Partai Garuda Minta Jangan Membuat Label Aktivis Seolah-olah Orang Suci

Selasa, 28 Maret 2023 - 13:10 WIB
loading...
Partai Garuda Minta...
Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi meminta jangan membuat label aktivis seolah-olah orang suci yang tidak boleh dihukum. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Garuda Teddy Gusnaidi meminta jangan membuat label aktivis seolah-olah orang suci yang tidak boleh dihukum. Teddy tak mempermasalahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan amnesti kepada aktivis Heri Budiawan alias Budi Pego.

“Sah-sah saja Komnas HAM mengirim surat kepada Presiden meminta amnesti terhadap salah seorang aktivis lingkungan hidup yang dipidana. Tapi ketika menuding bahwa ini kriminalisasi dan seorang aktivis tidak tepat untuk diberikan hukuman, tentu ini mengganggu,” kata Teddy dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/3/2023).

Dia juga menyoroti tudingan LSM Amnesti internasional yang menyebut aparat hukum membungkam aktivis karena menghukum aktivis tersebut. “Artinya tidak boleh jika ada orang yang pekerjaannya aktivis, dihukum. Padahal proses pembuktian telah dilakukan dan terbukti aktivis itu bersalah,” katanya yang juga sebagai juru bicara Partai Garuda ini.

Teddy mengingatkan bahwa hukum tidak melihat pekerjaan atau jubah seseorang. Dia menuturkan, hukum hanya melihat apa yang dilakukan seseorang ketika melanggar hukum.

“Bahkan pemuka agama sekali pun, yang mengajarkan begitu banyak kebaikan kepada banyak orang, jika melanggar hukum, tetap dihukum,” jelasnya.

Lebih lanjut dia menuturkan, jika label aktivis kebal hukum dan bebas dari hukum, maka semua pelaku kejahatan akan membuat LSM sebagai alat untuk melindungi kejahatannya. “Kejahatannya tidak bisa dipidana, dianggap tidak ada, karena yang melakukan kejahatan adalah seorang yang berlabel aktivis,” ujarnya.

Dia berpendapat, meminta amnesti kepada Presiden sah-sah saja. “Tapi jangan juga membuat label aktivis itu seolah-olah orang suci yang tak berdosa sehingga tidak boleh dihukum, lalu menyalahkan hukum. Ini tidak sehat, kami mengecam pernyataan konyol Komnas HAM,” pungkasnya.

Diketahui, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengkritik penangkapan Budi Pego. “Penangkapan ini menunjukkan kian sempitnya ruang kebebasan bagi warga yang berusaha melindungi lingkungan. Peradilan menutup mata, meski jelas sekali Budi ditangkap karena sikap kritis atas proyek tambang emas di lingkungannya,” katanya dalam keterangan tertulisnya.

Dia menuturkan, alih-alih menjamin partisipasi publik, yaitu melindungi hak Budi berpendapat dan berekspresi damai, negara justru membungkamnya. “Ini mencederai wajah penegak hukum, kepolisian, kejaksaan, dan peradilan tertinggi, yaitu Mahkamah Agung yang merupakan benteng terakhir keadilan,” jelasnya.

Dia juga menilai penangkapan tersebut bisa memunculkan efek gentar bagi siapa saja yang memiliki pendapat berbeda dari kebijakan negara, terutama warga dan masyarakat yang berjuang menyelamatkan dan melindungi lingkungan dari kerusakan. Dia mengatakan, sudah banyak pejabat termasuk Presiden yang berkali-kali menyerukan agar setiap orang ambil bagian dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup.

“Apa yang menimpa Budi Pego menunjukkan bahwa negara melalui pemerintah khususnya aparat kepolisian dan kejaksaan terlihat inkonsisten dengan komitmen mengatasi perubahan iklim dan melindungi sumber daya alam, seperti yang selalu disuarakan di forum-forum nasional dan internasional,” imbuhnya.

“Kami mendesak agar Budi segera dibebaskan dengan tanpa syarat. Berpendapat itu tidak tidak boleh diintervensi. Dan berekspresi secara damai bukan tindak kriminal,” pungkasnya.

Informasi yang dihimpun Amnesty International Indonesia, Budi Pego tiba-tiba ditangkap tanpa penjelasan oleh belasan anggota Polresta Banyuwangi dan Kejaksaan Negeri Banyuwangi pada Jumat (24/3/2023) sore sekitar pukul 17.00 WIB. Budi Pego langsung ditahan dan saat ini berada di Lapas Banyuwangi dengan penahanan dari Kejaksaan Banyuwangi.

Adapun penahanan atas Budi Pego didasarkan pada putusan kasasi Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap dirinya. Penahanan ini sudah dipeti-es-kan selama 5 tahun.

Kasus yang menjerat Budi bermula pada Maret 2017 saat dia dan puluhan warga Desa Sumberagung, Pesanggaran, Banyuwangi, mendapat informasi kegiatan pertambangan di desa mereka. Lokasi ini dikenal oleh warga setempat dengan nama Gunung Gamping.

Pada 4 April 2017, berlangsung aksi protes dan pembentangan spanduk menolak tambang, namun aksi itu dituduh aparat keamanan telah menggunakan logo mirip palu arit di spanduk aksi.

Pada 13 Mei 2017, Budi bersama tiga warga lainnya menerima surat panggilan dari kepolisian setempat sebagai tersangka tindak pidana melakukan penyebaran dan mengembangkan ajaran komunisme, marxisme-leninisme di muka umum dengan media tulisan (spanduk).

Dia dijerat dengan Pasal 170a UURI Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara. Lalu pada 4 September 2017, Budi ditahan oleh Kajari Banyuwangi untuk diadili.

Namun, walau Jaksa Penuntut Umum tidak pernah mampu menghadirkan bukti fisik spanduk yang dituduhkan dalam setiap persidangan, Budi tetap divonis bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi pada Selasa, 23 Januari 2018 dengan hukuman penjara 10 bulan.

Pada 14 Maret 2018 Majelis hakim PT Jawa Timur yang diketuai oleh Edi Widodo memutuskan menerima permohonan banding JPU Kajari Banyuwangi. Dan memutus pidana penjara selama 10 bulan terhadap Budi Pego.

Kemudian pada 16 Oktober 2018, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Budi Pego. Bahkan hakim MA mengubah putusan PN Banyuwangi dan PT Jawa Timur mengenai pidana penjara yang bersangkutan menjadi empat tahun.

Pada 7 Desember 2018, Budi mendapatkan sepucuk surat dari Kajari Banyuwangi (Surat Panggilan Terpidana), yang bertujuan untuk pelaksanaan putusan MA tersebut (eksekusi tahap I). Namun, pasca terbitnya surat eksekusi I tersebut, tim kuasa hukum dan Budi Pego belum menerima salinan putusan Kasasi.

Selanjutnya pada 21 Desember 2018, Heri Budiawan kembali mendapatkan surat panggilan eksekusi tahap II, yang akan jatuh pada Kamis, 27 Desember 2018. Tim kuasa hukum dan Heri Budiawan tetap belum menerima salinan putusan kasasi.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1698 seconds (0.1#10.140)