseorang muslim tatkala berhadapan dengan kepentingan spiritualitasnya dan ekonomi.

Setiap manusia selalu diingatkan dan diminta untuk bisa menahan diri pada berbagai nafsu yang sifatnya duniawi karena sesungguhnya seluruh kepemilikan di dunia ini bersifat sementara. Ramadan dan Lebaran menjadi momentum baru bahwa ekonomi berbagi merupakan bagian penting dalam aktivitas ekonomi warga untuk meredistribusi kekayaan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semoga.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1767 seconds (0.1#10.140)