Menanti Kontribusi Indonesia di ASEAN dan MIKTA
loading...
A
A
A
Najamuddin Khairur Rijal
Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang, Peneliti di Malang-ASEAN Youth Community (Mayccom)
TAHUN 2022, Indonesia sukses menjalankan tugasnya sebagai Presidensi G20. Tahun ini, Indonesia kembali mengemban dua tugas penting untuk membuktikan kontribusinya pada kancah politik global: Keketuaan ASEAN dan MIKTA
Pertama, pada awal tahun ini, Indonesia mengemban tugas dalam Keketuaan ASEAN selama satu tahun ke depan, menggantikan Kamboja. Sebagaimana dipahami, ASEAN adalah organisasi regional Asia Tenggara yang telah berdiiri sejak 1967. Anggotanya sepuluh plus satu, setelah Timor Leste pada akhir tahun lalu diterima untuk bergabung dalam keanggotaan ASEAN.
Baca Juga: koran-sindo.com
Kedua, pada awal Maret, pemerintah menerima estafet keketuaan MIKTA dari Turki. MIKTA sendiri adalah akronim dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia. Dibentuk pada 2013, MIKTA merupakan kerja sama antarkawasan yang melibatkan lima negara untuk berkontribusi menjawab berbagai permasalahan global.
Posisi Indonesia sebagai ketua pada dua organisasi kerja sama tersebut menjadi penting. Ini sebagai ajang untuk menunjukkan kapasitas dan kekuatan Indonesia di mata dunia dalam menyelesaikan berbagai isu global strategis. Sekaligus menempatkan Indonesia sebagai pemain atau aktor penting dalam politik global.
Keketuaan Indonesia di ASEAN dan MIKTA memang bukan kali pertama. Di ASEAN, Indonesia telah lima kali memegang keketuaan, yakni tahun 1976, 1996, 2003, dan 2011. Sementara di MIKTA, Indonesia juga pernah menjadi ketua pada tahun 2018. Lalu, apa yang bisa dilakukan?
ASEAN
Keketuaan Indonesia di ASEAN mengusung tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Tema itu mengandung dua elemen penting. Pertama, ASEAN itu penting! Selama keketuaannya, Indonesia akan berusaha tetap menjadikan ASEAN relevan dan penting.
Relevan dan penting bagi rakyat Indonesia, bagian masyarakat di negara-negara Asia Tenggara, dan juga bagi masyarakat global. Apalagi selama ini, Indonesia menjadikan ASEAN sebagai soko guru kebijakan luar negerinya.
Kedua, ASEAN adalah episentrum pertumbuhan dunia. Indonesia ingin menunjukkan bahwa ASEAN adalah pusat dari pertumbuhan ekonomi global. Ekonomi negara-negara anggota ASEAN selalu tumbuh lebih tinggi melampaui pertumbuhan ekonomi negara lainnya. Karena itu, ASEAN harus dilirik sebagai sebuah kekuatan dunia yang punya pengaruh dalam lanskap ekonomi-politik global dan menjadi jangkar stabilitas dunia.
Dilansir dari The Conversation (2022), ada tiga tantangan besar yang hadapi Indonesia selama menjadi ketua dari organisasi regional Asia Tenggara itu. Yakni, menjaga persatuan ASEAN dalam merespons isu global, memperkuat kerja sama regional, dan memperkuat multilateralisme.
MIKTA
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam Pernyataan Pers Tahunan pada awal 2023, menegaskan keketuaan Indonesia akan berupaya meningkatkan visibilitas MIKTA sebagai bridge-builder dalam menyelesaikan berbagai isu global. Bridge-builder dalam arti menjadi jembatan penghubung atau penyeimbang dari rivalitas negara-negara berkekuatan besar (great power).
MIKTA adalah representasi kekuatan lima negara di kawasannya masing-masing. Mereka adalah negara dengan kekuatan menengah (middle power) yang diharapkan menjadi penyeimbang dan penghubung dari rivalitas great power. Kelimanya adalah negara anggota G20 yang bukan menjadi bagian dari G7 negara-negara maju: Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Kanada). Juga tidak tergabung dalam kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
Selama mengemban keketuaan, ada tiga agenda prioritas Indonesia sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, saat serah terima keketuaan di New Delhi, India (2/3). Pertama, memperkuat multilateralisme MIKTA untuk mendorong keamanan, stabilitas, dan kemakmuran bersama.
Dalam hal ini, pemerintah Indonesia meyakini bahwa cara-cara multilateralisime adalah jalan terbaik untuk memastikan semua negara berada pada posisi yang sama dan setara tanpa kesewenangan dari negara pemilik kapasitas power yang besar.
Kedua, berfokus pada pemulihan yang inklusif di tengah kompleksitas tantangan global. Agenda untuk mencapai dan mewujudkan target-target Sustainable Development Goals (SDGs) akan menjadi agenda inti MIKTA yang diperkuat dengan dialog inklusif bersama mitra-mitranya. Dalam hal ini, MIKTA didorong untuk mengkoordinasikan aksi demi mewujudkan pemulihan global yang kuat dan inklusif.
