Komisioner KPU: Serangan Siber Terhadap Sistem IT Terjadi di Pemilu 2004
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sistem teknologi informasi (TI) Komisi Pemilihan Umum (KPU) sering mendapatkan serangan dari para hacker. Komisioner KPU Viryan Azis mengungkapkan serangan TI terjadi sejak KPU menggunakan TI untuk perangkat kerja yang bisa diakses publik pada 2014. “Selalu saja ada. Banyak pihak dengan beragam motif mulai dari iseng-iseng sampai serius. 2004 itu, kalau ingat, logo partai berubah menjadi buah-buahan,” ujarnya dalam diskusi daring dengan tema “Keamanan Siber Teknologi Pilkada 2020”, Minggu (19/7/2020).
Viryan menerangkan saat itu merupakan masa keemasan KPU karena cukup banyak dana yang digunakan untuk membangun sistem TI. Dia menjelaskan hampir setiap penyelenggaraan pemilu mulai dari 2009-2019 selalu ada serangan siber terhadap KPU. (Baca juga: KPU Minta Pemda Optimalkan Dana APBD untuk Pilkada Serentak 2020)
Karena serangan siber semakin meningkat, KPU telah mengantisipasi dan membuat mitigasinya. Ahli-ahli KPU telah mempelajari berbagai dokumen tentang serangan siber sejak 2004-2014. “Kami coba melakukan yang bisa. Puncaknya 2019, kita ingat serangannya luar biasa. Alhamdulillah karena belajar dari sebelumnya meskipun serangan banyak, hampir semua bisa ditangani,” terangnya.
Menurutnya, penanganan serangan siber terhadap KPU memerlukan keterlibatan pihak lain. Namun, tidak semua kerja sama bisa diterima publik karena takut mengganggu independensi. “Kuncinya, kolaborasi dan saling dukung. Tahun 2014 itu bekerja sama dengan Badan Sandi Negara. Baru MoU satu hari kemudian dibatalkan karena ada penolakan pelibatan badan siber,” ucapnya.
Viryan menerangkan saat itu merupakan masa keemasan KPU karena cukup banyak dana yang digunakan untuk membangun sistem TI. Dia menjelaskan hampir setiap penyelenggaraan pemilu mulai dari 2009-2019 selalu ada serangan siber terhadap KPU. (Baca juga: KPU Minta Pemda Optimalkan Dana APBD untuk Pilkada Serentak 2020)
Karena serangan siber semakin meningkat, KPU telah mengantisipasi dan membuat mitigasinya. Ahli-ahli KPU telah mempelajari berbagai dokumen tentang serangan siber sejak 2004-2014. “Kami coba melakukan yang bisa. Puncaknya 2019, kita ingat serangannya luar biasa. Alhamdulillah karena belajar dari sebelumnya meskipun serangan banyak, hampir semua bisa ditangani,” terangnya.
Menurutnya, penanganan serangan siber terhadap KPU memerlukan keterlibatan pihak lain. Namun, tidak semua kerja sama bisa diterima publik karena takut mengganggu independensi. “Kuncinya, kolaborasi dan saling dukung. Tahun 2014 itu bekerja sama dengan Badan Sandi Negara. Baru MoU satu hari kemudian dibatalkan karena ada penolakan pelibatan badan siber,” ucapnya.
(cip)