Denny JA Bicara Robot AI Menjadi Penceramah dan Hilangnya Fungsi Agama
loading...
A
A
A
"Para CEO perusahaan besar merasakan meditasi itu bisa ikut menjadi solusi untuk mengatasi kegelisahan dan kesehatan mental banyak karyawan. Kompetisi yang tinggi di dunia modern dan banyaknya problem dalam relasi sosial melahirkan problem mental sendiri," ujarnya.
Denny JA juga mengungkapkan fenomena unik lainnya di Jepang. Rasa kesepian banyak individu di Negeri Sakura sudah sangat parah. Pada 2021, Perdana Menteri Jepang, Yoshihide Suga, menunjuk Tetsushi Sakamoto sebagai menteri untuk urusan kesepian atau loneliness minister. Di era Covid-19, Tetsushi Sakamoto diberi tugas mengatasi banyaknya angka bunuh diri, keputusasaan dan problem kesepian.
"Dulu kementerian mengurus soal politik, ekonomi, budaya, dan hubungan internasional. Karena desakan keadaan, ada pula menteri yang secara khusus tugasnya mencari solusi bagi warga negara yang kesepian dan hendak bunuh diri. Di banyak negara lain, mereka mencari solusi atas kebutuhan spiritual kepada harta terpendam, sisi spiritual dari agama yang ada, yang selama ini tertutupi oleh praktik agama mainstream yang formalistik," kata Denny JA.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) ini menambahkan, gerakan mencari spiritualitas baru juga menjadi kritik. Sebab, kekosongan spiritual dunia modern itu juga diakibatkan dekadensi banyak institusi agama mainstream.
Selain itu, dunia juga menyaksikan terputusnya ajaran moral dari agama dengan perilaku sosial penganut agama itu sendiri. Dalam banyak kasus, kesalehan penganut agama hanya berhenti pada kesalehan ritus agama belaka, tapi tak berlanjut dan tak berbuah pada kesalehan perilaku sosial penganutnya.
Denny JA mencontohkan kasus yang terjadi di Indonesia, pada 2011, riset Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, Kementerian Agama (Kemenag) menjadi yang paling korup dari 22 institusi publik. Padahal, Kemenag yang diharapkan menyebarkan gagasan hidup yang amanah dan jujur.
Indonesia menjadi negara yang dianggap tingkat korupsinya buruk di peringkat dunia. Negara dengan populasi muslim terbesar di dunia ini justru tak masuk Top 100 kategori pemerintahan yang bersih. Indonesia hanya bertengger di urutan ke-110 yang terlihat dari index korupsi yang dikembangkan oleh Transparency International (CPI, 2022).
Hal itu tak hanya dialami Indonesia yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia, namun di banyak negara dengan mayoritas agama lainnya. India dengan populasi Hindu terbesar terpuruk di ranking 85. Lalu, Thailand dengan populasi Buddha terbanyak, ada di urutan 101. Sementara, Brasil dengan populasi Katolik terbesar ada di ranking 94.
"Ini menjadi pertanyaan, mengapa agama yang dipeluk oleh mayoritas populasi negara itu tak berujung pada kehidupan publik yang bersih dan jujur setidaknya untuk soal korupsi? Mengapa ada jarak antara ajaran agama dan perilaku sosial penganutnya? Bukankah di negara yang mayoritas penduduk menganggap agama sangat penting, negara itu harus masuk menjadi Top 10 negara paling bersih dari korupsi? Mengapa yang terjadi justru sebaliknya?" ujar Denny JA.
Ia mengatakan, pada masa ini agama sudah meredup sebagai kekuatan akhlak. Padahal, dalam fungsi akhlak itulah harta termahal agama. Justru yang ramai adalah ritus agama yang tak membuahkan perilaku sosial yang sesuai.
Denny JA juga mengungkapkan fenomena unik lainnya di Jepang. Rasa kesepian banyak individu di Negeri Sakura sudah sangat parah. Pada 2021, Perdana Menteri Jepang, Yoshihide Suga, menunjuk Tetsushi Sakamoto sebagai menteri untuk urusan kesepian atau loneliness minister. Di era Covid-19, Tetsushi Sakamoto diberi tugas mengatasi banyaknya angka bunuh diri, keputusasaan dan problem kesepian.
"Dulu kementerian mengurus soal politik, ekonomi, budaya, dan hubungan internasional. Karena desakan keadaan, ada pula menteri yang secara khusus tugasnya mencari solusi bagi warga negara yang kesepian dan hendak bunuh diri. Di banyak negara lain, mereka mencari solusi atas kebutuhan spiritual kepada harta terpendam, sisi spiritual dari agama yang ada, yang selama ini tertutupi oleh praktik agama mainstream yang formalistik," kata Denny JA.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) ini menambahkan, gerakan mencari spiritualitas baru juga menjadi kritik. Sebab, kekosongan spiritual dunia modern itu juga diakibatkan dekadensi banyak institusi agama mainstream.
Selain itu, dunia juga menyaksikan terputusnya ajaran moral dari agama dengan perilaku sosial penganut agama itu sendiri. Dalam banyak kasus, kesalehan penganut agama hanya berhenti pada kesalehan ritus agama belaka, tapi tak berlanjut dan tak berbuah pada kesalehan perilaku sosial penganutnya.
Denny JA mencontohkan kasus yang terjadi di Indonesia, pada 2011, riset Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan, Kementerian Agama (Kemenag) menjadi yang paling korup dari 22 institusi publik. Padahal, Kemenag yang diharapkan menyebarkan gagasan hidup yang amanah dan jujur.
Indonesia menjadi negara yang dianggap tingkat korupsinya buruk di peringkat dunia. Negara dengan populasi muslim terbesar di dunia ini justru tak masuk Top 100 kategori pemerintahan yang bersih. Indonesia hanya bertengger di urutan ke-110 yang terlihat dari index korupsi yang dikembangkan oleh Transparency International (CPI, 2022).
Hal itu tak hanya dialami Indonesia yang memiliki populasi muslim terbesar di dunia, namun di banyak negara dengan mayoritas agama lainnya. India dengan populasi Hindu terbesar terpuruk di ranking 85. Lalu, Thailand dengan populasi Buddha terbanyak, ada di urutan 101. Sementara, Brasil dengan populasi Katolik terbesar ada di ranking 94.
"Ini menjadi pertanyaan, mengapa agama yang dipeluk oleh mayoritas populasi negara itu tak berujung pada kehidupan publik yang bersih dan jujur setidaknya untuk soal korupsi? Mengapa ada jarak antara ajaran agama dan perilaku sosial penganutnya? Bukankah di negara yang mayoritas penduduk menganggap agama sangat penting, negara itu harus masuk menjadi Top 10 negara paling bersih dari korupsi? Mengapa yang terjadi justru sebaliknya?" ujar Denny JA.
Ia mengatakan, pada masa ini agama sudah meredup sebagai kekuatan akhlak. Padahal, dalam fungsi akhlak itulah harta termahal agama. Justru yang ramai adalah ritus agama yang tak membuahkan perilaku sosial yang sesuai.