DPR dan Pemerintah Perlu Menjelaskan Urgensi RUU BPIP
loading...

Menko Polhukam Mahfud MD saat menyerahkan surat presiden dan DIM RUU BPIP kepada Ketua DPR Puan Maharani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (16/7/2020). Foto: SINDOnews/Yulianto.
A
A
A
JAKARTA - DPR dan pemerintah sepakat untuk mengusulkan Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pengelolaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai pengganti RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kontroversial. Sementara, RUU BPIP ini belum masuk program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 ataupun Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024.
Direktur Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Universitas Islam Negeri (UII) Yogyakarta, Allan Fatchan Gani berpandangan bahwa, pemerintah maupun DPR harus bisa menjelaskan urgensi dari RUU BPIP ini sehingga harus dibahas. Karena, UU Nomor 12/2011 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) mensyaratkan bahwa pembahasan RUU di luar prolegnas harus dalam keadaan luar biasa, bencana alam, konflik atau urgensi nasional.
“Kalau dari segi perundang-undangan, ada UU yang sudah dirancang dan namanya Prolegnas Jangka Menengah dan Prolegnas tahunan (prioritas). Apakah kemudian DPR itu bisa memasukka RUU yang memang tiba-tiba atau tidak dalam prolegnas. Dalam UU 12/2011 sudah diatur UU yang tidak ada dalam prolegnas bisa masuk dengan beberapa syarat,” kata Allan saat dihubungi, Sabtu (18/7/2020).
(Baca: PA 212: Kami Tak Ingin Lagi Negara Paksakan Tafsir Tunggal Pancasila)
“Pasal 23 ayat 2, dalam keadaan ertentu baik DPR maupun presiden bisa mengajukan RUU dalam prolegnas, itu dalam 2 kondisi. Kondisi pertama, untuk mengatasi keadaan luar biasa, konflik atau bencana alam. Kedua, keadaan tertentu lainnya yang memastikan ada urgensi nasional atas suatu RUU yang itu disetujui dalam AKD,” ujarnya.
Direktur Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Universitas Islam Negeri (UII) Yogyakarta, Allan Fatchan Gani berpandangan bahwa, pemerintah maupun DPR harus bisa menjelaskan urgensi dari RUU BPIP ini sehingga harus dibahas. Karena, UU Nomor 12/2011 tentang Pembuatan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) mensyaratkan bahwa pembahasan RUU di luar prolegnas harus dalam keadaan luar biasa, bencana alam, konflik atau urgensi nasional.
“Kalau dari segi perundang-undangan, ada UU yang sudah dirancang dan namanya Prolegnas Jangka Menengah dan Prolegnas tahunan (prioritas). Apakah kemudian DPR itu bisa memasukka RUU yang memang tiba-tiba atau tidak dalam prolegnas. Dalam UU 12/2011 sudah diatur UU yang tidak ada dalam prolegnas bisa masuk dengan beberapa syarat,” kata Allan saat dihubungi, Sabtu (18/7/2020).
(Baca: PA 212: Kami Tak Ingin Lagi Negara Paksakan Tafsir Tunggal Pancasila)
“Pasal 23 ayat 2, dalam keadaan ertentu baik DPR maupun presiden bisa mengajukan RUU dalam prolegnas, itu dalam 2 kondisi. Kondisi pertama, untuk mengatasi keadaan luar biasa, konflik atau bencana alam. Kedua, keadaan tertentu lainnya yang memastikan ada urgensi nasional atas suatu RUU yang itu disetujui dalam AKD,” ujarnya.
Lihat Juga :