Ketiga, transformasi digital juga akan menjadi agenda prioritas Indonesia. Mengingat, digitalisasi dipandang sebagai sebuah urgensi untuk membuat masa depan ekonomi MIKTA lebih sejahtera. Digitalisasi akan mendorong lahirnya peluang-peluang besar untuk mengembangkan perekonomian.
Kontribusi Indonesia
Penjelasan di atas menunjukkan adanya relevansi agenda antara ASEAN dan MIKTA. Kata kuncinya adalah pada komitmen untuk berkontribusi menangani permasalahan global, pengarusutamaan kerja sama multilateral, dan pemulihan serta pertumbuhan ekonomi global.
Dalam konteks ini, Indonesia harus mampu menunjukkan dan membuktikan perannya. Dalam ASEAN dan MIKTA, Indonesia tidak hanya perlu menjadi penghubung-penyeimbang rivalitas great power. Tetapi juga menjadi ice breaker, pemecah kebuntuan komunikasi, kerja sama, dan persaingan yang selama ini ditampilkan negara-negara besar, terutama mengerasnya rivalitas Amerika Serikat dan China di berbagai kawasan dan dalam berbagai aspek.
Selain dari pada itu, Indonesia juga dituntut tampil dalam menangani isu-isu kemanusiaan global, terutama dampak perang Rusia-Ukraina, krisis politik Myanmar, dan pemulihan pasca bencana alam maupun bencana kesehatan global (pandemi).
Dengan mengarusutamakan kerja sama multilateral, melalui ASEAN maupun MIKTA, Indonesia harus mampu mendudukkan berbagai aktor, berbagai kekuatan, dan berbagai kepentingan. Muaranya adalah penciptaan stabilitas dunia, baik secara politik, ekonomi, keamanan, dan lainnya.
ASEAN dan MIKTA adalah modalitas penting. ASEAN, organisasi regional yang akan berusia 56 tahun ini, adalah rujukan masyarakat global tentang bagaimana kerja sama berjalan, kemitraan dibangun, stabilitas dicapai meski di tengah berbagai tantangan, konflik, dan permasalahan di antara sesama negara anggotanya.
Adapun dengan posisinya sebagai negara-negara yang menjadi bagian dari G20, MIKTA perlu pandai bermain di antara dua kekuatan: G7 dan BRICS untuk meneguhkan kembali komitmen dan kontribusi bersama pada stabilitas dunia. Kita menanti kontribusi Indonesia di ASEAN dan MIKTA.
Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang, Peneliti di Malang-ASEAN Youth Community (Mayccom)
TAHUN 2022, Indonesia sukses menjalankan tugasnya sebagai Presidensi G20. Tahun ini, Indonesia kembali mengemban dua tugas penting untuk membuktikan kontribusinya pada kancah politik global: Keketuaan ASEAN dan MIKTA
Pertama, pada awal tahun ini, Indonesia mengemban tugas dalam Keketuaan ASEAN selama satu tahun ke depan, menggantikan Kamboja. Sebagaimana dipahami, ASEAN adalah organisasi regional Asia Tenggara yang telah berdiiri sejak 1967. Anggotanya sepuluh plus satu, setelah Timor Leste pada akhir tahun lalu diterima untuk bergabung dalam keanggotaan ASEAN.
Baca Juga: koran-sindo.com
Kedua, pada awal Maret, pemerintah menerima estafet keketuaan MIKTA dari Turki. MIKTA sendiri adalah akronim dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia. Dibentuk pada 2013, MIKTA merupakan kerja sama antarkawasan yang melibatkan lima negara untuk berkontribusi menjawab berbagai permasalahan global.
Posisi Indonesia sebagai ketua pada dua organisasi kerja sama tersebut menjadi penting. Ini sebagai ajang untuk menunjukkan kapasitas dan kekuatan Indonesia di mata dunia dalam menyelesaikan berbagai isu global strategis. Sekaligus menempatkan Indonesia sebagai pemain atau aktor penting dalam politik global.
Keketuaan Indonesia di ASEAN dan MIKTA memang bukan kali pertama. Di ASEAN, Indonesia telah lima kali memegang keketuaan, yakni tahun 1976, 1996, 2003, dan 2011. Sementara di MIKTA, Indonesia juga pernah menjadi ketua pada tahun 2018. Lalu, apa yang bisa dilakukan?
ASEAN
Keketuaan Indonesia di ASEAN mengusung tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”. Tema itu mengandung dua elemen penting. Pertama, ASEAN itu penting! Selama keketuaannya, Indonesia akan berusaha tetap menjadikan ASEAN relevan dan penting.
Relevan dan penting bagi rakyat Indonesia, bagian masyarakat di negara-negara Asia Tenggara, dan juga bagi masyarakat global. Apalagi selama ini, Indonesia menjadikan ASEAN sebagai soko guru kebijakan luar negerinya.
