Din Syamsuddin Sebut Larangan Buka Puasa Bersama Tidak Arif dan Tidak Adil
loading...
A
A
A
JAKARTA - Instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta jajarannya meniadakan kegiatan buka puasa bersama selama bulan Ramadan dinilai tidak arif dan tidak adil dengan tradisi keagamaan.
"Tidak arif karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah buka puasa bersama antara lain untuk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara. Tidak adil karena nyata alasannya mengada-ada, yaitu masih adanya bahaya Covid-19," ujar mantan Ketua Umum MUI Din Syamsuddin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (23/3/2023).
Din mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan beberapa waktu lalu. Bahkan, dia menduga Jokowi juga sering berada di tengah kerumunan.
"Janganlah ucap dan laku berbeda, karena menurut Al-Qur'an 'suatu kehinaan besar di sisi Allah bagi seseorang yang hanya mengatakan apa yang tidak dikerjakannya'," katanya.
Selain itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menilai kebijakan yang tidak bijak itu dimunculkan secara terbuka di tengah umat Islam mulai menjalankan ibadah-ibadah Ramadan. Dimana antara lain mengadakan buka puasa bersama (Iftar Jama'i).
"Bahwa jika nanti para pejabat/tokoh pemerintahan tidak mengadakan buka puasa bersama dapat kita catat bahwa rezim ini meniadakan tradisi Ramadan yang baik, yang sudah berjalan baik sejak dulu," tuturnya.
Dengan demikian, dia mengajak umat Islam untuk terus mengadakan buka puasa bersama dan tak menaati perintah pemimpin yang disebutnya telah bermaksiat kepada Allah SWT.
"Kepada umat Islam, bagi yang mampu, teruskan adakan buka puasa bersama, jangan taati perintah pemimpin yang bermaksiat kepada Allah SWT. Camkan Hadits Nabi "seseorang yang memberi makan orang yang berpuasa akan mendapat pahala setimpal pahala orang yang berpuasa itu"," jelasnya.
"Selamat menunaikan ibadah-ibadah Ramadan semoga kita meraih ketakwaan," sambung dia.
Hal senada juga disampaikan Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis sebelumnya. Dia menilai Instruksi Presiden Jokowi yang meminta jajarannya meniadakan kegiatan buka puasa bersama selama bulan Ramadan kurang tepat dan tidak sesuai dengan tradisi keagamaan.
“Hemat saya buka puasa bersama itu baik dan tidak beda dg kumpul2 kondangan, pertemuan dg pendukung dan kosolidasi. Maka covid pun bisa diantisipasi. Pelarangan acara buka meskipun hanya utk instansi kurang tepat dan tak sesuai dg tradisi keagamaan kita,” cuitnya melalui akun Twitter resminya @cholilnafis dikutip SINDOnews, Kamis (23/3/2023).
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi meminta jajarannya meniadakan kegiatan buka puasa bersama selama bulan Ramadan. Hal itu karena penanganan Covid-19 saat ini dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi.
Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Sekretaris Kabinet Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023. Surat tersebut ditandangani Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Maret 2023. Surat perihal Arahan terkait Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama tersebut ditujukan kepada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala Badan/Lembaga.
"Tidak arif karena terkesan tidak memahami makna dan hikmah buka puasa bersama antara lain untuk meningkatkan silaturahim yang justru positif bagi peningkatan kerja dan kinerja Aparatur Sipil Negara. Tidak adil karena nyata alasannya mengada-ada, yaitu masih adanya bahaya Covid-19," ujar mantan Ketua Umum MUI Din Syamsuddin melalui keterangan tertulisnya, Kamis (23/3/2023).
Din mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah melanggar ucapannya sendiri dengan mengadakan acara pernikahan putranya yang mewah dan mengundang kerumunan beberapa waktu lalu. Bahkan, dia menduga Jokowi juga sering berada di tengah kerumunan.
"Janganlah ucap dan laku berbeda, karena menurut Al-Qur'an 'suatu kehinaan besar di sisi Allah bagi seseorang yang hanya mengatakan apa yang tidak dikerjakannya'," katanya.
Selain itu, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menilai kebijakan yang tidak bijak itu dimunculkan secara terbuka di tengah umat Islam mulai menjalankan ibadah-ibadah Ramadan. Dimana antara lain mengadakan buka puasa bersama (Iftar Jama'i).
"Bahwa jika nanti para pejabat/tokoh pemerintahan tidak mengadakan buka puasa bersama dapat kita catat bahwa rezim ini meniadakan tradisi Ramadan yang baik, yang sudah berjalan baik sejak dulu," tuturnya.
Dengan demikian, dia mengajak umat Islam untuk terus mengadakan buka puasa bersama dan tak menaati perintah pemimpin yang disebutnya telah bermaksiat kepada Allah SWT.
"Kepada umat Islam, bagi yang mampu, teruskan adakan buka puasa bersama, jangan taati perintah pemimpin yang bermaksiat kepada Allah SWT. Camkan Hadits Nabi "seseorang yang memberi makan orang yang berpuasa akan mendapat pahala setimpal pahala orang yang berpuasa itu"," jelasnya.
"Selamat menunaikan ibadah-ibadah Ramadan semoga kita meraih ketakwaan," sambung dia.
Hal senada juga disampaikan Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH Cholil Nafis sebelumnya. Dia menilai Instruksi Presiden Jokowi yang meminta jajarannya meniadakan kegiatan buka puasa bersama selama bulan Ramadan kurang tepat dan tidak sesuai dengan tradisi keagamaan.
“Hemat saya buka puasa bersama itu baik dan tidak beda dg kumpul2 kondangan, pertemuan dg pendukung dan kosolidasi. Maka covid pun bisa diantisipasi. Pelarangan acara buka meskipun hanya utk instansi kurang tepat dan tak sesuai dg tradisi keagamaan kita,” cuitnya melalui akun Twitter resminya @cholilnafis dikutip SINDOnews, Kamis (23/3/2023).
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi meminta jajarannya meniadakan kegiatan buka puasa bersama selama bulan Ramadan. Hal itu karena penanganan Covid-19 saat ini dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi.
Instruksi tersebut tertuang dalam Surat Sekretaris Kabinet Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023. Surat tersebut ditandangani Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 21 Maret 2023. Surat perihal Arahan terkait Penyelenggaraan Buka Puasa Bersama tersebut ditujukan kepada Menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung, Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala Badan/Lembaga.
(kri)