Kedua, ASEAN adalah episentrum pertumbuhan dunia. Indonesia ingin menunjukkan bahwa ASEAN adalah pusat dari pertumbuhan ekonomi global. Ekonomi negara-negara anggota ASEAN selalu tumbuh lebih tinggi melampaui pertumbuhan ekonomi negara lainnya. Karena itu, ASEAN harus dilirik sebagai sebuah kekuatan dunia yang punya pengaruh dalam lanskap ekonomi-politik global dan menjadi jangkar stabilitas dunia.
Dilansir dari The Conversation (2022), ada tiga tantangan besar yang hadapi Indonesia selama menjadi ketua dari organisasi regional Asia Tenggara itu. Yakni, menjaga persatuan ASEAN dalam merespons isu global, memperkuat kerja sama regional, dan memperkuat multilateralisme.
MIKTA
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam Pernyataan Pers Tahunan pada awal 2023, menegaskan keketuaan Indonesia akan berupaya meningkatkan visibilitas MIKTA sebagai bridge-builder dalam menyelesaikan berbagai isu global. Bridge-builder dalam arti menjadi jembatan penghubung atau penyeimbang dari rivalitas negara-negara berkekuatan besar (great power).
MIKTA adalah representasi kekuatan lima negara di kawasannya masing-masing. Mereka adalah negara dengan kekuatan menengah (middle power) yang diharapkan menjadi penyeimbang dan penghubung dari rivalitas great power. Kelimanya adalah negara anggota G20 yang bukan menjadi bagian dari G7 negara-negara maju: Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, dan Kanada). Juga tidak tergabung dalam kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
Selama mengemban keketuaan, ada tiga agenda prioritas Indonesia sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, saat serah terima keketuaan di New Delhi, India (2/3). Pertama, memperkuat multilateralisme MIKTA untuk mendorong keamanan, stabilitas, dan kemakmuran bersama.
Dalam hal ini, pemerintah Indonesia meyakini bahwa cara-cara multilateralisime adalah jalan terbaik untuk memastikan semua negara berada pada posisi yang sama dan setara tanpa kesewenangan dari negara pemilik kapasitas power yang besar.
Kedua, berfokus pada pemulihan yang inklusif di tengah kompleksitas tantangan global. Agenda untuk mencapai dan mewujudkan target-target Sustainable Development Goals (SDGs) akan menjadi agenda inti MIKTA yang diperkuat dengan dialog inklusif bersama mitra-mitranya. Dalam hal ini, MIKTA didorong untuk mengkoordinasikan aksi demi mewujudkan pemulihan global yang kuat dan inklusif.
Ketiga, transformasi digital juga akan menjadi agenda prioritas Indonesia. Mengingat, digitalisasi dipandang sebagai sebuah urgensi untuk membuat masa depan ekonomi MIKTA lebih sejahtera. Digitalisasi akan mendorong lahirnya peluang-peluang besar untuk mengembangkan perekonomian.
Kontribusi Indonesia
Penjelasan di atas menunjukkan adanya relevansi agenda antara ASEAN dan MIKTA. Kata kuncinya adalah pada komitmen untuk berkontribusi menangani permasalahan global, pengarusutamaan kerja sama multilateral, dan pemulihan serta pertumbuhan ekonomi global.
Dalam konteks ini, Indonesia harus mampu menunjukkan dan membuktikan perannya. Dalam ASEAN dan MIKTA, Indonesia tidak hanya perlu menjadi penghubung-penyeimbang rivalitas great power. Tetapi juga menjadi ice breaker, pemecah kebuntuan komunikasi, kerja sama, dan persaingan yang selama ini ditampilkan negara-negara besar, terutama mengerasnya rivalitas Amerika Serikat dan China di berbagai kawasan dan dalam berbagai aspek.
Selain dari pada itu, Indonesia juga dituntut tampil dalam menangani isu-isu kemanusiaan global, terutama dampak perang Rusia-Ukraina, krisis politik Myanmar, dan pemulihan pasca bencana alam maupun bencana kesehatan global (pandemi).
Dengan mengarusutamakan kerja sama multilateral, melalui ASEAN maupun MIKTA, Indonesia harus mampu mendudukkan berbagai aktor, berbagai kekuatan, dan berbagai kepentingan. Muaranya adalah penciptaan stabilitas dunia, baik secara politik, ekonomi, keamanan, dan lainnya.
ASEAN dan MIKTA adalah modalitas penting. ASEAN, organisasi regional yang akan berusia 56 tahun ini, adalah rujukan masyarakat global tentang bagaimana kerja sama berjalan, kemitraan dibangun, stabilitas dicapai meski di tengah berbagai tantangan, konflik, dan permasalahan di antara sesama negara anggotanya.
Adapun dengan posisinya sebagai negara-negara yang menjadi bagian dari G20, MIKTA perlu pandai bermain di antara dua kekuatan: G7 dan BRICS untuk meneguhkan kembali komitmen dan kontribusi bersama pada stabilitas dunia. Kita menanti kontribusi Indonesia di ASEAN dan MIKTA.
(bmm)